Masih Banyak Aral bagi Indeks untuk Mengepal di Pekan Depan

Minggu, 06 September 2020 - 18:00 WIB
loading...
Masih Banyak Aral bagi...
Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Bursa Efek Indonesia (BEI) melaporkan seluruh data perdagangan selama sepekan pada periode 31 Agustus-4 September 2020. Mayoritas, data perdagangan bergerak melemah termasuk indeks harga saham gabungan (IHSG).

Tercatat, IHSG berada di level 5.239,851 atau turun 2% dibanding pekan lalu yang masih ada di kisaran 5.346,659. Sementara, nilai kapitalisasi pasar bursa selama sepekan juga turun sebesar 1,90% menjadi Rp6.081,396 triliun. Pekan lalu kapitalisasi pasar masih sebesar Rp6.199,053 triliun.

Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee menilai, pasar saham domestik masih berpeluang konsolidasi melemah karena koreksi pasar saham dunia akibat saham teknologi. Sentimen negatif itu ditambah lagi oleh kasus pandemi Covid-19 yang belum pasti kapan berakhir, sehingga prospek ekonomi masih suram.

Rencana mengutak-atik independensi bank sentral juga menjadi sentimen negatif. Pasalna, rencana itu tidak akan bisa menyelesaikan masalah yang ada. ( Baca juga:Menhub Bakal Permak Wajah Transportasi di Indonesia, Kek Apa Ya? )

“Mengubah pondasi sektor keuangan ketika badai krisis pandemi Covid 19 belum berakhir menimbulkan sentimen negatif bagi pasar keuangan. IHSG bergerak dengan support di level 5.188 sampai 5.059 dan resistance di level 5.337 sampai 5.381,” kata Hans dalam keterangan tertulis, Minggu (6/9/2020).

Menurut dia, aksi jual di saham teknologi akibat kekhawatiran valuasi yang terlalu tinggi membuat pasar saham tertekan turun. Indeks Nasdaq telah naik lebih dari 80% sejak posisi terendah Maret 2020, sedangkan indeks S&P 500 dan Dow Jones juga telah naik lebih dari 60%. Sementara, ulan Agustus Indeks Nasdaq naik 9.6% dan merupakan kinerja bulanan terbaik sejak tahun 2000.

“Sedangkan S&P 500 naik 7,6% dan Dow 7% selama bulan Agustus. Ini merupakan kinerja 30 tahun terbaik untuk kedua indeks. Kami melihat saham teknologi sudah naik terlalu banyak akibat harapan perolehan keuntungan sebagai dampak pandemi. Peluang koreksi saham teknologi masih mungkin berlanjut,” ujarnya. ( Baca juga:Bappilu Demokrat Sebut Dukungan PDIP di Pilgub Sumbar Baru Lisan )

Selain itu, belum terlihat kemajuan negosiasi paket stimulus fiskal di Amerika Serikat. Partai Republik dan Demokrat belum menemukan titik temu terkait besarnya paket stimulus fiskal. Selanjutnya, perbaikan data tenaga kerja membuat tidak ada dorongan tambahan untuk mempercepat paket stimulus tersebut.

Kesepakatan stimulus menjadi lebih sulit karena menjelang pemilihan presiden pada 3 November. Senat Partai Republik dikabarkan akan mengajukan RUU bantuan Covid-19 pekan depan dengan menawarkan bantuan tambahan federal senilai USD500 miliar.

"Berlarut dan tidak ditemukannya kesepakatan paket stimulus fiskal merupakan sentimen negatif di pasar keuangan, tetapi sudah di-price in oleh pasar. Bila terjadi kesepakatan paket stimulus akan menjadi sentimen positif untuk mendorong pasar keuangan,” katanya.
(uka)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1557 seconds (0.1#10.140)