Waspada, Wabah Corona Masih Mengancam Ekonomi Dunia

Sabtu, 07 Maret 2020 - 13:55 WIB
Waspada, Wabah Corona Masih Mengancam Ekonomi Dunia
Waspada, Wabah Corona Masih Mengancam Ekonomi Dunia
A A A
JAKARTA - Pasar Saham dunia masih kawatir akan peringatan Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, bahwa virus corona atau Covid-19 memiliki potensi menjadi pandemi. Lembaga pemeringkat Moody's bahkan memperingatkan wabah Covid-19 akan memicu resesi global pada paruh pertama tahun 2020.

Virus corona secara global telah menjangkiti setidaknya 95.200 orang dengan jumlah kematian secara global sekitar 3.270. Saat ini, kasus-kasus pertama mulai dilaporkan di Azerbaijan, Belarus, Lithuania, Meksiko, Selandia Baru dan Nigeria, negara terpadat di Afrika.

"Akibat virus corona ini OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) memprakirakan ekonomi dunia hanya akan tumbuh 2,4% tahun 2020 dan merupakan pertumbuhan terendah sejak 2009," ujar Direktur PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee di Jakarta, Sabtu (7/3/2020).

Awal pekan pasar saham dunia sempat menguat akibat harapan stimulus moneter berbagai bank sentral dunia. Bahkan The Fed mengejutkan pasar setelah melakukan pemangkasan suku bunga acuan sebesar 50 bps dari 1,50% sampai 1,75% menjadi 1% sampai 1,25%.

Hal ini dilakukan The Fed untuk mengantisipasi dampak penyebaran virus corona yang cepat terhadap pertumbuhan ekonomi. Adapun pemangkasan dilakukan di luar jadwal rapat tanggal 18 Maret dan merupakan pemotongan suku bunga darurat pertama kali sejak krisis tahun 2008.

"Sinyal yang diberikan adalah dampak negatif penyebaran virus corona terhadap perekonomian AS akan lebih buruk dari perkiraan sebelumnya. Yield obligasi Amerika dengan tenor 10 tahun turun ke level 1% (0,9060%), yang merupakan angka terendah di sepanjang sejarah," kata Hans.

Dia pun melanjutkan, penurunan imbal hasil (yield) mengindikasikan orang menjual instrument berisiko dan masuk ke instrumen yang lebih aman, di antaranya obligasi Amerika di atas 10 tahun. Harga emas yang dianggap save haven juga mengalami penguatan cukup signifikan.

"Pasar saham Wall Street juga mengalami pelemahan tajam akibat keputusan ini mengindikasi pelaku pasar di sana juga mendapatkan sinyal negatif," katanya.

Dia menambahkan, pelaku pasar juga menanti berbagai stimulus dari bank sentral untuk mengurangi dampak virus corona. "Pelaku pasar Amerika kembali berharap The Fed melakukan pemotongan bunga pada pertemuan 18-19 Maret untuk menghadapi perlambatan ekonomi AS dan Dunia," tuturnya.

Sebagai informasi pelaku pasar uang di zona euro menyatakan peluang 90% ECB akan melakukan pemotongan suku bunga sebesar 10 basis poin pekan depan. Gubernur Bank of Japan (BOJ) Haruhiko Kuroda juga mengatakan akan berusaha untuk menstabilkan pasar dan menawarkan likuiditas yang cukup melalui operasi pasar dan pembelian aset.

Pasar saham dunia juga masih mencerna realiasi berbagai stimulus lembaga dunia terkait penyebaran virus korona.

Sementara itu, Dana Moneter Internasional (IMF) mengumumkan tentang paket bantuan senilai USD50 miliar, untuk mengurangi dampak virus corona. Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva mengatakan, IMF menyediakan dana segera yang ditujukan bagi negara-negara berpenghasilan rendah dan emerging market.

Bank Dunia juga menyatakan siap membantu Negara-negara anggota mengatasi tantangan kemanusiaaan dan perekonomian akibat wabah virus corona yang menyebar sangat cepat salah satunya melalui dana darurat. G-7 juga menyampaikan akan menggunakan berbagai alat yang belum ditentukan untuk membantu ekonomi global menangani ancaman virus corona.

Lalu, Kongres Amerika juga menyiapkan dana darurat sebesar USD8 miliar untuk menghadapi virus corona. Hal-hal ini menjadi sentimen positif bagi pasar terutama ketika terjadi realisasinya. Pasar Saham Amerika pekan depan diyakini akan mencermati penyebaran virus corona Amerika dimana di beberapa negara bagian terjadi penyebaran yang cepat.

Negara bagian California mengumumkan keadaan darurat setelah terjadi kematian karena virus corona dan adanya 53 kasus yang berhasil dikonfirmasi. Jumlah kasus corona di New York naik dua kali lipat dalam semalam menjadi 22 setelah negara bagian itu meningkatkan pengujian terhadap virus corona.

Kendati demikian, meski 97.000 orang tertular virus ini, ternyata didokumentasikan sebanyak 53.000 orang sembuh. Di China, data sejak 19 Februari 2020 jumlah orang baru yang terjangkit virus corona juga lebih rendah. Ini masih terus terjadi sampai dan mengindikasikan bahwa puncak penyebaran virus di negara itu sudah dilewati.

Namun, perkembangan penyebaran virus corona di luar China masih menjadi perhatian pelaku pasar. Pasar saham dunia tampaknya masih diwarnai kekawatiran virus corona akibat penyebaran yang cepat. "Kami perkirakan IHSG pekan depan masih akan terkoreksi, dengan pola koreksi di awal-awal pekan tetapi di akhir pekan berpeluang rebound menguat," jelas Hans.

Menurut dia, support IHSG sepekan adalah 5.431 sampai 5.288 dan resistance di level 5.577 sampai 5.715. Pelaku pasar dengan horizon investasi lebih dari setahun direkomendasikannya melakukan cicil beli ketika IHSG turun di bawah 5.300.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5103 seconds (0.1#10.140)