EBT Harus Didorong untuk Mendukung Swasembada Energi Khususnya di Perdesaan

Minggu, 24 November 2024 - 12:43 WIB
loading...
EBT Harus Didorong untuk...
PLTS di Desa Menamang Kanan, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Foto/Dok. SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pemanfaatan energi terbarukan sebagai sumber penyediaan listrik dapat menjadi salah satu strategi mencapai swasembada energi Indonesia. Saat dilantik menjadi Presiden, Prabowo Subianto menegaskan, Indonesia akan berfokus pada pengelolaan energi terbarukan untuk mencapai swasembada energi sesuai dengan Asta Cita.

Arahan ini menjadi acuan utama penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, khususnya di bidang ketenagalistrikan. Menurut data Kementerian ESDM, potensi energi terbarukan di Indonesia sebesar mencapai 3.686 GW.

Data dari Kementerian ESDM hingga November 2024, menunjukan masih ada sekitar 86 desa yang belum memiliki akses listrik. Maka dari itu, perlu didorong pembangunan pembangkit listrik terbarukan sesuai potensi energi setempat dan dedieselisasi, pembangunan jaringan distribusi dan terisolasi serta pengembangan listrik perdesaan.

Penggunaan listrik terbarukan juga dapat mendukung penurunan impor energi dan tercapainya target stok infrastruktur dalam pertumbuhan ekonomi. Meningkatnya pemenuhan kebutuhan listrik per kapita dapat menunjukkan majunya perekonomian suatu negara.

Deputi Sarana dan Prasarana Kementerian PPN/Bappenas Ervan Maksum mengatakan, untuk mencapai target transisi energi tidak bisa hanya mengandalkan pembiayaan dari APBN atau APBD saja. Transisi energi di Indonesia memerlukan pembiayaan alternatif dari sumber-sumber non-pemerintah, dan pelibatan modal swasta untuk mencapai target-target di sektor ketenagalistrikan.

Untuk itu pemerintah menyiapkan kerangka regulasi dan kebijakan untuk memobilisasi pendanaan dan investasi swasta tersebut. Kolaborasi dengan berbagai perusahaan swasta dan lembaga pemilik modal sangat diperlukan.

”Salah satu inisiatif yang dapat ditawarkan kepada perusahaan adalah penggunaan dana environment, sustainability and governance (ESG) yang diarahkan untuk mendukung proyek energi terbarukan di desa, sebagai kewajiban perusahaan untuk menurunkan emisi karbon dari aktivitas bisnis yang dilakukan,” katanya dalam siaran pers, Minggu (24/11/2024).

Direktur Ketenagalistrikan, Telekomunikasi, dan Informatika, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Taufiq Hidayat Putra mengatakan, perencanaan sektor ketenagalistrikan di Indonesia mencakup akses listrik yang berkualitas. Tidak hanya ke industri, tapi juga untuk seluruh lapisan masyarakat, terutama di desa.

Pemerintah Indonesia dan seluruh pemangku kepentingan harus bahu-membahu untuk mencapai transisi energi di sektor ketenagalistrikan. ”Kita harus mendukung saudara-saudari kita yang berada di desa khususnya untuk menikmati listrik yang bersih, aman dan terjangkau dengan potensi energi terbarukan di daerah masing-masing,” jelasnya.

Dengan listrik yang berkualitas, masyarakat desa bisa menerima berbagai manfaat di berbagai bidang, salah satunya modernisasi dalam aktivitas pertanian atau yang sering disebut dengan electrifying agriculture. Sedangkan di desa nelayan, akses listrik berkualitas memungkinkan penyediaan cold storage untuk menyimpan hasil tangkapan ikan segar lebih lama.

Untuk menghasilkan listrik yang handal di desa, tantangan terkait spatial mismatch antara lokasi sumber energi terbarukan listrik dengan lokasi pusat industri dan kegiatan ekonomi, serta masyarakat, perlu dijawab melalui perencanaan yang holistik, integratif, dan komprehensif. ”Caranya dengan pembangunan jaringan transmisi dan distribusi listrik yang terintegrasi dengan rencana pembangunan pembangkit listrik terbarukan” katanya.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menegaskan Pemerintah Indonesia perlu mempersiapkan peta jalan transisi energi dengan pilihan biaya yang paling murah, menjamin kehandalan pasokan yang optimal, dan berkeadilan. Lewat transisi energi terbarukan Indonesia dapat meningkatkan ambisi penurunan emisi GRK yang selaras dengan target 1,5 derajat celcius yang disasar oleh Persetujuan Paris.

Penurunan emisi menjadi hal sangat penting bagi Indonesia, karena sebagai negara kepulauan, masyarakat di daerah 3T (Terdepan, Terluar dan Tertinggal) sangat rentan terhadap -dampak yang disebabkan oleh peningkatan suhu bumi. Menyediakan listrik dan handal, terjangkau dan bersih di daerah perdesaan dan 3T sangat dimungkinkan dengan memanfaatkan potensi energi terbarukan setempat untuk mengganti 3 GW PLT Diesel yang tersebar. ”Dengan ini selain akses listrik jadi lebih merata, penurunan emisi dan biaya penyediaan tenaga listrik dapat terjadi,” ujarnya.

Deni Gumilang Project Lead Clean, Affordable and Secure Energy for Southeast Asia (CASE for SEA) di Indonesia, GIZ Energy Program for Indonesia/ASEAN menggarisbawahi pentingnya pengembangan instrumen policy derisking yang bertujuan untuk memitigasi risiko transaksi, mengingat tantangan dalam kebijakan dan regulasi masih dianggap sebagai hambatan utama dalam pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Hal ini untuk meningkatkan daya tarik bagi investor.

Selain itu, instrumen mitigasi risiko keuangan juga perlu dikembangkan secara paralel untuk menciptakan momentum yang memungkinkan optimalisasi penyaluran pendanaan dari para investor, guna mendorong pertumbuhan pasar energi terbarukan. Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan energi terbarukan yang menarik minat banyak investor.

”Namun, tingginya risiko dalam proyek-proyek energi terbarukan menjadi hambatan bagi masuknya investasi. Penerapan instrumen-instrumen policy and finance derisking diharapkan dapat membuka peluang implementasi pembiayaan yang real bagi Indonesia," jelasnya.
(poe)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1031 seconds (0.1#10.140)