Jangan Buat Analisis Dangkal, Produksi Beras RI Cukup Sepanjang Waktu

Minggu, 05 Mei 2019 - 23:33 WIB
Jangan Buat Analisis Dangkal, Produksi Beras RI Cukup Sepanjang Waktu
Jangan Buat Analisis Dangkal, Produksi Beras RI Cukup Sepanjang Waktu
A A A
JAKARTA - Direktur Serealia Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian (Kementan), Bambang Sugiarto, membantah keras hasil analisis Tim Riset CNBC Indonesia tentang kondisi perberasan selama pemerintahan Jokowi-JK. Menurutnya, analisis yang dangkal jika kinerja sub sektor tanaman pangan hanya dilihat dari data PDB tanaman pangan 2015 hingga 2018.

Bambang menegaskan kondisi perberasan Indonesia lima tahun ke depan tetap tersedia. Bahkan beras selalu tersedia lebih dari cukup sepanjang waktu.

"Jangan hanya lihat data PDB tanaman pangan 2015-2018, tengoklah data historis jangka panjang, minimal lihat data 2010-2014. Coba lihat data tahun 2011, produksi tidak cukup sehingga pertumbuhan PBD tanaman pangan 2011 itu minus 1,00%, terus pada tahun 2014 hanya tumbuh 0,06%," ujar Bambang guna menanggapi analisis Tim Riset CNBC Indonesia tentang perberasan di Jakarta, Minggu (5/5/2019).

Selanjutnya pada era pemerintahan sekarang, sambung Bambang, sejak 2015 program besar-besaran rehabilitasi jaringan irigasi 3,5 juta hektare, mekanisasi 460 ribu unit, asuransi usaha tani, dan lainnya. Hasilnya, produksi naik tinggi, PDB tumbuh positif berturut-turut. PDB tanaman pangan 2015 tumbuh 4,32%, 2016 tumbuh 2,57%.

"Terus untuk PDB tanaman pangan 2018 itu 1,48% karena BPS telah menggunakan metode baru menghitung angka produksi padi metode Kerangka Sampling Area (KSA, red)) yang berimbas pada angka pertumbuhan PDB nya," tuturnya.

"Jadi tolong analisis CNBC agar lebih komprehenship dengan mencermati perubahan angka-angka dengan memperhatikan adanya perubahan metode pengukuran di BPS," tegas Bambang.

Berkaitan dengan impor beras, Bambang menjelaskan impor beras 2015 tersebut jumlahnya sedikit dan sebagian meluncur ke 2016 karena terjadi El-Nino paling parah sepanjang sejarah dan 2016 terjadi La-Nina. Bandingkan dengan impor beras 1997-1998, jumlahnya hampir 12 juta ton walau El-Nino tidak lebih parah dari 2015.

"Lihat di tahun 2016-2017 tidak ada impor beras konsumsi, tapi menir untuk kebutuhan industri dan lainnya. Impor 2018 itu hanya untuk jaga-jaga dan sampai sekarang belum dipakai, masih tersimpan di gudang," jelasnya.

Oleh karena itu, Bambang menyarankan agar Tim Riset CNBC jangan hanya lihat angka-angka saja, tapi dalami apa yang terjadi di balik angka itu. Ingat budaya bangsa Indonesia mengonsumsi beras dan potensi sumber daya alam sangat tersedia untuk ditanami padi.

"Jangan khawatir, padi tetap menjadi program prioritas nasional dan produksi beras dijamin lebih dari cukup. Bahkan sekarang siap-siap ekspor," pungkas Bambang.
(poe)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5576 seconds (0.1#10.140)