Skema Full Call Auction Saham Big Cap di Pemantauan Khusus Picu Aksi Jual
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perdagangan saham dengan skema full periodic call auction (FCA) dalam Papan Pemantauan Khusus (PPK) menimbulkan pro dan kontra di kalangan investor. Sejak sejumlah saham-saham berkapitalisasi besar menjadi konstituen papan ‘Special Monitoring’ bursa, pasar dinilai cenderung mengalami fluktuasi (volatility), sehingga memicu aksi jual investor -khususnya asing- terhadap saham-saham big cap lainnya.
"Dengan masuknya saham big cap dalam skema FCA, maka otomatis secara live trading atau saat market buka, itu mempengaruhi volatilitas pasar," kata Professional Trader & Pengamat Pasar Modal, Michael Yeoh, dalam Special Dialogue iNews Malam, baru-baru ini.
Selama ini sejumlah investor terutama asing (foreign) menggunakan metode quantitative (quant) trading dengan melibatkan penggunaan algoritma dalam mengeksekusi order beli/jual, terhadap saham-saham yang berpotensi memberikan keuntungan.
Michael menyebut dengan adanya FCA maka algorima quant trading menjadi kacau. "Algoritma quant trading ini menjadi tidak normal lagi, dan ini mengakibatkan volatilitas yang berlebih," paparnya.
Pengamat Pasar Modal Kartika Sutandi menilai saham big cap seperti PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) menjadi salah satu contoh bahwa saat big cap masuk PPK maka memicu aksi jual big cap lain.
"Kalau indeks turun, mereka (asing) ini jualnya bersamaan (basket trade), jadi big cap lain kena. BREN turun, indeks (IHSG) ikut turun, maka all the bank (saham bank big cap) juga kena," jelas Kartika.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, sebelumnya mengatakan mekanisme call auction dibuat agar meredam agresivitas orderbook, terhadap saham-saham yang sedang dipantau regulator.
Bukan kosongan, bursa masih menyediakan Indicative Equilibrium Price (IEP), dan Indicative Equilibrium Volume (IEV) sebagai rujukan investor. Inarno menyebut IEP dan IEV didasarkan pada keseluruhan order yang ada di order book, dengan menghitung harga pada titik equilibrium.
"Jadi tidak hanya semata-mata melihat harga pada order dengan jumlah besar tersebut ya," tegas Inarno.
"Dengan masuknya saham big cap dalam skema FCA, maka otomatis secara live trading atau saat market buka, itu mempengaruhi volatilitas pasar," kata Professional Trader & Pengamat Pasar Modal, Michael Yeoh, dalam Special Dialogue iNews Malam, baru-baru ini.
Selama ini sejumlah investor terutama asing (foreign) menggunakan metode quantitative (quant) trading dengan melibatkan penggunaan algoritma dalam mengeksekusi order beli/jual, terhadap saham-saham yang berpotensi memberikan keuntungan.
Michael menyebut dengan adanya FCA maka algorima quant trading menjadi kacau. "Algoritma quant trading ini menjadi tidak normal lagi, dan ini mengakibatkan volatilitas yang berlebih," paparnya.
Pengamat Pasar Modal Kartika Sutandi menilai saham big cap seperti PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) menjadi salah satu contoh bahwa saat big cap masuk PPK maka memicu aksi jual big cap lain.
"Kalau indeks turun, mereka (asing) ini jualnya bersamaan (basket trade), jadi big cap lain kena. BREN turun, indeks (IHSG) ikut turun, maka all the bank (saham bank big cap) juga kena," jelas Kartika.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, sebelumnya mengatakan mekanisme call auction dibuat agar meredam agresivitas orderbook, terhadap saham-saham yang sedang dipantau regulator.
Bukan kosongan, bursa masih menyediakan Indicative Equilibrium Price (IEP), dan Indicative Equilibrium Volume (IEV) sebagai rujukan investor. Inarno menyebut IEP dan IEV didasarkan pada keseluruhan order yang ada di order book, dengan menghitung harga pada titik equilibrium.
"Jadi tidak hanya semata-mata melihat harga pada order dengan jumlah besar tersebut ya," tegas Inarno.
(nng)