Industri Asuransi Dorong Perluas Peran LPS Jadi Penjamin Polis

Senin, 13 Januari 2020 - 20:52 WIB
Industri Asuransi Dorong Perluas Peran LPS Jadi Penjamin Polis
Industri Asuransi Dorong Perluas Peran LPS Jadi Penjamin Polis
A A A
JAKARTA - Dewan Asuransi Indonesia mendorong segera dibentuk Lembaga Penjamin Polis (LPP) yang sudah diamanatkan dalam UU, yakni dengan memperluas peran Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sehingga bisa lebih efektif. Pembentukan lembaga tersebut sudah tercantum dalam UU Perasuransian No.40 tahun 2014 yang mengamanatkan agar dibentuk Lembaga Penjamin Polis.

Berikutnya regulator teknis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus berkoordinasi dengan institusi/lembaga terkait dalam rangka pembentukannya. Direktur Eksekutif Dewan Asuransi Indonesia Dody A.S Dalimunthe mengatakan, hal ini sebagai langkah tindak lanjut atas kasus Jiwasraya, Bumiputera, dan lainnya.

Dirinya mengakui pertemuan terakhir dilakukan tahun lalu bersama OJK dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) untuk melanjutkan pembahasan. Selanjutnya pembahasan akan menanti kebijakan pemerintah untuk membahas hal teknis seperti modal awal yang disanggupi pemerintah. "Pertemuan terakhir tahun lalu. Masih banyak perbedaan pandangan. Seperti konsep iuran peserta yang berbeda dengan LPS," ujar Dody di Jakarta, Senin (13/1/2020).

Menurutnya ada perbedaan beberapa hal seperti skema iuran di LPS dan LPP. Karena iuran di LPS dengan harapan uang simpanan aman. Sedangkan dalam premi asuransi harapannya adalah kelancaran saat klaim. Hal ini membuat nilai penggantiannya berbeda dan mekanisme iuran juga beda. "Pembahasan belum sampai hal teknis. Ada beberapa perbedaan pandangan," ujarnya.

Usulan lainnya perusahaan yang masuk dalam skema perlindungan merupakan perusahaan asuransi dalam kondisi sehat. Jangan sampai perusahaan sakit nanti dilindungi dan menciptakan moral hazard di manajemen perusahaan. Dikhawatirkan tata kelola perusahaan tidak tepat karena merasa dilindungi pemerintah.

Usulan lain dari AAUI dan AAJI adalah Lembaga Penjamin Polis dimasukkan dalam badan LPS yang sudah eksis. Nantinya bisa ditambahkan unit tersendiri khusus untuk perbankan dan asuransi, atau mungkin industri lainnya jika diperlukan juga. "Saran kami dengan memperluas peran LPS. Tapi ini masih menunggu respon pemerintah," ujarnya.

Persoalan lain yang masih ditunggu adalah modal pembentukan LPP yang diharapkan setidaknya sama dengan pembentukan LPS sekitar Rp4 triliun. Namun apabila digabung dalam LPS diperkirakan akan menghemat anggaran yang dikeluarkan pemerintah dibandingkan dengan membentuk lembaga baru. "Masih belum sampai bahas soal teknis," ujarnya.

Dia juga mengatakan tantangan yang dihadapi dalam membentuk LPP karena industri asuransi dan industri jasa keuangan merupakan high regulated industry, karena menyangkut dana masyarakat. Saat ini tingkat literasi keuangan masyarakat masih relatif kecil dan volatilitasnya tinggi. "Karena itu diperlukan lembaga yang dapat menjamin dan memberikan kepastian rasa aman kepada masyarakat pengguna jasa keuangan," ujarnya.

Sementara itu Kepala Bidang Kebijakan Pengembangan Industri Keuangan Syariah, Pusat Kebijakan Sektor Keuangan, BKF, Haryadi mengatakan rencana program penjaminan polis sudah masuk dalam Prolegnas untuk dibahas bersama DPR. Namun dia tidak bersedia menjelaskan lebih detail dengan dalih masih berupa kajian akademik.

"Masih dalam bentuk rancangan akademik. Sudah masuk Prolegnas tahun ini nanti akhir Januari 2020 baru mulai dibahas DPR. Masih banyak yang harus dibahas teknisnya," ujar Harya saat dihubungi.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3844 seconds (0.1#10.140)