Meningkatkan Kualitas SDM dari Berbagai Latar Belakang

Minggu, 15 September 2019 - 11:13 WIB
Meningkatkan Kualitas SDM dari Berbagai Latar Belakang
Meningkatkan Kualitas SDM dari Berbagai Latar Belakang
A A A
JAKARTA - Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memilih tema SDM (Sumber Daya Manusia) Unggul Indonesia Maju di HUT RI ke-74. Tema SDM Unggul akan menjadi fokus pemerintaha selama lima tahun ke depan.

Pemerintah akan fokus pada pembangunan SDM secara besar-besaran dengan kualitas sistem pendidikan dan pelatihan yang dirancang dengan cara yang baru. Pembangunan karakter dinilai menjadi salah satu motor utama SDM yang unggul. Peningkatan SDM memang menjadi fokus utama pemerintah.Berdasarkan riset World Economic Forum pada tahun lalu, Indonesia masih berada di peringkat ke empat dalam hal keterampilan SDM di kawasan Asean. Pemerintah sangat serius menggarap program ini, anggaran yang dikucurkan pun sangat besar. Alokasi anggaran dana pendidikan di APBN 2020 mencapai Rp505,8 triliun.

Alokasi ini untuk mendukung peningkatan dan pengembangan SDM Indonesia. Lalu, sejauh mana visi pemerintah itu bisa melibatkan difabel sebagai bagian dari SDM yang unggul? Saat ini, difabel difabel kurang mendapatkan tempat dalam mengakses sistem pendidikan inklusif.

Meskipun sudah dilindungi oleh payung hukum berupa Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayan No 70 tahun 2009. Padahal kalangan difabel sudah membuktikan dalam banyak hal, salah satunya adalah prestasi yang ditorehkan oleh atlet Indonesia dalam gelaran Asian Para Games 2018. Pencapaian ini menjadi satu bukti kuat bahwa ketika berbicara tentang SDM yang unggul, pemerintah juga harus menghitung dan melibatkan difabel didalamnya.

Penyandang disabilitas juga punya kesempatan yang sama untuk mengembangkan kemampuan mereka. Kemudian mewujudkan dalam bentuk bisnis yang mereka bangun. Beruntung, melalui Balai Besar Rehabilitasi Vokasional Penyandang Disabilitas (BBRVPD) memberikan dana sebesar Rp 5 juta-Rp20 juta tergantung jenis usahanya Penyandang disabilitas yang menerima bantuan adalah mereka yang mengikuti proses rehabilitasi.

Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Kemensos Margowiyono mengatakan, bantuan ini bagian dari terapi untuk mengasah kemampuan life skill, vokasional dan entrepreneur. ”Pemerintah memberikan insentif awal untuk bisa memulai usaha,” ujar Margo saat dihubungi Koran SINDO.

Kemensos mengaku memiliki target jumlah penyandang disabilitas yang dibantu, seperti tahun 2019 sebanyak 500 orang. Mereka dipastikan bukan orang yang pernah menerima bantuan di tahun lalu. Terakhir, Kemensos memberikan kepada BBRVPD di Cibinong, Bogor pada Mei silam.

Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita hadir langsung memberi arahan kepada para peserta rehabilitasi. BBRVPD ialah unit pelaksana teknis rehabilitasi vokasional untuk penyandang disabilitas di Kemensos.

Tujuannya mempersiapkan penyandang disabilitas menjadi tenaga kerja yang terampil dan professional ”Jika memang tidak memungkinkan untuk menjadi karyawan, maka kami memberikan bantuan modal. Apa yang sudah dipelajari di balai dapat dimanfaatkan menjadi peluang usaha yang menjanjikan,” jelasnya.

Jurusan pendidikan vokasional terdiri dari desain grafis, elektronika, komputer, otomotif dan penjahitan. Hingga saat ini jumlah penerima manfaat di balai sudah lebih dari 120 orang dari berbagai daerah di Indonesia sepertu Jawa Barat, Jawa Tengah, Aceh, Banten, Bengkulu, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Papua dan lainnya.

Difabelpreneur menjadi ciri khas Angkie Yudistia, seorang tuli yang mampu merintis bisnisnya sejak tahun 2011. Bisnis berbasis sosial yang juga membantu sesama penyandang disabilitas. Angkie juga bekersama dengan GoLife (sister company dari GoJEK) untuk penempatan tenaga kerja tunanetra.

Menurut ibu dua anak ini, langkah yang dilakukan dalam membangun bisnis yakni terus melakukan rencana agar tercipta pengalaman. ”Penting untuk berani dengan segala risiko dan selalu belajar dari segala yang terjadi,” ucap Angkie. Sebab menurutnya, semua memiliki kesempatan yang sama, tidak terkecuali penyandang disabilitas.Difablepreneur yang sering digaungkannya kini dapat menjadi perhatian banyak kalangan. Angkie sengaja mempergunakan istilah itu sebagai semangat teman disabilitas yang ingin berdaya ditengah minimnya kesempatan bekerja. ”Semoga akan tumbuh bibit-bibit difablepreneur yang berjuang agar memberikan dampak lebih besar,” harapnya.
Angkie pun senang sudah banyak temantemannya penyandang disabilitas yang sudah mampu memproduksi tapi belum banyak yang melihat kesempatan. Menurutnya, sebagai entrepreneur, cerdas dalam melihat opportunity adalah keharusan dengan inisiatif tinggi. Tantangannya lain ialah keberlangsungan bisnis itu sendiri. Butuh keberanian untuk mampu bertahan lama. Banyak faktor yang mempengaruhi, mulai modal, mangement, branding, sales, hingga kemamampuan pengelolaan keungan. Namun Angkie yakin ini bisa dipelajari jika memiliki sifat disiplin. Angkie sadar bukan perkara mudah. Tapi inilah tantangan timnya agar selalu berusaha terus berkembang.

”Menjadikan teman disabilitas menjadi SDM unggul sehingga dapat berkontribusi nyata dalam pembangunan Indonesia,” sambungnya penuh optimis. Selama ini di Indonesia mereka yang dianggap memiliki keterbatasan ini mengalami penolakan. Bukan hanya orang namun karyanya juga. ”Sebab, semua SLB atau lembaga disabilitas membuat keterlampilan tidak sesuai dengan yang masyarakat harapkan,” tambahnya.
Sehingga ketika dipasarkan timbul paradigma produk hasil penyandang disabilitas tidak memenuhi standar. Sebuah produk jika laku memang hanya disadari rasa kasihan. (Ananda Nararya)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7900 seconds (0.1#10.140)