Rusia Perang Lawan Inflasi di Tengah Kesengsaraan Rubel
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tingkat inflasi Rusia melonjak pada November di tengah kesengsaraan nilai rubel ke level terendah yang tidak pernah terlihat sejak dimulainya invasi ke Ukraina. Kremlin secara besar-besaran meningkatkan pengeluaran untuk perang Ukraina telah menggelembungkan perekonomian tetapi menyebabkan kekurangan tenaga kerja yang mendalam dan kenaikan harga.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik Rusia, harga-harga naik 8,9% secara tahunan bulan lalu. Menurut badan statistik Rosstat harga-gharag tersebut naik dari 8,5% pada Oktober lebih dari dua kali lipat dari target pemerintah sebesar 4%.
Angka ini merupakan sinyal lebih lanjut bahwa bank sentral kemungkinan akan menaikkan suku bunga acuannya saat para pembuat kebijakan bertemu pada 20 Desember, karena bank sentral berusaha untuk mengendalikan inflasi yang melambung tinggi dan menopang mata uang rubel.
Biaya pinjaman sudah berada di level tertinggi dalam dua dekade terakhir. Para ekonom mengatakan bahwa karena inflasi didorong oleh rekor pengeluaran negara untuk konflik Ukraina, suku bunga yang lebih tinggi tidak terlalu berdampak pada pengendalian kenaikan harga dibandingkan dengan ekonomi yang lebih berbasis pasar.
Rubel merosot ke level terlemahnya terhadap dolar AS dalam lebih dari dua setengah tahun terakhir bulan lalu di tengah kekhawatiran akan eskalasi perang Ukraina yang telah berlangsung hampir tiga tahun.
Mata uang ini hanya menunjukkan sedikit tanda-tanda pemulihan, dengan regulator menetapkan nilai tukar resmi pada hari Rabu lebih dari 103 rubel per dolar AS atau sekitar 25% lebih lemah daripada tingkat yang diperdagangkan sebelum invasi skala penuh ke Ukraina pada 2022 lalu.
Kepala pemberi pinjaman terbesar di Rusia, melansir dari The Moscow Times, memperingatkan minggu lalu bahwa perekonomian menunjukkan tanda-tanda perlambatan yang signifikan di beberapa sektor, termasuk di sektor konstruksi perumahan dan investasi.
CEO Sberbank, German Gref, memperingatkan Bank Sentral agar tidak melampaui batas dalam kebijakan suku bunga sehingga lebih sulit untuk kembali ke jalur pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik Rusia, harga-harga naik 8,9% secara tahunan bulan lalu. Menurut badan statistik Rosstat harga-gharag tersebut naik dari 8,5% pada Oktober lebih dari dua kali lipat dari target pemerintah sebesar 4%.
Angka ini merupakan sinyal lebih lanjut bahwa bank sentral kemungkinan akan menaikkan suku bunga acuannya saat para pembuat kebijakan bertemu pada 20 Desember, karena bank sentral berusaha untuk mengendalikan inflasi yang melambung tinggi dan menopang mata uang rubel.
Biaya pinjaman sudah berada di level tertinggi dalam dua dekade terakhir. Para ekonom mengatakan bahwa karena inflasi didorong oleh rekor pengeluaran negara untuk konflik Ukraina, suku bunga yang lebih tinggi tidak terlalu berdampak pada pengendalian kenaikan harga dibandingkan dengan ekonomi yang lebih berbasis pasar.
Rubel merosot ke level terlemahnya terhadap dolar AS dalam lebih dari dua setengah tahun terakhir bulan lalu di tengah kekhawatiran akan eskalasi perang Ukraina yang telah berlangsung hampir tiga tahun.
Mata uang ini hanya menunjukkan sedikit tanda-tanda pemulihan, dengan regulator menetapkan nilai tukar resmi pada hari Rabu lebih dari 103 rubel per dolar AS atau sekitar 25% lebih lemah daripada tingkat yang diperdagangkan sebelum invasi skala penuh ke Ukraina pada 2022 lalu.
Kepala pemberi pinjaman terbesar di Rusia, melansir dari The Moscow Times, memperingatkan minggu lalu bahwa perekonomian menunjukkan tanda-tanda perlambatan yang signifikan di beberapa sektor, termasuk di sektor konstruksi perumahan dan investasi.
CEO Sberbank, German Gref, memperingatkan Bank Sentral agar tidak melampaui batas dalam kebijakan suku bunga sehingga lebih sulit untuk kembali ke jalur pertumbuhan ekonomi.
(nng)