Pengaruhi Pengelolaan SDA, Pengesahan RUU Pertanahan Diminta Ditunda

Jum'at, 12 Juli 2019 - 22:59 WIB
Pengaruhi Pengelolaan SDA, Pengesahan RUU Pertanahan Diminta Ditunda
Pengaruhi Pengelolaan SDA, Pengesahan RUU Pertanahan Diminta Ditunda
A A A
YOGYAKARTA - Rancangan Undang-undang (RUU) Pertanahan mendapatkan desakan agar tidak terlalu terburu-buru untuk disahkan, lantaran menyangkut kepentingan banyak sektor tidak cuma tanah tetapi ada sektor kehutanan, pertambangan dan sebagainya. Salah satu desakan itu datang dari Dekan Fakultas Kehutanan se-Indonesia yang menerangkan, alasan penundaan karena RUU itu belum dibahas secra komprehensif dengan melibatkan stake holder atau pihak terkait.

Pertemuan para Dekan Fakultas Kehutanan se-Indonesia selama dua hari sejak Kamis (11/7) hingga Jumat (12/7) menyepakati pernyataan sikap yang meminta agar DPR-Pemerintah menunda pengesahan RUU Pertanahan.

Desakan penundaan pengesahan tersebut tertuang dalam pernyataan sikap FOReTIKA (forum para Dekan Fakultas Kehutanan se-Indonesia) yang ditandatangani Ketua FOReTIKA yang juga Dekan Fakultas Kehutanan IPB Bogor, Rinekso Soekmadi di Kampus UGM, Bulaksumur, Yogyakarta, Jumat (12/7).

Para Dekan Fakultas Kehutanan yang hadir dalam pertemuan di Kampus UGM antara lain, Dekan Fakultas Kehutanan dari Jambi, Mulawarman, Kalimantan Timur, Tadulako, Sulawesi Tenggara, Dekan Fakulttas Kehutanan Universitas Muhammadiyah Palangkaraya, Kalteng dan sebagainya.

“Kami mengkritisi RUU ini yang katanya akan segera disahkan, padahal, masih banyak masalah yang harus dibahas dan didalami. Sebab RUU Pertanahan ini menyangkut kepentingan di luar persoalan tanah semata, akan tetapi ada sektor kehutanan, pertambangan dan sebagainya,” papar Rinekso Soekmadi saat dikonfirmasi soal agenda pertemuan FOReTIKA di UGM adalah membahas RUU Pertanahan.

Diungkapkan Rinekso, para Dekan Kehutanan se-Indonesia mencium ada ketidakterbukaan dalam proses pembahasan RUU yang sangat penting ini bagi masyarakat. "Kami sendiri para akademisi bidang kehutanan tidak diajak bicara dan kami mengikuti perkembangan RUU ini malahdari pihak luar,” akunya.

Karena itu dia menerangkan, bahwa pembahasan RUU Pertanahan selama ini belum optimal sehingga perlu kajian dan pembahasan yang lebih mendalam mengingat dampak besar jika RUU Pertanahan terlalu tergesa-gesa disahkan. “Kami usulkan agar pembahasan dilanjutkan pada DPR periode mendatang saja,” katanya.

Sikap Para Dekan

Mengenai Sikap para Dekan Kehutanan yang dituangkan dalam pernyataan bersama tersebut, Rienekso mengungkapkan, penyampaian pandangan oleh Para Dekan Fakultas Kehutanan menjadi penting, karena baik langsung maupun tidak langsung RUU Pertanahan diperkirakan akan mempengaruhi keberlangsungan sumberdaya alam hutan dan keberlanjutan pengelolaanya.

Adapun enam butir pernyataan sikap Dekan Fakultas Kehutanan se-Indonesia yakni pertama, FOReTika mengapresiasi upaya penyempurnaan Undang-Undang No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang dituangkan dalam RUU Pertanahan.

"Penyempurnaan ini diharapkan dapat menjadi solusi terhadap persoalan pertanahan di Indonesia dan mendorong kinerja pembangunan sektor kehutanan yang pada faktanya masih belum memenuhi asas keadilan dan kemakmuran. Serta belum secara maksimal memperhatikan aspek kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan," jelasnya.

Poin kedua yaitu penataan ruang harus memenuhi azas kemakmuran dengan kriteria di antaranya Berkeadilan, Memberikan keamanan, kenyamanan, produktif dan berkelanjutan; Terhindar dari bencana alam/lingkungan; Tidak ada kesenjangan antar daerah serta Menghasilkan nilai tambah.

Ketiga, hadirnya UU baru, penting mempertimbangkan faktor harmonisasi dan sinkronisasi dengan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga dapat lebih memastikan tidak terjadinya: konflik, kontradiksi, tumpang tindih, inkonsistensi, kesenjangan hukum dan kesulitan/kendala implementasi.

"Lalu keempat, RUU Pertanahan ini diyakini menyangkut kepentingan banyak sektor, termasuk sektor kehutanan dan bukan hanya semata-mata persoalan tanah dan penguasaan lahan," paparnya.

Berikutnya kelima, RUU Pertanahan yang dalam pembahasannya saat ini telah masuk dalam Panitia Kerja DPR RI, dirasa belum mengedepankan asas keterbukaan informasi publik dan masih memerlukan kajian lebih intensif dengan melibatkan para pihak, termasuk para akademisi bidang kehutanan.

Sedangkan pernyataan keenam atauterakhir , apabila RUU Pertanahan dipaksakan untuk disahkan pada akhir periode DPR RI 2014-2019, dikhawatirkan tidak dapat menjadi solusi terhadap permasalahan pertanahan.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9644 seconds (0.1#10.140)