Kebijakan Pengetatan Anggaran Ala Sri Mulyani Disebut Kuno

Selasa, 25 Juni 2019 - 17:31 WIB
Kebijakan Pengetatan Anggaran Ala Sri Mulyani Disebut Kuno
Kebijakan Pengetatan Anggaran Ala Sri Mulyani Disebut Kuno
A A A
JAKARTA - Ekonom senior Rizal Ramli mengaku telah memberikan peringatan sejak lama seputar rencana Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dalam menerapkan kebijakan austerity atau pengetatan anggaran bakal berdampak pada memburuknya perekonomian Indonesia. Terang dia, hal itu disampaikan mantan Tim Panel Ekonomi PBB itu 3,5 tahun silam.

Kepada Jokowi, Rizal Ramli menjelaskan bahwa kebijakan austerity atau pengetatan anggaran yang dilakukan Menkeu Sri Mulyani merupakan hal yang kuno. Kebijakan ekonomi makro super konservatif itu hanya akan membuat senang kreditor utang dan investor asing.

Sementara akibat yang diterima masyarakat atas kebijakan menteri yang mendapat gelar terbaik di dunia itu, kata Rizal Ramli, adalah pertumbuhan ekonomi yang stagnan di angka lima persen. Selain itu, daya beli masyarakat akan anjlok dan berpengaruh pada harga aset yang yang rontok

Prediksi mantan Menko Ekuin era pemerintahan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur itu-pun terbukti benar. Tercatat hingga kini, pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak bisa menembus angka 6%. Sementara, daya beli masyarakat juga mengalami penurunan.

Dampaknya, perusahaan sekelas Giant segera tutup dan berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) ribuan karyawan. Begitu juga dengan perusahaan plat merah, seperti, PT Krakatau Steel juga harus melakukan restrukturisasi ribuan karyawan.

“Hari ini sektor retail rontok, Giant tutup PHK, Krakatau Steel PHK. Investor China pesta karena asset price anjlok. Terjadi pergantian pola kepemilikan. Jokowi dikibuli,” ujar Rizal Ramli di Jakarta, Selasa (24/6/2019).

Dia juga mengingatkan pemerintah untuk tidak menyangkal penurunan daya beli dengan menyebut masyarakat pindah belanja ke sektor daring atau online. Bagi Rizal Ramli, sektor daring tanah air kini tidak lebih memprihatinkan. Sebab, 70 persen aplikasi jual beli online yang ada sebatas menjadi alat pemasaran produk-produk impor. “Jika nanti sektor retail dan online dikuasai asing, maka komplitlah ketergantungan impor menjadi permanen,” tandasnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3579 seconds (0.1#10.140)