Lukai Rasa Keadilan! Jaminan Kesehatan Mantan Menteri Hanya Jadi Beban APBN
loading...
A
A
A
JAKARTA - Jaminan kesehatan mantan menteri dan keluarganya yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN , menurut Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat menerangkan, harus ditentang. Alasannya karena kebijakan ini mencerminkan ketidakadilan dalam alokasi anggaran negara.
Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat mengutarakan, selain ketidakadilan, aturan tersebut juga melanggar prinsip kesetaraan, beban APBN, serta keadilan sosial dalam penggunaan sumber daya publik.
"Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2024 yang memberikan jaminan kesehatan bagi mantan menteri dan keluarganya menggunakan APBN adalah kebijakan yang tidak adil, tidak tepat dan harus dibatalkan," ungkap Achmad Nur Hidayat di Jakarta, Jumat (18/10/2024).
Menurutnya, kebijakan ini mencerminkan ketidakadilan dalam alokasi anggaran, menambah beban pada APBN, melanggar prinsip keadilan sosial, serta berisiko terhadap transparansi dan akuntabilitas.
"Di saat masyarakat luas menghadapi berbagai kesulitan, pemerintah seharusnya mengutamakan kepentingan rakyat, bukan elit politik. Kebijakan ini sebaiknya ditinjau ulang atau bahkan dibatalkan untuk memastikan bahwa anggaran negara digunakan secara lebih adil dan efisien," paparnya.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken aturan pemberian jaminan pemeliharaan kesehatan bagi menteri negara yang telah berakhir masa tugasnya atau purna tugas.
Aturan tersebut diatur pada peraturan presiden (Perpres) nomor 121 tahun 2024 tentang jaminan pemeliharaan kesehatan purnatugas menteri negara. Aturan tersebut ditetapkan pada Selasa (15/10/2024).
"Menteri negara yang telah selesai melaksanakan tugas kabinet diberikan kelanjutan jaminan pemeliharaan kesehatan," bunyi Pasal 1 ayat 1 aturan tersebut.
Pemeliharaan jaminan kesehatan juga diberikan kepada Sekretaris Kabinet yang telah selesai melaksanakan tugas kabinet.
Jaminan pemeliharaan kesehatan juga diberikan kepada istri/suami yang sah dan tercatat dalam administrasi menteri negara. Jaminan pemeliharaan kesehatan dilaksanakan dengan mekanisme asuransi kesehatan berdasarkan kendali mutu dan kendali biaya.
"Manfaat jaminan pemeliharaan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan/atau paliatif sesuai indikasi media berdasarkan usia dan/atau masa bulan tugas jabatan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," bunyi Pasal 3 ayat 2 pada aturan tersebut.
Penyelenggara jaminan pemeliharaan kesehatan dilakukan oleh penyelenggara program jaminan pemeliharaan kesehatan Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Hakim Mahkamah Konstitusi, Hakim Agung Mahkamah Agung, Menteri, Wakil Menteri dan Pejabat tertentu.
Premi jaminan pemeliharaan kesehatan dibayarkan oleh pemerintah pusat kepada penyelenggara jaminan pemeliharaan kesehatan secara sekaligus. Pendanaan jaminan pemeliharaan kesehatan bersumber dari APBN melalui bagian anggaran kementerian sekretariat negara.
Jaminan pemeliharaan kesehatan tidak diberikan kepada menteri negara yang dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Lalu, menteri yang mengundurkan diri karena ditetapkan menjadi tersangka maka manfaat jaminan pemeliharaan kesehatan ditunda sampai telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Atau mengundurkan diri karena mendapatkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana.
Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat mengutarakan, selain ketidakadilan, aturan tersebut juga melanggar prinsip kesetaraan, beban APBN, serta keadilan sosial dalam penggunaan sumber daya publik.
"Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2024 yang memberikan jaminan kesehatan bagi mantan menteri dan keluarganya menggunakan APBN adalah kebijakan yang tidak adil, tidak tepat dan harus dibatalkan," ungkap Achmad Nur Hidayat di Jakarta, Jumat (18/10/2024).
Menurutnya, kebijakan ini mencerminkan ketidakadilan dalam alokasi anggaran, menambah beban pada APBN, melanggar prinsip keadilan sosial, serta berisiko terhadap transparansi dan akuntabilitas.
"Di saat masyarakat luas menghadapi berbagai kesulitan, pemerintah seharusnya mengutamakan kepentingan rakyat, bukan elit politik. Kebijakan ini sebaiknya ditinjau ulang atau bahkan dibatalkan untuk memastikan bahwa anggaran negara digunakan secara lebih adil dan efisien," paparnya.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken aturan pemberian jaminan pemeliharaan kesehatan bagi menteri negara yang telah berakhir masa tugasnya atau purna tugas.
Aturan tersebut diatur pada peraturan presiden (Perpres) nomor 121 tahun 2024 tentang jaminan pemeliharaan kesehatan purnatugas menteri negara. Aturan tersebut ditetapkan pada Selasa (15/10/2024).
"Menteri negara yang telah selesai melaksanakan tugas kabinet diberikan kelanjutan jaminan pemeliharaan kesehatan," bunyi Pasal 1 ayat 1 aturan tersebut.
Pemeliharaan jaminan kesehatan juga diberikan kepada Sekretaris Kabinet yang telah selesai melaksanakan tugas kabinet.
Jaminan pemeliharaan kesehatan juga diberikan kepada istri/suami yang sah dan tercatat dalam administrasi menteri negara. Jaminan pemeliharaan kesehatan dilaksanakan dengan mekanisme asuransi kesehatan berdasarkan kendali mutu dan kendali biaya.
"Manfaat jaminan pemeliharaan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan/atau paliatif sesuai indikasi media berdasarkan usia dan/atau masa bulan tugas jabatan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," bunyi Pasal 3 ayat 2 pada aturan tersebut.
Penyelenggara jaminan pemeliharaan kesehatan dilakukan oleh penyelenggara program jaminan pemeliharaan kesehatan Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Hakim Mahkamah Konstitusi, Hakim Agung Mahkamah Agung, Menteri, Wakil Menteri dan Pejabat tertentu.
Premi jaminan pemeliharaan kesehatan dibayarkan oleh pemerintah pusat kepada penyelenggara jaminan pemeliharaan kesehatan secara sekaligus. Pendanaan jaminan pemeliharaan kesehatan bersumber dari APBN melalui bagian anggaran kementerian sekretariat negara.
Jaminan pemeliharaan kesehatan tidak diberikan kepada menteri negara yang dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Lalu, menteri yang mengundurkan diri karena ditetapkan menjadi tersangka maka manfaat jaminan pemeliharaan kesehatan ditunda sampai telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Atau mengundurkan diri karena mendapatkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana.
(akr)