Awan Hitam Olimpiade, Menyisakan Lilitan Utang bagi Tuan Rumah

Senin, 12 Agustus 2024 - 02:25 WIB
loading...
Awan Hitam Olimpiade,...
Biaya menjadi tuan rumah Olimpiade terus meroket, sementara itu dampak ekonominya masih jauh dari jelas. Olimpiade Paris 2024 bisa menjadi ujian. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Biaya menjadi tuan rumah Olimpiade terus meroket, sementara itu dampak ekonomi nya masih jauh dari jelas. Olimpiade Paris 2024 bisa menjadi ujian apakah reformasi yang dilakukan membuat penyelenggaraan menjadi kesepakatan yang menguntungkan.

Olimpiade terus berkembang secara dramatis sejak pertandingan modern pertama digelar pada tahun 1896. Pada paruh kedua abad ke-20, baik biaya tuan rumah maupun pendapatan yang dihasilkan dari penyelenggaraan Olimpiade terus tumbuh. Namun di sisi lain ada kontroversi atas beban yang dipikul negara tuan rumah.



Banyak ekonom berpendapat bahwa manfaat menjadi tuan rumah Olimpiade telah dibesar-besarkan dan yang paling buruk bahkan tidak menguntungkan, meninggalkan banyak negara tuan rumah dengan hutang besar dan kewajiban pemeliharaan.

Awan Hitam Olimpiade, Menyisakan Lilitan Utang bagi Tuan Rumah


Para analis menyarankan agar komite Olimpiade mereformasi proses penawaran dan seleksi untuk memberi insentif pada perencanaan anggaran yang realistis, meningkatkan transparansi, dan mempromosikan investasi berkelanjutan yang melayani kepentingan publik.

Namun Komite Olimpiade Internasional (IOC) dan para pendukungnya berpendapat bahwa menjadi tuan rumah dapat meningkatkan profil kota yang ditunjuk sebagai penyelenggara serta menghasilkan manfaat ekonomi melalui pariwisata dan investasi dalam infrastruktur.



Belakangan kembali menjadi perdebatan tentang biaya dan manfaat menyelenggarakan acara besar semacam Olimpiade. Kenaikan biaya akibat penundaan imbas pandemi, membuat Olimpiade Tokyo 2020 melanjutkan rentetan biaya overrunning selama beberapa dekade.

Empat tahun kemudian, tuan rumah Paris juga akan menghadapi tagihan bernilai miliaran dolar. Dengan sejarah mantan tuan rumah lainnya masih berjuang dengan utang yang mereka keluarkan, beberapa kota yang menjadi kandidat untuk event selanjutnya telah menarik tawaran.

Kapan Biaya Tuan Rumah Olimpiade Jadi Sorotan

Bagi sebagian negara, pementasan Olimpiade adalah beban yang dapat dikelola tuan rumah. Acara tersebut diadakan di negara-negara kaya, baik di Eropa atau Amerika Serikat.

Lalu saat era sebelum adanya siaran televisi, tuan rumah tidak berharap mendapatkan untung. Sebaliknya, pertandingan didanai publik karena mereka yang menjadi tuan rumah adalah negara maju dengan infrastruktur lengkap.

Ekonom Andrew Zimbalist, yang menulis tiga buku tentang ekonomi Olimpiade mengatakan, tahun 1970-an menjadi titik balik. Pertandingan berkembang pesat, dengan jumlah peserta Olimpiade hampir dua kali lipat dari awal abad kedua puluh dan jumlah acara meningkat sepertiga selama tahun 1960-an.

Tetapi beberapa insiden berdarah menodai citra Olimpiade, dan skeptisisme publik untuk menarik utang demi menjadi tuan rumah Olimpiade mulai tumbuh.

Pada tahun 1972, Denver menjadi kota tuan rumah pertama dan satu-satunya yang menolak kesempatan untuk menjadi tuan rumah. Sebuah studi University of Oxford tahun 2024 memperkirakan bahwa, sejak 1960, biaya rata-rata menjadi tuan rumah Olimpiade telah meningkat tiga kali lipat dari harga penawaran.

Olimpiade 1976 di Montreal memperlihatkan risiko fiskal menjadi tuan rumah. Biaya penyelenggaraan diperkirakan mencapai USD124 juta yang diakibatkan adanya penundaan konstruksi dan pembengkakan biaya untuk stadion baru. Olimpiade Montreal akhirnya meninggalkan warisan utang sekitar USD1,5 miliar yang membutuhkan hampir 30 tahun untuk melunasinya.

Los Angeles adalah satu-satunya kota yang menawarkan dirinya menjadi tuan rumah pada Olimpiade 1984. Mereka menegosiasikan persyaratan yang sangat menguntungkan dengan IOC. Hal terpenting yakni Los Angeles bisa memanfaatkan stadion dan infrastruktur yang sudah ada, daripada menjanjikan fasilitas baru yang mewah untuk menarik komite seleksi IOC.

Dikombinasikan dengan lonjakan tajam dari pendapatan siaran televisi, menjadikan Los Angeles satu-satunya kota yang menghasilkan keuntungan saat menjadi tuan rumah Olimpiade, dimana berakhir dengan surplus USD215 juta.

Keberhasilan Los Angeles menyebabkan meningkatnya jumlah kota yang menawar untuk menjadi tuan rumah Olimpiade, dari yang awalnya hanya ada dua pada 1988 menjadi 12 di 2024. Hal ini memungkinkan IOC untuk memilih kota-kota dengan rencana yang paling ambisius.

Selain itu peneliti Robert Baade dan Victor Matheson mengungkap, penawaran dari negara-negara berkembang meningkat lebih dari tiga kali lipat setelah tahun 1988. Negara-negara seperti China, Brasil, dan Rusia sangat ingin memanfaatkan Olimpiade untuk menunjukkan kemajuan mereka di panggung dunia.

Namun negara-negara ini harus mengucurkan investasi yang tidak sedikit demi membangun infrastruktur yang diperlukan. Biaya mengalami lonjakan menjadi USD20 miliar untuk 2016 di Rio de Janeiro.

Biaya ini menyebabkan beberapa kota menarik tawaran mereka. Pada tahun 2019, IOC mengadopsi proses untuk membuat penawaran lebih murah, memperpanjang periode penawaran dan memperluas persyaratan geografis untuk memungkinkan beberapa kota, negara bagian, atau negara menjadi tuan rumah bersama.

Tapi semua itu belum diterjemahkan datangnya lebih banyak penawar. Pada tahun 2021, Brisbane, Australia, tuan rumah Olimpiade 2032, menjadi kota pertama yang memenangkan tawaran Olimpiade tanpa lawan sejak Los Angeles melakukannya pada tahun 1984.

Berapa biaya Jadi Tuan Rumah Olimpiade?

Kota-kota menginvestasikan jutaan dolar untuk mengevaluasi, mempersiapkan, dan mengajukan tawaran ke IOC. Biaya perencanaan, perekrutan konsultan, penyelenggaraan acara, dan perjalanan yang diperlukan secara konsisten turun antara USD50 juta dan USD100 juta.

Tokyo menghabiskan USD50 juta dalam tawaran di tahun 2016 yang berakhir gagal, dan sekitar setengahnya untuk tawaran 2020 yang sukses. Sementara Toronto memutuskan tidak mampu membayar USD60 juta yang dibutuhkan untuk tawaran 2024.

Setelah sebuah kota dipilih untuk menjadi tuan rumah, ia memiliki waktu sekitar 10 tahun untuk mempersiapkan kehadiran atlet dan wisatawan. Olimpiade Musim Panas jauh lebih besar, menarik ratusan ribu wisatawan asing untuk menyaksikan lebih dari sepuluh ribu atlet bersaing dalam sekitar tiga ratus pertandingan olah raga.

Kebutuhan yang paling mendesak adalah membangun atau memoles fasilitas olahraga yang sangat terspesialisasi seperti trek sepeda dan arena lompat ski, Desa Olimpiade, dan tempat yang cukup besar untuk menjadi tuan rumah upacara pembukaan dan penutupan.

Biasanya ada juga kebutuhan untuk infrastruktur yang lebih umum, terutama perumahan dan transportasi. IOC mengharuskan kota-kota yang menjadi tuan rumah Olimpiade memiliki minimal 40.000 kamar hotel yang tersedia.

Namun dalam kasus Rio mengharuskan pembangunan 15.000 kamar hotel baru. Jalan, jalur kereta api, dan bandara juga perlu ditingkatkan atau bahkan dibangun baru.

Secara keseluruhan, biaya infrastruktur ini berkisar dari USD5 miliar hingga lebih dari USD50 miliar. Banyak negara membenarkan pengeluaran besar tersebut dengan harapan apa yang dibangun bisa bertahan lebih lama dari Olimpiade.

Biaya operasional merupakan bagian kecil dari anggaran Olimpiade tuan rumah. Biaya keamanan telah meningkat dengan cepat sejak serangan 9/11, dimana Sydney menghabiskan USD250 juta pada tahun 2000.

Sedangkan Athena merogoh kocek lebih dari USD1,5 miliar pada tahun 2004. Selanjutnya apa yang menjadi masalah adalah pemeliharaan fasilitas olahraga pasca-Olimpiade. Contohnya Stadion Olimpiade Sydney menelan biaya USD30 juta per tahun untuk perawatan.

Stadion "Sarang Burung" Beijing yang terkenal dengan investasi USD460 juta untuk pembangunan, membutuhkan USD10 juta per tahun untuk memeliharanya. Sebagian besar fasilitas tidak digunakan setelah Olimpiade 2008, sampai kota itu menggunakannya lagi saat menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Dingin 2022.

Hampir semua fasilitas yang dibangun untuk Olimpiade Athena 2004, yang biayanya berkontribusi pada krisis utang Yunani, sekarang terbengkalai. Di Montreal, stadion Olimpiade yang dikenal sebagai Big O karena biayanya yang sangat besar pada tahun 2024, pemerintah Quebec mengatakan menghabiskan USD870 juta untuk mengganti atap stadion yang jarang digunakan untuk ketiga kalinya, membuat para kritikus mendorong dilakukan pembongkaran.

Membayar utang setelah menjadi tuan rumah dapat membebani anggaran publik selama beberapa dekade. Montreal membutuhkan waktu hingga 2006 untuk melunasi utang terakhirnya dari Olimpiade 1976. Sementara miliaran utang Olimpiade Yunani membantu berkontribusi membuat negara itu bangkrut.

Berapa Pendapatan dari Gelaran Olimpiade?


Ketika biaya menjadi tuan rumah terus meroket, pendapatan tidak sebanding dengan besarnya pengeluaran. Olimpiade Beijing 2008 menghasilkan pendapatan USD3,6 miliar, jauh dibandingkan dengan biaya lebih dari USD40 miliar.

Lalu Olimpiade Tokyo yang tertunda menghasilkan pendapatan USD5,8 miliar, masih belum sebanding dengan biaya yang dikeluarkan USD13 miliar. Terlebih lagi, sebagian besar pendapatan tidak masuk kepada tuan ruman —IOC menyimpan lebih dari setengah dari semua pendapatan televisi,- biasanya menjadi satu-satunya uang terbesar yang dihasilkan dari pertandingan.

Olimpiade dalam beberapa kasus membawa keuntungan dan kerugian bagi tuan rumah. Negara-negara dan kota-kota berharap dengan menjadi tuan rumah bisa memberikan dorongan terhadap ekonomi, merangsang pembangunan infrastruktur, menarik dana pariwisata, dan menciptakan lapangan kerja.

Namun dalam banyak kasus, Olimpiade gagal memberikan keuntungan ekonomi yang diharapkan, sehingga menyebabkan kota-kota tuan rumah terlilit hutang dan fasilitas-fasilitas yang tidak berfungsi.

Dalam sebuah studi tentang Olimpiade Salt Lake City 2002, misalnya, Matheson, bersama dengan ekonom Robert Baumann dan Bryan Engelhardt, menemukan tidak ada peningkatan lapangan kerja jangka panjang.

Seperti yang dijelaskan oleh Bank Eropa untuk Rekonstruksi dan Pembangunan, pekerjaan yang diciptakan oleh pembangunan Olimpiade seringkali bersifat sementara. Kecuali wilayah tuan rumah memang memiliki angka pengangguran yang tinggi, pekerjaan sebagian besar diberikan kepada mereka yang sudah bekerja, menumpulkan dampaknya pada ekonomi secara lebih luas.

Berapa Biaya Olimpiade Paris 2024?

Lalu apakah Olimpiade Paris 2024 akan berbeda?. CEO panitia penyelenggara Olimpiade mengindikasikan bahwa Olimpiade Paris berada pada jalur yang tepat untuk mencapai sasaran biayanya. Diungkap dalam sebuah wawancara, tujuannya agar 95% infrastruktur memakai yang sudah ada atau bersifat sementara, sehingga biaya pembangunan dan pemeliharaan tetap rendah.

Paris menganggarkan sekitar USD8 miliar untuk Olimpiade 2024 ketika memenangkan tawaran pada 2017. Sejak saat itu, Paris terus meningkatkan anggarannya beberapa miliar dolar.

Biaya dibagi relatif merata antara operasional dan infrastruktur baru, menurut analisis S&P Global Ratings. Jika biaya akhir tetap pada angka tersebut, Paris akan menjadi tuan rumah Olimpiade termurah dalam beberapa dekade.

Penyelenggara mengatakan keputusan untuk mengandalkan infrastruktur yang sudah ada yang sebelumnya dipakai untuk Perancis Terbuka dan Euro 2016, telah menekan biaya.

Pertandingan juga akan tersebar ke stadion di kota-kota Perancis lainnya, termasuk Lyon, Marseille, dan Nice. Tetapi Paris masih menghabiskan USD4,5 miliar untuk infrastruktur, termasuk USD1,6 miliar untuk Desa Olimpiade, yang harganya setidaknya sepertiga lebih tinggi dari anggaran awal.

Menjadi tuan rumah Olimpiade cenderung mengakibatkan defisit ekonomi. Kecuali jika sudah memiliki infrastruktur untuk mendukung banyaknya pengunjung yang datang. Apakah menjadi tuan rumah Olimpiade sepadan untuk diperjuangkan?.
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1271 seconds (0.1#10.140)