Sinergi dan Inovasi Industri Asuransi untuk Mendukung Penerapan GCG
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mengoptimalisasi penetrasi asuransi dalam upaya meningkatkan kontribusi industri asuransi di sektor perekonomian nasional, Indonesia Re melakukan sejumlah strategi khusus. Salah satunya dengan menggelar forum diskusi yang melibatkan berbagai pemangku kebijakan dalam negeri serta figur perasuransian dari luar negeri untuk berbagi informasi dan ilmu.
Indonesia Re kembali menggelar Indonesia Re International Conference (IIC) 2024 dengan tema “Accelerating Transformation in Insurance Industry: Driving Growth, Strengthening Resilience” di The Westin Jakarta pada 24 - 25 Juli 2024. Acara hari kedua ini dihadiri oleh lebih dari 300 peserta di tempat sehingga total tidak kurang dari 1.500 partisipan hadir secara daring dan luring selama pelaksanaan dua hari konferensi.
Menyoroti tingkat daya saing ekonomi Indonesia yang meningkat di tahun ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyebutkan, performa ini perlu ditingkatkan termasuk dalam memberikan dukungan terhadap industri asuransi.
“Hasil Riset Institute for Management Development (IMD) World Competitiveness Ranking (WCR) 2024 mencatat bahwa Indonesia menduduki posisi ke-27 dari 67 negara, angka ini naik 7 tingkat (y-o-y). Di lingkup regional, Indonesia berada di posisi nomor tiga, di bawah Singapura dan Thailand. Potensi ekonomi Indonesia yang menjanjikan ini, perlu juga didukung di bidang asuransi dimana perusahaan reasuransi menjadi salah satu penopang risiko berbagai industri di Indonesia,” ujar Airlangga saat membuka IIC 2024 hari kedua.
Pemerintah Indonesia menargetkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan melalui optimalisasi pendapatan negara, penguatan belanja berkualitas dan pembiayaan inovatif. Pemerintah juga mendorong penggunaan teknologi digital dalam industri asuransi untuk meningkatkan efisiensi dan aksesibilitas layanan.
“Mendukung industri reasuransi dilakukan dengan memaksimalkan digitalisasi, peran kecerdasan artifisial, ekonomi hijau dan transisi energi, yang akan berfungsi sebagai akselerator pertumbuhan untuk generasi masa depan,” tegas Airlangga.
Di hari kedua, Indonesia Re mengajak panelis untuk fokus terhadap perkembangan bisnis asuransi terutama dengan memaksimalkan teknologi dan aset data. Selain Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Indonesia Re juga menghadirkan tokoh pemerintah lainnya yakni, Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Narendra Jatna, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fathan Subchi, Staf Ahli Bidang Implementasi Kebijakan Kementerian BUMN, Wahyu Setyawan, dan Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Iwan Pasila.
Pada tahun 2024, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan panduan bagi perusahaan reasuransi dalam mengembangkan produk asuransi. Panduan ini dirancang untuk memastikan perusahaan asuransi dan reasuransi memiliki aset yang stabil untuk menutupi liabilitasnya. Beberapa panduan yang disampaikan berbentuk analisis kebutuhan pasar, kepatuhan regulasi dan penerapan teknologi digital.
“Saat ini, produk asuransi yang ditawarkan ke masyarakat belum proper. OJK mendukung percepatan transformasi sektor asuransi untuk tumbuh sehat, stabil dan berkelanjutan. Upaya yang akan kami lakukan diantaranya adalah menerbitkan PSAK 117 terkait manajemen kontrak industri asuransi agar pelaporan nantinya lebih transparan dan penerapan PSAK 109 tentang integrasi seluruh instrumen finansial di Indonesia, termasuk perusahaan reasuransi,” ujar Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Iwan Pasila dalam paparannya.
Sementara itu, Staf Ahli Bidang Bidang Implementasi Kebijakan Kementerian BUMN, Wahyu Setyawan menyebut, dukungan terhadap industri asuransi perlu ditingkatkan karena penetrasi asuransi saat ini masih rendah.
“Sebelumnya, kita mengetahui bahwa reasuransi telah membantu pemulihan ekonomi pasca-covid19, membantu social development dan menciptakan inovasi. Kedepannya, perusahaan reasuransi termasuk Indonesia Re perlu untuk memastikan diversifikasi portofolio yang dibangun cukup kuat juga menjamin kualitas manajemen risiko berjalan stabil seterusnya,” ucap Wahyu.
Dukungan terhadap industri asuransi juga ditunjukkan oleh DPR RI sebagai legislator. Dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK), DPR RI dapat meningkatkan stabilitas, efisiensi, dan daya saing industri keuangan.
Dalam presentasinya, Fathan Subchi menyebut UU ini dapat membuka peluang bagi perusahaan reasuransi untuk berekspansi ke pasar baru, baik domestik maupun internasional. Ia juga menegaskan, regulasi ini memastikan perusahaan asuransi terus stabil mengelola aset yang dimiliki.
“Perusahaan reasuransi diharuskan untuk mengadopsi manajemen risiko yang lebih komprehensif dan efektif, mencakup identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko secara lebih baik," bebernya.
Memimpin jalannya panel diskusi “The Future of Insurance: Enhancing Enterprise Data Center as Corporate Strategic Enabler”, Direktur Teknik Operasi Indonesia Re Delil Khairat menyebut, integrasi pusat data dalam industri asuransi di Indonesia telah menjadi perhatian pemerintah dan berbagai pihak terkait, meskipun implementasinya masih dalam proses pengembangan dan penyesuaian.
Efisiensi operasional pusat data dilakukan untuk mengurangi konsumsi energi dan emisi karbon. Selain itu, untuk mengurangi jumlah server fisik, implementasi virtual dan memanfaatkan cloud computing juga jadi kiat perusahaan reasuransi mendukung ekonomi berkelanjutan.
Dukungan terhadap kebijakan dan regulasi dari berbagai pemangku kebijakan, termasuk di dalamnya mengadvokasikan investasi hijau dan memastikan kepatuhan standar yang berlaku dalam transformasi digital, industri asuransi di Indonesia dapat berkontribusi pada pencapaian ekonomi berkelanjutan. Ini tidak hanya membantu mengurangi dampak lingkungan tetapi juga menciptakan nilai jangka panjang bagi perusahaan, klien, dan masyarakat.
Sementara itu dalam panel diskusi “Indonesia’s Green Taxonomy: Ways to Achieve Economic Resilience and Global Sustainability”, Direktur Direktur Manajemen Risiko, Kepatuhan, SDM dan Corporate Secretary Indonesia Re, Robbi Yanuar Walid menyebut, green taxonomy atau taksonomi hijau menjadi salah satu prinsip yang yang dijalankan oleh pemerintah Indonesia untuk mencapai keberlanjutan dalam bidang ekonomi dan investasi.
“Untuk menjalankan prinsip Taksonomi Hijau dan mencapai ekonomi berkelanjutan, Indonesia dapat mengambil berbagai langkah strategis yang melibatkan pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat,” ujar Robbi.
Ia juga menambahkan, perusahaan asuransi memainkan peran penting dalam menjalankan taksonomi hijau dan mendukung ekonomi berkelanjutan dengan menerapkan sejumlah strategi, “Sebagai perusahaan reasuransi milik publik, kami mendorong integrasi prinsip taksonomi hijau dalam kebijakan investasi, termasuk membentuk portofolio investasi yang didominasi oleh aset-aset hijau dan berkelanjutan.”
Dengan adanya keberadaan reasuransi, perusahaan asuransi terbantu dalam mengelola risiko dari sisi penyediaan perlindungan tambahan terhadap klaim besar atau kerugian yang tidak terduga, termasuk pencegahan tindak pidana korupsi.
Hal ini diperkuat dengan pernyataan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan RI, Narendra Jatna yang menyebut peran reasuransi sangat dibutuhkan tidak hanya dalam industri perekonomian, tetapi juga menjaga stabilitas penerapan hukum di Indonesia.
“Dari sisi hukum, reasuransi berperan untuk memitigasi risiko dalam pelaksanaan regulasi. Apabila dikaitkan dengan sisi keuangan negara, maka ini sangatlah penting. Reasuransi jadi salah satu upaya pencegahan terhadap kerugian negara dan inefisiensi, terutama dalam konteks pencegahan tindak pidana korupsi,” ungkap Jatna yang hadir melalui sambungan teleconference.
Ia mendorong pendekatan reasuransi jadi salah satu komponen kepatuhan untuk kegiatan yang berisiko tinggi dalam bisnis. Tujuan akhir yang ingin dicapai ialah, reasuransi menjadi bagian dalam pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) yang merupakan salah satu bentuk pencegahan tindak pidana korupsi.
Melalui kegiatan yang didukung oleh PT AON Indonesia, PT K.M. Dastur Indonesia Reinsurance Brokers, Munich Re, Gallagher Re, Asia Reinsurance Brokers (ARB), BTN Syariah, UMBRA Strategic Legal Solutions, PT Mitra Integrasi Informatika, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT Care Technologies dan Guy Carpenter ini, Indonesia Re membuka panel diskusi bersama dengan pakar dari berbagai industri untuk membahas bagaimana industri asuransi mempengaruhi industri keuangan dan industri lainnya seperti energi terbarukan. Turut hadir dalam acara ini para CEO dari seluruh perusahaan asuransi di Indonesia.
Indonesia Re kembali menggelar Indonesia Re International Conference (IIC) 2024 dengan tema “Accelerating Transformation in Insurance Industry: Driving Growth, Strengthening Resilience” di The Westin Jakarta pada 24 - 25 Juli 2024. Acara hari kedua ini dihadiri oleh lebih dari 300 peserta di tempat sehingga total tidak kurang dari 1.500 partisipan hadir secara daring dan luring selama pelaksanaan dua hari konferensi.
Menyoroti tingkat daya saing ekonomi Indonesia yang meningkat di tahun ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyebutkan, performa ini perlu ditingkatkan termasuk dalam memberikan dukungan terhadap industri asuransi.
“Hasil Riset Institute for Management Development (IMD) World Competitiveness Ranking (WCR) 2024 mencatat bahwa Indonesia menduduki posisi ke-27 dari 67 negara, angka ini naik 7 tingkat (y-o-y). Di lingkup regional, Indonesia berada di posisi nomor tiga, di bawah Singapura dan Thailand. Potensi ekonomi Indonesia yang menjanjikan ini, perlu juga didukung di bidang asuransi dimana perusahaan reasuransi menjadi salah satu penopang risiko berbagai industri di Indonesia,” ujar Airlangga saat membuka IIC 2024 hari kedua.
Pemerintah Indonesia menargetkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan melalui optimalisasi pendapatan negara, penguatan belanja berkualitas dan pembiayaan inovatif. Pemerintah juga mendorong penggunaan teknologi digital dalam industri asuransi untuk meningkatkan efisiensi dan aksesibilitas layanan.
“Mendukung industri reasuransi dilakukan dengan memaksimalkan digitalisasi, peran kecerdasan artifisial, ekonomi hijau dan transisi energi, yang akan berfungsi sebagai akselerator pertumbuhan untuk generasi masa depan,” tegas Airlangga.
Di hari kedua, Indonesia Re mengajak panelis untuk fokus terhadap perkembangan bisnis asuransi terutama dengan memaksimalkan teknologi dan aset data. Selain Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Indonesia Re juga menghadirkan tokoh pemerintah lainnya yakni, Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Narendra Jatna, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fathan Subchi, Staf Ahli Bidang Implementasi Kebijakan Kementerian BUMN, Wahyu Setyawan, dan Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Iwan Pasila.
Pada tahun 2024, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan panduan bagi perusahaan reasuransi dalam mengembangkan produk asuransi. Panduan ini dirancang untuk memastikan perusahaan asuransi dan reasuransi memiliki aset yang stabil untuk menutupi liabilitasnya. Beberapa panduan yang disampaikan berbentuk analisis kebutuhan pasar, kepatuhan regulasi dan penerapan teknologi digital.
“Saat ini, produk asuransi yang ditawarkan ke masyarakat belum proper. OJK mendukung percepatan transformasi sektor asuransi untuk tumbuh sehat, stabil dan berkelanjutan. Upaya yang akan kami lakukan diantaranya adalah menerbitkan PSAK 117 terkait manajemen kontrak industri asuransi agar pelaporan nantinya lebih transparan dan penerapan PSAK 109 tentang integrasi seluruh instrumen finansial di Indonesia, termasuk perusahaan reasuransi,” ujar Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Iwan Pasila dalam paparannya.
Sementara itu, Staf Ahli Bidang Bidang Implementasi Kebijakan Kementerian BUMN, Wahyu Setyawan menyebut, dukungan terhadap industri asuransi perlu ditingkatkan karena penetrasi asuransi saat ini masih rendah.
“Sebelumnya, kita mengetahui bahwa reasuransi telah membantu pemulihan ekonomi pasca-covid19, membantu social development dan menciptakan inovasi. Kedepannya, perusahaan reasuransi termasuk Indonesia Re perlu untuk memastikan diversifikasi portofolio yang dibangun cukup kuat juga menjamin kualitas manajemen risiko berjalan stabil seterusnya,” ucap Wahyu.
Dukungan terhadap industri asuransi juga ditunjukkan oleh DPR RI sebagai legislator. Dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK), DPR RI dapat meningkatkan stabilitas, efisiensi, dan daya saing industri keuangan.
Dalam presentasinya, Fathan Subchi menyebut UU ini dapat membuka peluang bagi perusahaan reasuransi untuk berekspansi ke pasar baru, baik domestik maupun internasional. Ia juga menegaskan, regulasi ini memastikan perusahaan asuransi terus stabil mengelola aset yang dimiliki.
“Perusahaan reasuransi diharuskan untuk mengadopsi manajemen risiko yang lebih komprehensif dan efektif, mencakup identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko secara lebih baik," bebernya.
Memimpin jalannya panel diskusi “The Future of Insurance: Enhancing Enterprise Data Center as Corporate Strategic Enabler”, Direktur Teknik Operasi Indonesia Re Delil Khairat menyebut, integrasi pusat data dalam industri asuransi di Indonesia telah menjadi perhatian pemerintah dan berbagai pihak terkait, meskipun implementasinya masih dalam proses pengembangan dan penyesuaian.
Efisiensi operasional pusat data dilakukan untuk mengurangi konsumsi energi dan emisi karbon. Selain itu, untuk mengurangi jumlah server fisik, implementasi virtual dan memanfaatkan cloud computing juga jadi kiat perusahaan reasuransi mendukung ekonomi berkelanjutan.
Dukungan terhadap kebijakan dan regulasi dari berbagai pemangku kebijakan, termasuk di dalamnya mengadvokasikan investasi hijau dan memastikan kepatuhan standar yang berlaku dalam transformasi digital, industri asuransi di Indonesia dapat berkontribusi pada pencapaian ekonomi berkelanjutan. Ini tidak hanya membantu mengurangi dampak lingkungan tetapi juga menciptakan nilai jangka panjang bagi perusahaan, klien, dan masyarakat.
Sementara itu dalam panel diskusi “Indonesia’s Green Taxonomy: Ways to Achieve Economic Resilience and Global Sustainability”, Direktur Direktur Manajemen Risiko, Kepatuhan, SDM dan Corporate Secretary Indonesia Re, Robbi Yanuar Walid menyebut, green taxonomy atau taksonomi hijau menjadi salah satu prinsip yang yang dijalankan oleh pemerintah Indonesia untuk mencapai keberlanjutan dalam bidang ekonomi dan investasi.
“Untuk menjalankan prinsip Taksonomi Hijau dan mencapai ekonomi berkelanjutan, Indonesia dapat mengambil berbagai langkah strategis yang melibatkan pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat,” ujar Robbi.
Ia juga menambahkan, perusahaan asuransi memainkan peran penting dalam menjalankan taksonomi hijau dan mendukung ekonomi berkelanjutan dengan menerapkan sejumlah strategi, “Sebagai perusahaan reasuransi milik publik, kami mendorong integrasi prinsip taksonomi hijau dalam kebijakan investasi, termasuk membentuk portofolio investasi yang didominasi oleh aset-aset hijau dan berkelanjutan.”
Dengan adanya keberadaan reasuransi, perusahaan asuransi terbantu dalam mengelola risiko dari sisi penyediaan perlindungan tambahan terhadap klaim besar atau kerugian yang tidak terduga, termasuk pencegahan tindak pidana korupsi.
Hal ini diperkuat dengan pernyataan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan RI, Narendra Jatna yang menyebut peran reasuransi sangat dibutuhkan tidak hanya dalam industri perekonomian, tetapi juga menjaga stabilitas penerapan hukum di Indonesia.
“Dari sisi hukum, reasuransi berperan untuk memitigasi risiko dalam pelaksanaan regulasi. Apabila dikaitkan dengan sisi keuangan negara, maka ini sangatlah penting. Reasuransi jadi salah satu upaya pencegahan terhadap kerugian negara dan inefisiensi, terutama dalam konteks pencegahan tindak pidana korupsi,” ungkap Jatna yang hadir melalui sambungan teleconference.
Ia mendorong pendekatan reasuransi jadi salah satu komponen kepatuhan untuk kegiatan yang berisiko tinggi dalam bisnis. Tujuan akhir yang ingin dicapai ialah, reasuransi menjadi bagian dalam pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) yang merupakan salah satu bentuk pencegahan tindak pidana korupsi.
Melalui kegiatan yang didukung oleh PT AON Indonesia, PT K.M. Dastur Indonesia Reinsurance Brokers, Munich Re, Gallagher Re, Asia Reinsurance Brokers (ARB), BTN Syariah, UMBRA Strategic Legal Solutions, PT Mitra Integrasi Informatika, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT Care Technologies dan Guy Carpenter ini, Indonesia Re membuka panel diskusi bersama dengan pakar dari berbagai industri untuk membahas bagaimana industri asuransi mempengaruhi industri keuangan dan industri lainnya seperti energi terbarukan. Turut hadir dalam acara ini para CEO dari seluruh perusahaan asuransi di Indonesia.
(akr)