Nih, Tiga Kerugian Kalau Ikut-ikutan Panic Buying

Sabtu, 07 Maret 2020 - 11:55 WIB
Nih, Tiga Kerugian Kalau Ikut-ikutan Panic Buying
Nih, Tiga Kerugian Kalau Ikut-ikutan Panic Buying
A A A
JAKARTA - Joko Widodo secara resmi mengumumkan adanya dua kasus positif virus corona di Indonesia pada Senin (2/3) lalu, yang secara otomatis menempatkan Indonesia dalam peta persebaran virus corona jenis baru atau Covid-19. Masuknya Indonesia dalam peta sebaran Covid-19 juga menambah daftar jumlah negara yang terdampak virus corona di dunia, yang per Selasa (3/3) menjadi sebanyak 66 negara.

Di dalam negeri, pengumuman resmi pemerintah itu membuat sebagian masyarakat Indonesia menjadi panik. Sebagian masyarakat lantas berbondong-bondong menyerbu pusat-pusat perbelanjaan. Selain memburu produk kesehatan seperti masker dan hand sanitizer, masyarakat juga memborong barang kebutuhan pokok sehari-hari.

Fenomena panic buying atau membeli barang dalam jumlah besar sebagai antisipasi atas bencana itu seharusnya tak perlu terjadi. Sebab, segera setelahnya pemerintah menegaskan bahwa stok kebutuhan pokok dalam kondisi aman dan mencukupi.

Selain tak perlu, Audit & Assurance Partner Grant Thornton Indonesia Alexander Adrianto Tjahyadi mengungkapkan, fenomena panic buying juga dapat menimbulkan kerugian secara keuangan, tidak hanya secara personal namun juga secara luas.

"Kami menyarankan untuk menahan diri dan membeli barang dalam jumlah sewajarnya, kita semua berharap virus corona dapat ditangani dengan baik di Indonesia," ujar Alexander di Jakarta, Sabtu (6/3/2020).

Merespons fenomena ini, Grant Thornton Indonesia menjabarkan setidaknya ada tiga kerugian dari panic buying:

1. Meningkatkan inflasi
Aktifitas pembelian yang berlebihan tentu akan berpengaruh kepada perekonomian, fenomena panic buying oleh masyarakat akan memicu kelangkaan berbagai produk dan berdampak pada kenaikan harga barang tersebut yang dapat menyebabkan kenaikan inflasi yang akan mengganggu stabilitas ekonomi. Aksi panic buying yang hanya beberapa bulan sebelum Idul Fitri akan menyebabkan kenaikan inflasi yang lebih awal dan lebih lama.

2. Keuangan rumah tangga terganggu
Saat kita merasa terancam, secara psikologis dapat berakibat pada berkurangnya proses berpikir rasional dan lebih mudah terpengaruh dengan pola pikir kelompok. Dalam kasus virus corona ini, dengan tersebarnya berita, banyaknya kelompok masyarakat yang langsung memborong barang rumah tangga dalam jumlah banyak ternyata langsung diikuti oleh kelompok lainnya. "Di sini juga terjadi efek latah," tuturnya.

Namun, patut dipahami secara tidak sadar hal tersebut akan berdampak pada keuangan rumah tangga, karena pembelian impulsif bisa saja menyedot dana yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan reguler penting lainnya seperti uang sekolah anak atau cicilan rumah. Belum lagi jika pembelian dilakukan menggunakan fasilitas kredit seperti misalnya kartu kredit, terjadi beban hutang konsumsi yang terlalu prematur dan tidak pada tempatnya. Dalam perencanaan keuangan rumah tangga, beban utang konsumsi ini perlu dikendalikan.

3. Pemborosan
Bayangkan Anda membeli 50 kardus mie instan dan menimbun 100 kg beras sementara stok barang akan tetap cukup seperti apa yang dijanjikan pemerintah saat ini dan kondisi penyebaran virus corona tidak seburuk yang ditakutkan.
Maka, pembelian berdasarkan panic buying tersebut dapat dikategorikan sebagai salah satu tindak pemborosan karena akan cukup sulit untuk menghabiskan bahan makanan yang telah ditimbun tadi sebelum masa kedaluwarsanya. Misalnya, beras mungkin berkutu dan rusak apabila disimpan terlalu lama.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5897 seconds (0.1#10.140)