Ekonomi Israel Harus Membayar Mahal Perang dengan Iran
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ekonomi Israel bakal menanggung beban perang terpanjang dan termahal sepanjang sejarah negara Yahudi tersebut. Hal ini disampaikan oleh Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich pada akhir September 2024, lalu setelah serangan udara Israel menewaskan pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah di ibu kota Lebanon, Beirut.
Serangan itu memicu kekhawatiran bahwa ketegangan dengan kelompok militan itu akan berubah menjadi konflik besar. Terbukti kini perang tersebut meluas menjadi konflik antara Israel dan Iran , setelah serangan mematikan Hamas pada 7 Oktober.
Israel berbalik melancarkan berbagai aksi balasan, mulai dari serangan darat terhadap Hizbullah di Lebanon, hingga serangan udara di Gaza dan Beirut. Bahkan Israel mengancam melakukan aksi pembalasan atas serangan rudal balistik Iran awal pekan ini. Ketika konflik meluas ke wilayah lain, biaya ekonomi juga akan meningkat
"Ekonomi Israel menanggung beban perang terpanjang dan termahal dalam sejarah negara itu," kata Smotrich pada 28 September, lalu.
Meski begitu Ia optimistis ekonomi Israel masih kuat untuk tetap bertahan dan masih menarik untuk menggaet investasi. Sementara itu ekonomi Israel diproyeksi bisa jatuh semakin dalam, menurut proyeksi terburuk yang disampaikan oleh Institut Studi Keamanan Nasional di Universitas Tel Aviv.
Sebelum serangan 7 Oktober dan perang Israel-Hamas selanjutnya, Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan bahwa ekonomi Israel akan tumbuh sebesar 3,4% di tahun 2024. Saat ini proyeksi ekonom berkisar antara 1% hingga 1,9%. Pertumbuhan tahun depan juga diperkirakan akan lebih lemah dari proyeksi sebelumnya.
Bank of Israel memperkirakan pada bulan Mei, bahwa biaya yang ditimbulkan oleh perang bakal mencapai USD66 miliar hingga akhir tahun depan. Angka tersebut termasuk pengeluaran militer dan biaya sipil, seperti untuk perumahan bagi ribuan orang Israel yang terpaksa meninggalkan rumah mereka di bagian utara dan selatan. Semua itu setara dengan sekitar 12% dari PDB Israel.
Biaya itu tampaknya akan terus membengkak karena pertempuran Iran dan proksinya bakal semakin sengit, termasuk Hizbullah di Lebanon. Kondisi ini membuat warga Israel menunda kembali ke rumah mereka di bagian utara negara tersebut.
Israel meluncurkan serangan darat ke Lebanon selatan yang menargetkan Hizbullah pada 30 September, kemarin.
Flug, mantan gubernur Bank of Israel dan sekarang wakil presiden penelitian di Institut Demokrasi Israel, mengatakan ada risiko memangkas investasi. "Itu akan mengurangi potensi pertumbuhan (ekonomi) ke depan," katanya.
Para peneliti di Institute for National Security Studies juga memprediksi suramnya ekonomi Israel.
Bahkan penarikan dari Gaza dan ketenangan di perbatasan dengan Lebanon akan membuat ekonomi Israel dalam posisi yang lebih lemah daripada sebelum perang, kata para analis dalam sebuah laporan pada bulan Agustus. "Israel diperkirakan akan menderita kerusakan ekonomi jangka panjang terlepas dari hasilnya," tulis mereka.
Pada akhir Agustus – sebulan sebelum Israel melakukan serangan di ibu kota Lebanon dan serangan darat terhadap Hizbullah – Institut Studi Keamanan Nasional memperkirakan bahwa hanya satu bulan "perang intensitas tinggi" di Lebanon melawan kelompok militan, dengan "serangan intensif" yang merusak infrastruktur Israel, dapat menyebabkan defisit anggaran Israel melonjak menjadi 15% dan PDB-nya berkontraksi hingga 10% tahun ini.
Sektor lain dari ekonomi Israel, yangan mengalami tekanan adalah sektor pertanian. Meski beban yang ditanggung tidak lebih besar dari sektor teknologi, sektor pertanian dan konstruksi menghadapi berbagai persoalan.
Salah satunya yakni mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh warga Palestina yang izin kerjanya telah ditangguhkan sejak Oktober tahun lalu, mendorong lonjakan harga sayuran segar dan menyebabkan penurunan tajam dalam pembangunan rumah.
Pariwisata juga mengalami gejolak, dengan merosotnya kunjungan wisatawan. Kementerian pariwisata Israel memperkirakan bahwa penurunan wisatawan asing telah diterjemahkan menjadi hilangnya pendapatan USD4,9 miliar sejak dimulainya perang.
The Norman, sebuah hotel butik di Tel Aviv, harus memberhentikan beberapa staf dan memangkas tarif hotel hingga 25%, sebagian karena beberapa fasilitasnya dipaksa tutup untuk menghemat biaya.
Tingkat hunian juga turun drastis, dari sebelumnya di atas 80% sebelum perang menjadi di bawah 50% saat ini, menurut manajer umum hotel Yaron Liberman seperti dilansir CNN.
Menurut perusahaan survei bisnis CofaceBDI, sekitar 60.000 perusahaan Israel akan tutup tahun ini karena kekurangan tenaga kerja, gangguan logistik, dan sentimen bisnis yang lemah. Pada gilirannya rencana investasi harus ditunda.
Pada saat yang sama, kedatangan wisatawan terus berada di bawah level pra-Oktober. Sementara itu perang telah memicu kenaikan tajam pengeluaran pemerintah.
Analis Timur Tengah di Oxford Economics, Elliot Garside mengatakan, pengeluaran militer meningkat 93% dalam tiga bulan terakhir di 2023, dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2022.
"Pada tahun 2024, data bulanan menunjukkan pengeluaran militer akan meningkat sekitar dua kali lipat dari tahun sebelumnya," kata Garside.
Sebagian besar kenaikan itu akan digunakan untuk upah cadangan, artileri, dan pencegat untuk sistem pertahanan Iron Dome Israel. Garside mengatakan, kepada Al Jazeera bahwa pengeluaran ini "sebagian besar dibiayai oleh penerbitan utang domestik".
Israel juga telah menerima dana tambahan dari Amerika Serikat sekitar USD14,5 miliar pada tahun ini, meningkat USD3 miliar untuk bantuan tahunan yang diberikan AS kepada Israel.
Tanpa adanya perang regional skala penuh, Oxford Economics mengantisipasi bahwa pertumbuhan ekonomi Israel akan melambat 1,5% tahun ini. Pertumbuhan yang lemah dan defisit yang meningkat akan memberi tekanan lebih lanjut pada profil utang Israel, yang kemungkinan akan meningkatkan biaya pinjaman dan melunakkan kepercayaan investor.
Serangan itu memicu kekhawatiran bahwa ketegangan dengan kelompok militan itu akan berubah menjadi konflik besar. Terbukti kini perang tersebut meluas menjadi konflik antara Israel dan Iran , setelah serangan mematikan Hamas pada 7 Oktober.
Israel berbalik melancarkan berbagai aksi balasan, mulai dari serangan darat terhadap Hizbullah di Lebanon, hingga serangan udara di Gaza dan Beirut. Bahkan Israel mengancam melakukan aksi pembalasan atas serangan rudal balistik Iran awal pekan ini. Ketika konflik meluas ke wilayah lain, biaya ekonomi juga akan meningkat
"Ekonomi Israel menanggung beban perang terpanjang dan termahal dalam sejarah negara itu," kata Smotrich pada 28 September, lalu.
Meski begitu Ia optimistis ekonomi Israel masih kuat untuk tetap bertahan dan masih menarik untuk menggaet investasi. Sementara itu ekonomi Israel diproyeksi bisa jatuh semakin dalam, menurut proyeksi terburuk yang disampaikan oleh Institut Studi Keamanan Nasional di Universitas Tel Aviv.
Sebelum serangan 7 Oktober dan perang Israel-Hamas selanjutnya, Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan bahwa ekonomi Israel akan tumbuh sebesar 3,4% di tahun 2024. Saat ini proyeksi ekonom berkisar antara 1% hingga 1,9%. Pertumbuhan tahun depan juga diperkirakan akan lebih lemah dari proyeksi sebelumnya.
Kerusakan Ekonomi Israel Jangka Panjang
Bank of Israel memperkirakan pada bulan Mei, bahwa biaya yang ditimbulkan oleh perang bakal mencapai USD66 miliar hingga akhir tahun depan. Angka tersebut termasuk pengeluaran militer dan biaya sipil, seperti untuk perumahan bagi ribuan orang Israel yang terpaksa meninggalkan rumah mereka di bagian utara dan selatan. Semua itu setara dengan sekitar 12% dari PDB Israel.
Biaya itu tampaknya akan terus membengkak karena pertempuran Iran dan proksinya bakal semakin sengit, termasuk Hizbullah di Lebanon. Kondisi ini membuat warga Israel menunda kembali ke rumah mereka di bagian utara negara tersebut.
Israel meluncurkan serangan darat ke Lebanon selatan yang menargetkan Hizbullah pada 30 September, kemarin.
Flug, mantan gubernur Bank of Israel dan sekarang wakil presiden penelitian di Institut Demokrasi Israel, mengatakan ada risiko memangkas investasi. "Itu akan mengurangi potensi pertumbuhan (ekonomi) ke depan," katanya.
Para peneliti di Institute for National Security Studies juga memprediksi suramnya ekonomi Israel.
Bahkan penarikan dari Gaza dan ketenangan di perbatasan dengan Lebanon akan membuat ekonomi Israel dalam posisi yang lebih lemah daripada sebelum perang, kata para analis dalam sebuah laporan pada bulan Agustus. "Israel diperkirakan akan menderita kerusakan ekonomi jangka panjang terlepas dari hasilnya," tulis mereka.
Pada akhir Agustus – sebulan sebelum Israel melakukan serangan di ibu kota Lebanon dan serangan darat terhadap Hizbullah – Institut Studi Keamanan Nasional memperkirakan bahwa hanya satu bulan "perang intensitas tinggi" di Lebanon melawan kelompok militan, dengan "serangan intensif" yang merusak infrastruktur Israel, dapat menyebabkan defisit anggaran Israel melonjak menjadi 15% dan PDB-nya berkontraksi hingga 10% tahun ini.
Sektor lain dari ekonomi Israel, yangan mengalami tekanan adalah sektor pertanian. Meski beban yang ditanggung tidak lebih besar dari sektor teknologi, sektor pertanian dan konstruksi menghadapi berbagai persoalan.
Salah satunya yakni mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh warga Palestina yang izin kerjanya telah ditangguhkan sejak Oktober tahun lalu, mendorong lonjakan harga sayuran segar dan menyebabkan penurunan tajam dalam pembangunan rumah.
Pariwisata juga mengalami gejolak, dengan merosotnya kunjungan wisatawan. Kementerian pariwisata Israel memperkirakan bahwa penurunan wisatawan asing telah diterjemahkan menjadi hilangnya pendapatan USD4,9 miliar sejak dimulainya perang.
The Norman, sebuah hotel butik di Tel Aviv, harus memberhentikan beberapa staf dan memangkas tarif hotel hingga 25%, sebagian karena beberapa fasilitasnya dipaksa tutup untuk menghemat biaya.
Tingkat hunian juga turun drastis, dari sebelumnya di atas 80% sebelum perang menjadi di bawah 50% saat ini, menurut manajer umum hotel Yaron Liberman seperti dilansir CNN.
Pebisnis Israel Goyah
Menurut perusahaan survei bisnis CofaceBDI, sekitar 60.000 perusahaan Israel akan tutup tahun ini karena kekurangan tenaga kerja, gangguan logistik, dan sentimen bisnis yang lemah. Pada gilirannya rencana investasi harus ditunda.
Pada saat yang sama, kedatangan wisatawan terus berada di bawah level pra-Oktober. Sementara itu perang telah memicu kenaikan tajam pengeluaran pemerintah.
Analis Timur Tengah di Oxford Economics, Elliot Garside mengatakan, pengeluaran militer meningkat 93% dalam tiga bulan terakhir di 2023, dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2022.
"Pada tahun 2024, data bulanan menunjukkan pengeluaran militer akan meningkat sekitar dua kali lipat dari tahun sebelumnya," kata Garside.
Sebagian besar kenaikan itu akan digunakan untuk upah cadangan, artileri, dan pencegat untuk sistem pertahanan Iron Dome Israel. Garside mengatakan, kepada Al Jazeera bahwa pengeluaran ini "sebagian besar dibiayai oleh penerbitan utang domestik".
Israel juga telah menerima dana tambahan dari Amerika Serikat sekitar USD14,5 miliar pada tahun ini, meningkat USD3 miliar untuk bantuan tahunan yang diberikan AS kepada Israel.
Tanpa adanya perang regional skala penuh, Oxford Economics mengantisipasi bahwa pertumbuhan ekonomi Israel akan melambat 1,5% tahun ini. Pertumbuhan yang lemah dan defisit yang meningkat akan memberi tekanan lebih lanjut pada profil utang Israel, yang kemungkinan akan meningkatkan biaya pinjaman dan melunakkan kepercayaan investor.
(akr)