Peta Dampak Pandemi Corona Terhadap Ekonomi Global Sejauh Ini

Senin, 30 Maret 2020 - 16:04 WIB
Peta Dampak Pandemi Corona Terhadap Ekonomi Global Sejauh Ini
Peta Dampak Pandemi Corona Terhadap Ekonomi Global Sejauh Ini
A A A
LONDON - Wabah virus corona yang bermula dari Wuhan, China telah menginfeksi lebih dari 550.000 orang, dan membuat sektor bisnis di seluruh dunia kehilangan pendapatan. Guna memahami dampak ekonomi dari wabah virus corona sejauh ini, berikuta beberapa efeknya.

Saham Global


Pergeseran besar terjadi pada pasar saham, terkait dengan aksi jual dan beli saham peruahaan. Hal ini bukan tidak mungkin bisa mempengaruhi investasi hingga rekening individu.

FTSE, Dow Jones Industrial Average serta Nikkei seperti dilansir BBC, ke semuanya saham terlihat mengalami kejatuhan dalam sejak dimulainya wabah corona, 31 Desember lalu. Dow dan FTSE bahkan mencatat pelemahan terbesar dalam satu hari sejak 1987.

Investor mengkhawatirkan penyebaran virus corona yang terus bergerak secara masif akan menghancurkan pertumbuhan ekonomi dan tindakan pemerintah mungkin tidak cukup untuk menghentikan penurunan.

Sebagai tanggapan, bank sentral di banyak negara termasuk Inggris Raya telah memangkas suku bunga. Dimana secara teori membuat pinjaman lebih murah dan mendorong pengeluaran untuk meningkatkan perekonomian.

Pasar global juga sempat pulih, ketika Senat AS menyetujui stimulus yang disiapkan pemerintah Trump sebesar USD2 Triliun untuk membantu pekerja dan pelaku bisnis. Tetapi beberapa analis telah memperingatkan bahwa, volatil akan terjadi sampai pandemi terbendung.

Di Amerika Serikat, jumlah orang yang mengajukan pengangguran mencapai rekor tinggi, menandakan berakhirnya ekspansi untuk salah satu ekonomi terbesar di dunia.

Industri Travel Paling Terdampak

Terpantau sektor yang paling terdampak adalah industri pariwista serta travel, ketika banyak maspakai menutup rute dan wisatawan membatalkan perjalanan bisnis atau untuk liburan. Pemerintah di seluruh dunia telah memperkenalkan pembatasan berpergian untuk mencoba meredam penyebaran virus.

Uni Eropa melarang wisatawan dari luar blok selama 30 hari dalam sebuah langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk menyegel perbatasan karena krisis virus corona. Di Amerika Serikat (AS), pemerintahan Trump melarang wisatawan dari Bandara Eropa memasuki Negeri Paman Sam -julukan AS-.

Data dari layanan pelacakan penerbangan, Flight Radar 24 memperlihatkan jumlah penerbangan komersial global telah berkurang sangat besar. Industri travel AS juga merasakan dampak signifikan dari larangan China terhadap warganya untuk berpergian.

Tercatat ada 415.000 kunjungan dari China ke Inggris dalam 12 bulan sampai September 2019, menurut VisitBritain. Wisatawan China juga menghabiskan tiga kali lebih banyak pada rata-rata kunjungan ke Inggris dengan rata-rata £1.680.

Panic Buying


Supermarket dan jasa pengiriman online telah melaporkan pertumbuhan besar dalam permintaan ketika konsumen mulai menimbun barang. Produk seperti kertas toilet, beras dan jus jeruk mengalami peningkatan di tengah pandemi corona.

Efek Lockdown Terlihat


Sebagai upaya menghentikan penyebaran wabah Covid-19, banyak negara di seluruh dunia telah mulai menerapkan tindakan yang sangat sulit. Negara dan modal dunia telah dilockdown hingga berpengaruh terhadap total rantai produksi industri utama.

European Space Agency telah mengumumkan penurunan yang mengesankan terkait polusi di langit Eropa. Kondisi ini jelas menunjukkan bagaimana penurunan emisi terjadi pada kota-kota besar di Eropa khususnya Paris, Milan dan Madrid.

Perlambatan Pabrik di China


Di China saat virus corona pertama kali muncul, produksi industri, penjualan dan investasi semua jatuh dua bulan pertama dalam setahun, dibandingkan dengan periode yang sama di 2019. China diketahui merupakan pemasok sepertiga dari manufaktur global, dan merupakan eksportir terbesar di dunia.

Pembatasan telah mempengaruhi rantai pasokan bagi perusahaan besar seperti industri manufaktur JCB dan pembuat mobil Nissan. Toko dan dealer mobil hampir mayoritas melaporkan kemerosotan permintaan.

Penjualan mobil China misalnya telah terjun bebas hingga sebesar 86% pada bulan Februari. Sedangkan produsen mobil seperti Tesla atau Geely memilih menjual mobil secara online saat pelanggan mulai meninggalkan ruang pameran.

Bahkan Investasi 'Aman' Terpengaruh


Ketika krisis mulai menghantam, investor sering memilih investasi yang kurang berisiko. Emas secara tradisional dianggap sebagai "Safe Haven" untuk investasi pada saat penuh ketidakpastian.

Tapi bahkan harga emas sempat jatuh sebentar pada bulan Maret, karena investor takut tentang kemungkinan resesi global. Demikian juga, harga minyak telah merosot ke harga yang belum tidak terlihat sejak Juni 2001.

Investor takut bahwa penyebaran virus secara global akan menghantam ekonomi global dan permintaan minyak. Harga minyak juga sudah dipengaruhi oleh konflik antara OPEC, kelompok produsen minyak, dan Rusia. Ditambah virus Corona semakin mendorong harga turun lebih lanjut.

Pertumbuhan Diprediksi Stagnan


Jika perekonomian tumbuh, yang secara umum bisa diartikan lebih banyak orang kaya dan membuka pekerjaan baru. Hal ini diukur dengan melihat perubahan persentase dalam produk domestik bruto, atau nilai barang dan jasa yang dihasilkan, biasanya selama tiga bulan atau satu tahun.

Perekonomian dunia bisa tumbuh pada tingkat yang paling lambat sejak 2009 tahun ini karena wabah corona, menurut organisasi kerja sama ekonomi dan pembangunan (OECD). Think tank memiliki perkiraan pertumbuhan hanya 2,4% di 2020, turun dari 2,9% pada bulan November.

Mereka juga mengatakan bahwa bila wabah ini bertahan "lebih lama dan intensif " maka pertumbuhan bisa hanya 1,5% di 2020. Pasalnya banyak pabrik menangguhkan aktivitas mereka dan pekerja tinggal di rumah untuk mencoba membendung virus.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6417 seconds (0.1#10.140)