Pengamat: Logistik Energi, Kunci Ketahanan Energi dan Stabilitas Ekonomi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Di tengah dinamika politik dan krisis energi global, memastikan pasokan energi yang stabil bukan hanya sekadar tantangan teknis, tetapi juga bagian dari menjaga stabilitas ekonomi dan sosial di dalam negeri. Itulah sebabnya, ketahanan energi menjadi prioritas utama pemerintahan baru Indonesia, sebagaimana tercantum di dalam Asta Cita.
Kepala Center of Food, Energy, and Sustainable Development - INDEF, Abra Talattov menilai, bahwa risiko geopolitik, seperti konflik Rusia-Ukraina dan ketegangan di Timur Tengah, memberikan tekanan besar pada stabilitas energi nasional. “Lonjakan harga minyak mentah pada 2022 menjadi pengingat bahwa risiko geopolitik global memiliki dampak signifikan terhadap stabilitas energi Indonesia,” ujar Abra.
Ketika itu terjadi disrupsi terhadap rantai pasokan perdagangan energi dunia sehingga menyulut kenaikan harga minyak mentah hingga lebih dari USD100 per barel. Menurutnya, krisis ini menuntut Indonesia perlu memperkuat infrastruktur logistik energi .
Sebagai negara maritim dengan lebih dari 17.000 pulau, logistik energi di Indonesia menghadapi tantangan geografis yang tidak sederhana. Sistem logistik yang kuat menjadi tulang punggung untuk memastikan bahwa energi dapat mencapai wilayah-wilayah terpencil.
Dengan sebaran kebutuhan yang luas di berbagai pulau di Tanah Air, industri pelayaran (shipping) energi memainkan peran vital dalam rantai pasok energi nasional. Komoditas energi seperti minyak mentah, gas alam, batu bara dan produk energi lainnya, dari daerah penghasil ke masyarakat atau pusat pemrosesan bergantung pada industri transportasi laut.
Menurut Abra kebutuhan energi akan terus meningkat seiring perkembangan ekonomi. “Salah satu syarat utama mencapai visi Indonesia menjadi negara maju 2045 sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) kedua tahun 2025-2045, adalah pertumbuhan ekonomi di atas 6 persen per tahun. Target ini membutuhkan peningkatan produktivitas ekonomi dan penguatan investasi, yang berimplikasi pada peningkatan kebutuhan pasokan energi nasional,” ungkapnya.
Kebutuhan energi yang meningkat ini menuntut infrastruktur logistik energi yang mumpuni dan merata.
“Tidak hanya itu, saya juga melihat peran strategis industri pelayaran dalam mendukung diversifikasi energi nasional, terutama dalam hal pendistribusian energi dari sumber-sumber yang berbeda. Misalnya, pengangkutan energi dari sumber-sumber lokal yang terdiversifikasi (gas alam, bioenergi, energi terbarukan) memungkinkan Indonesia untuk mengurangi ketergantungan pada satu sumber energi, yang penting untuk ketahanan energi dalam jangka panjang,” ujar Abra.
Abra menilai industri shipping tidak hanya berperan sebagai penghubung utama tetapi juga sebagai penjaga stabilitas pasokan. Ia mengungkapkan, ketidakhadiran atau tidak berkembangnya industri pelayaran tentunya dapat memicu risiko serius, mulai dari aktivitas masyarakat yang terganggu hingga terhentinya aktivitas industri, yang berdampak langsung pada stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Kepala Center of Food, Energy, and Sustainable Development - INDEF, Abra Talattov menilai, bahwa risiko geopolitik, seperti konflik Rusia-Ukraina dan ketegangan di Timur Tengah, memberikan tekanan besar pada stabilitas energi nasional. “Lonjakan harga minyak mentah pada 2022 menjadi pengingat bahwa risiko geopolitik global memiliki dampak signifikan terhadap stabilitas energi Indonesia,” ujar Abra.
Ketika itu terjadi disrupsi terhadap rantai pasokan perdagangan energi dunia sehingga menyulut kenaikan harga minyak mentah hingga lebih dari USD100 per barel. Menurutnya, krisis ini menuntut Indonesia perlu memperkuat infrastruktur logistik energi .
Sebagai negara maritim dengan lebih dari 17.000 pulau, logistik energi di Indonesia menghadapi tantangan geografis yang tidak sederhana. Sistem logistik yang kuat menjadi tulang punggung untuk memastikan bahwa energi dapat mencapai wilayah-wilayah terpencil.
Dengan sebaran kebutuhan yang luas di berbagai pulau di Tanah Air, industri pelayaran (shipping) energi memainkan peran vital dalam rantai pasok energi nasional. Komoditas energi seperti minyak mentah, gas alam, batu bara dan produk energi lainnya, dari daerah penghasil ke masyarakat atau pusat pemrosesan bergantung pada industri transportasi laut.
Menurut Abra kebutuhan energi akan terus meningkat seiring perkembangan ekonomi. “Salah satu syarat utama mencapai visi Indonesia menjadi negara maju 2045 sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) kedua tahun 2025-2045, adalah pertumbuhan ekonomi di atas 6 persen per tahun. Target ini membutuhkan peningkatan produktivitas ekonomi dan penguatan investasi, yang berimplikasi pada peningkatan kebutuhan pasokan energi nasional,” ungkapnya.
Kebutuhan energi yang meningkat ini menuntut infrastruktur logistik energi yang mumpuni dan merata.
“Tidak hanya itu, saya juga melihat peran strategis industri pelayaran dalam mendukung diversifikasi energi nasional, terutama dalam hal pendistribusian energi dari sumber-sumber yang berbeda. Misalnya, pengangkutan energi dari sumber-sumber lokal yang terdiversifikasi (gas alam, bioenergi, energi terbarukan) memungkinkan Indonesia untuk mengurangi ketergantungan pada satu sumber energi, yang penting untuk ketahanan energi dalam jangka panjang,” ujar Abra.
Abra menilai industri shipping tidak hanya berperan sebagai penghubung utama tetapi juga sebagai penjaga stabilitas pasokan. Ia mengungkapkan, ketidakhadiran atau tidak berkembangnya industri pelayaran tentunya dapat memicu risiko serius, mulai dari aktivitas masyarakat yang terganggu hingga terhentinya aktivitas industri, yang berdampak langsung pada stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.