6 Negara Arab yang Tertarik Gabung BRICS

Kamis, 08 Agustus 2024 - 14:31 WIB
loading...
6 Negara Arab yang Tertarik...
Setidaknya ada delapan negara Arab yang pernah mendaftar secara resmi untuk bergabung dengan kelompok negara-negara berkembang utama, BRICS. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Setidaknya ada delapan negara Arab yang pernah mendaftar secara resmi untuk bergabung dengan kelompok negara- negara berkembang utama, BRICS . Hal ini disampaikan oleh menteri luar negeri Afrika Selatan menjelang KTT BRICS tahun lalu.

Saat itu Menteri Luar Negeri Afrika Selatan, Naledi Pandor mengatakan, bahwa total ada 23 negara yang secara resmi mengajukan permohonan untuk bergabung dengan BRICS, termasuk di antaranya delapan negara Arab.Dari deretan negara Arab yang tertarik gabung BRICS, tiga di antaranya kini sudah bergabung dalam geng negara berkembang yang dipimpin China-Rusia tersebut. Mereka adalah Uni Emirat Arab (UEA), Mesir dan Arab Saudi.



Aliansi ekonomi BRICS yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan sepakat mengundang 6 anggota baru sejak awal tahun. Arab Saudi sah gabung dengan blok BRICS bersama dengan Mesir, Ethiopia, Iran, dan Uni Emirat Arab sebagai anggota resmi.

Keanggotaan mereka mulai berlaku pada 1 Januari 2024, menandai ekspansi yang signifikan oleh BRICS. Meskipun BRICS telah berjuang untuk mencapai potensi ekonominya, BRICS memproyeksikan dirinya sebagai alternatif geopolitik terhadap tatanan dunia yang dipimpin AS, dan memposisikan dirinya sebagai perwakilan negara-negara Selatan.

Anggota-anggota baru sangat ingin memanfaatkan pengaruh dan kekuatan ekonomi BRICS, tak terkecuali bagi negara-negara Arab. Selanjutnya terserah BRICS, apakah mereka bakal kembali melakukan perluasan dengan merekrut negara-negara Arab?.

Berikut daftar 6 negara Arab yang tertarik gabung BRICS

1. Afghanistan


Afghanistan berada di bawah kendali Taliban sejak September 2021. Taliban telah mengumumkan Negara Islam Afghanistan, tetapi belum diakui secara resmi. Itulah yang menjadikan Afghanistan ingin bergabung dengan BRICS sehingga mendapatkan pengakuan dari negara lain.

Dengan populasi 40 juta jiwa, negara ini adalah salah satu yang terbesar di Asia Tengah, tetapi perang selama puluhan tahun telah menjadikan Afghanistan sebagai salah satu negara termiskin dan terbelakang di dunia.

2. Aljazair


Sejak 2022, Aljazair dilaporkan telah mengisi sebuah lamaran untuk menjadi anggota BRICS. Kabar ini terungkap berdasarkan pernyataan Leila Zerrouki yang saat itu menjadi utusan khusus Kementerian Luar Negeri Aljazair bidang kemitraan luar negeri.

Aljazair telah mengajukan permohonan untuk bergabung dengan kelompok BRICS dan mengajukan permintaan untuk menjadi anggota pemegang saham Bank BRICS dengan jumlah USD1,5 miliar, mengutip Presiden Aljazair Abdelmadjid Tebboune seperti dilaporkan Ennahar TV.

Tebboune mengatakan pada akhir kunjungannya ke China bahwa Aljazair telah berusaha bergabung dengan BRICS untuk membuka peluang ekonomi baru. Layanan berita resmi APS Aljazair menyoroti peran China sebagai negara non-Arab pertama yang mengakui pemerintahan sementara Aljazair pada 1958, yang didirikan di tengah perang kemerdekaan yang brutal dari Perancis.

Sejak 2014, Aljazair dan China telah menjadi mitra strategis dan berkomitmen untuk mengembangkan kerja sama di bidang ekonomi, perdagangan, energi, ruang angkasa, dan kesehatan.

China juga telah terlibat dalam serangkaian proyek infrastruktur di Aljazair. Ditopang oleh hubungan kedua negara, sepertinya Aljazair menjadi salah satu negara yang sangat intens menawarkan diri buat bergabung ke dalam BRICS.

3. Bahrain


Kelompok BRICS mulai menyebar undangan untuk Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) 2024 mendatang di Kazan, Rusia. Diberitakan, Presiden Rusia Vladimir Putin telah mengundang Raja Bahrain, Hamad bin Isa Al Khalifa, untuk menghadiri pertemuan puncak yang dijadwalkan berlangsung pada Oktober, mendatang.

Melansir watcher.guru, Bahrain tertarik dengan inisiatif BRICS, dan karena hubungannya dengan Rusia. Kemungkinan Bahrain menjadi kandidat yang akan menerima undangan untuk bergabung dengan aliansi tersebut pada musim gugur ini.

Sebagai informasi Bahrain disebutkan mengajukan permohonan untuk bergabung dengan BRICS pada tahun 2022, tetapi tidak termasuk di antara negara-negara yang secara resmi diundang untuk bergabung dengan blok ekonomi berkembang utama dalam KTT di Johannesburg, Afrika Selatan.

4. Kuwait


Kuwait disebut-sebut menjadi salah satu negara yang masuk dalam antrean untuk gabung bersama BRICS. Namun belum ada pernyataan resmi dari negara kaya minyak tersebut.

Perekonomian Kuwait sangat bertumpu pada sektor minyak. Sektor minyak menyumbang sekitar 90% total penerimaan Pemerintah dan 95% total ekspor Kuwait.

Negara yang menjadi tujuan ekspor produk Kuwait adalah India, Saudi Arabia, United Arab Emirates, Cina, Iraq, Qatar, Rusia, Oman, Pakistan Amerika dan Indonesia. Sedangkan Negara pengimpor Kuwait adalah Cina, Amerika, Emirat Arab, Jepang, Jerman, India, Saudi, Itali Korea, Perancis dan Indonesia.

5. Palestina


Pada akhir 2023, Palestina telah mengajukan permohonan untuk bergabung dengan blok BRICS bersama tujuh negara Arab: Aljazair, Mesir, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain, Kuwait, dan Maroko.

Meskipun Palestina tidak diundang ke KTT Johannesburg pada bulan Agustus, lalu dan tidak termasuk di antara negara-negara yang akan segera bergabung dalam pertemuan tersebut, BRICS dapat membantu membawa – dan dalam beberapa hal sudah membawa – isu kenegaraan Palestina ke panggung internasional.

Meskipun dukungan BRICS terhadap Palestina bukanlah hal yang baru, namun konteks terkini menjadi hal yang baru seperti dilansir Aljazeera. Namun ada beberapa tantangan berat untuk membuat Palestina bergabung dalam blok BRICS yang digawangi China dan Rusia.

6. Tunisia


Tunisia juga menyatakan minatnya untuk bergabung dengan BRICS, meski belum mengajukan permohonan resmi. Meski begitu, permintaan tersebut terbilang mengejutkan, pasalnya negara ini terperosok dalam krisis ekonomi parah yang semakin memburuk sejak tahun 2021.

Utang nasional negara tersebut tahun 2020 mencapai 80% dari PDB, dan pemerintah Tunisia menghadapi krisis keuangan yang serius. Namun Tunisia enggan menerima persyaratan dan reformasi anggaran yang diberlakukan oleh pemberi pinjaman tradisional, terutama Dana Moneter Internasional (IMF).

Oleh karena itu, pemerintah Tunisia tampaknya bertekad untuk mencari bantuan dari organisasi alternatif, termasuk BRICS dan NDB-nya. Namun, tujuan bank tersebut adalah untuk memobilisasi sumber daya untuk proyek-proyek negara anggota – bukan untuk menopang pemerintah yang gagal.

Kita lihat saja apakah Tunisia berpeluang gabung bersama negara-negara berkembang utama. Ketertarikan negara Arab mencerminkan ambisi mereka untuk menjadi aktor penuh di arena global – dan bukannya hanya menonton dari pinggir lapangan.
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1557 seconds (0.1#10.140)