Dolar Kembali Melemah, Rupiah Ditutup ke Level Rp15.833
loading...
A
A
A
JAKARTA - Nilai tukar (kurs) rupiah pada perdagangan hari ini ditutup menguat 122 poin atau 0,76 persen ke level Rp15.833 setelah sebelumnya di Rp15.955 per dolar AS. Berdasarkan data Bloomberg, rupiah sempat dibuka pada level Rp15.930 per dolar AS.
Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, dolar bergerak tipis terhadap mata uang lainnya, memperpanjang kinerja yang lesu karena antisipasi menjelang data inflasi utama AS minggu ini yang kemungkinan akan menjadi faktor dalam prospek penurunan suku bunga.
"Disisi lain, laporan media menunjukkan bahwa Iran dapat melancarkan serangan terhadap Israel minggu ini. Serangan itu kemungkinan merupakan pembalasan atas pembunuhan pemimpin Hamas baru-baru ini di Iran, dan terjadi saat Israel terus melakukan serangannya di Gaza," tulis Ibrahim dalam risetnya, Selasa (13/8/2024).
Ketidakpastian atas skala serangan, dan ancaman bahwa itu dapat memicu perang habis-habisan di Timur Tengah, merupakan pendorong utama permintaan safe haven untuk emas. CPI, data ekonomi ditunggu untuk isyarat suku bunga lebih lanjut
Fokus minggu ini tertuju pada data indeks harga konsumen dari AS, yang akan dirilis pada hari Rabu. Pembacaan tersebut diharapkan menunjukkan inflasi sedikit mereda pada bulan Juli.
Tanda-tanda penurunan inflasi yang lebih lanjut memberi Federal Reserve lebih banyak dorongan untuk memangkas suku bunga, terutama di tengah meningkatnya kekhawatiran bahwa ekonomi AS menuju resesi.
Pasar terbagi atas pemotongan 25 dan 50 basis poin pada bulan September, dengan data inflasi hari Rabu kemungkinan akan memberikan lebih banyak wawasan tentang potensi pemotongan.
Di luar data inflasi, pembacaan produksi industri dan penjualan eceran juga akan memberikan lebih banyak isyarat tentang ekonomi terbesar di dunia minggu ini.
Dari sentimen domestik, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) per Juli 2024 mencatatkan defisit Rp93,4 triliun atau setara 0,41 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Defisit itu melebar dari posisi bulan sebelumnya atau Juni 2024, yaitu Rp77,3 triliun atau 0,34 persen terhadap PDB. Dari total postur, bulan Juli 2024 kita defisit Rp93,4 triliun atau 0,41 persen dari PDB, masih jauh dari total defisit APBN (yang direncanakan untuk 2024).
Baca Juga :Sentimen Resesi AS Meredup, Rupiah Melemah ke level Rp15.955
Secara keseluruhan, APBN 2024 memang didesain Rp522,8 triliun atau 2,29 persen terhadap PDB. Artinya, defisit yang terjadi pada Juli 2024 masih dalam rentang proyeksi pemerintah. Sedangkan, penerimaan negara sepanjang Januari - Juli 2024 mencapai Rp1.545,4 triliun atau setara 55,1 persen dari target penerimaan.
Berdasarkan data diatas, mata uang rupiah untuk perdagangan berikutnya diprediksi bergerak fluktuatif, namun kembali ditutup menguat di rentang Rp15.750 - Rp15.860 per dolar AS.
Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, dolar bergerak tipis terhadap mata uang lainnya, memperpanjang kinerja yang lesu karena antisipasi menjelang data inflasi utama AS minggu ini yang kemungkinan akan menjadi faktor dalam prospek penurunan suku bunga.
"Disisi lain, laporan media menunjukkan bahwa Iran dapat melancarkan serangan terhadap Israel minggu ini. Serangan itu kemungkinan merupakan pembalasan atas pembunuhan pemimpin Hamas baru-baru ini di Iran, dan terjadi saat Israel terus melakukan serangannya di Gaza," tulis Ibrahim dalam risetnya, Selasa (13/8/2024).
Ketidakpastian atas skala serangan, dan ancaman bahwa itu dapat memicu perang habis-habisan di Timur Tengah, merupakan pendorong utama permintaan safe haven untuk emas. CPI, data ekonomi ditunggu untuk isyarat suku bunga lebih lanjut
Fokus minggu ini tertuju pada data indeks harga konsumen dari AS, yang akan dirilis pada hari Rabu. Pembacaan tersebut diharapkan menunjukkan inflasi sedikit mereda pada bulan Juli.
Tanda-tanda penurunan inflasi yang lebih lanjut memberi Federal Reserve lebih banyak dorongan untuk memangkas suku bunga, terutama di tengah meningkatnya kekhawatiran bahwa ekonomi AS menuju resesi.
Pasar terbagi atas pemotongan 25 dan 50 basis poin pada bulan September, dengan data inflasi hari Rabu kemungkinan akan memberikan lebih banyak wawasan tentang potensi pemotongan.
Di luar data inflasi, pembacaan produksi industri dan penjualan eceran juga akan memberikan lebih banyak isyarat tentang ekonomi terbesar di dunia minggu ini.
Dari sentimen domestik, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) per Juli 2024 mencatatkan defisit Rp93,4 triliun atau setara 0,41 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Defisit itu melebar dari posisi bulan sebelumnya atau Juni 2024, yaitu Rp77,3 triliun atau 0,34 persen terhadap PDB. Dari total postur, bulan Juli 2024 kita defisit Rp93,4 triliun atau 0,41 persen dari PDB, masih jauh dari total defisit APBN (yang direncanakan untuk 2024).
Baca Juga :Sentimen Resesi AS Meredup, Rupiah Melemah ke level Rp15.955
Secara keseluruhan, APBN 2024 memang didesain Rp522,8 triliun atau 2,29 persen terhadap PDB. Artinya, defisit yang terjadi pada Juli 2024 masih dalam rentang proyeksi pemerintah. Sedangkan, penerimaan negara sepanjang Januari - Juli 2024 mencapai Rp1.545,4 triliun atau setara 55,1 persen dari target penerimaan.
Berdasarkan data diatas, mata uang rupiah untuk perdagangan berikutnya diprediksi bergerak fluktuatif, namun kembali ditutup menguat di rentang Rp15.750 - Rp15.860 per dolar AS.
(fch)