UMKM Teknologi Butuh Dukungan Pemerintah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Keinginan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan agar pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) mengembangkan produk-produk berbasis teknologi mendapat respon positif. Namun, pelaku usaha meminta adanya langkah konkret pemerintah membantu mereka, termasuk menyediakan anggaran riset dan insentif untuk pengembangan teknologi serta produk.
Ketua Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun mengatakan, pelaku usaha di Indonesia sebetulnya memiliki kemampuan untuk mengembangkan produk teknologi tinggi, namun masih diperlukan dukungan pemerintah untuk sejumlah hal. (Baca: Cukup Diucapkan, Amalan Ringan Ini Pahalanya Melimpah)
Pertama, yaitu mengenai jaminan ketersediaan pasar. Kedua, dukungan anggaran pada saat proses pengembangan produk. Dukungan pemerintah berupa insentif, baik insentif perpajakan maupun insentif fiskal lainnya bagi masing-masing pelaku usaha yang mengembangkan produk berbasis teknologi tinggi, diperlukan untuk membuat pelaku usaha menghasilkan produk berkualitas dan kompetitif.
"Alokasi anggaran dan insentif ini penting untuk menggairahkan pelaku usaha dalam product development," ujar Ikhsan di Jakarta, kemarin.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani juga mendukung industri nasional berbasiskan teknologi. Sebab, menurut Shinta, di masa mendatang industri harus memiliki nilai tambah yang baik agar bisa bertahan di pasaran. “Nilai tambah terbesar ada pada industri berbasis riset, inovasi, dan teknologi yang dikomersialkan sesuai kebutuhan pasar,” katanya. (Baca juga: Paket Isolasi Mandiri Covid-19, Bisnis Legit beresiko Tinggi)
Karena itu, kata Shinta, jika Indonesia ingin menjadi negara maju dalam 20 tahun ke depan, mendorong realisasi investasi di industri berbasis riset dan teknologi sangat penting dimulai dari sekarang. Meski demikian, ada banyak kendala yang perlu diselesaikan untuk mengembangkan industri berbasis riset dan teknologi (ristek) di Indonesia.
Mulai dari kendala SDM, keterbatasan modal, dan tidak adanya industrial environment yang cukup kondusif untuk pengembangan industri berbasis ristek. Itu sebabnya, Shinta mengatakan, prioritas utama yang harus dikerjakan pemerintah adalah membenahi ekosistem industri agar perusahaan-perusahaan berbasis riset dan teknologi bisa mulai tumbuh di Indonesia.
Menurut Shinta, hal Ini berjalan beriringan dengan perbaikan kualitas SDM dan infrastruktur pendukung lainnya. Selain itu, insentif untuk investasi di bidang ristek yang saat ini ada masih belum cukup menarik bagi investor. (Baca juga: Partai Komunis China Nyatakan Siap erang dengan Negara ASEAN dan AS)
Sebagai contoh, UMKM yang mengembangkan produk berbasis teknologi adalah industri produk tembakau alternatif. Sekretaris Umum Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Garindra Kartasasmita mengatakan, pihaknya getol dalam mengembangkan teknologi untuk industri ini. Akan tetapi, ekosistem aturan yang ada belum optimal dalam mendukung perkembangan produk tembakau alternatif dalam negeri.
Garindra mengungkapkan, saat ini ribuan pengusaha rokok elektrik yang menjadi anggotanya saat ini masih termasuk dalam skala UMKM mulai menjajaki teknologi ekstraksi nikotin dari sumber daya lokal. Sayangnya, teknologi tersebut masih diadopsi dari penelitian luar negeri karena Indonesia masih minim kajian ilmiah terkait hal ini. (Baca juga: Studi: Virus Corona Baru Mampu Menyerang Otak)
Ketua Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun mengatakan, pelaku usaha di Indonesia sebetulnya memiliki kemampuan untuk mengembangkan produk teknologi tinggi, namun masih diperlukan dukungan pemerintah untuk sejumlah hal. (Baca: Cukup Diucapkan, Amalan Ringan Ini Pahalanya Melimpah)
Pertama, yaitu mengenai jaminan ketersediaan pasar. Kedua, dukungan anggaran pada saat proses pengembangan produk. Dukungan pemerintah berupa insentif, baik insentif perpajakan maupun insentif fiskal lainnya bagi masing-masing pelaku usaha yang mengembangkan produk berbasis teknologi tinggi, diperlukan untuk membuat pelaku usaha menghasilkan produk berkualitas dan kompetitif.
"Alokasi anggaran dan insentif ini penting untuk menggairahkan pelaku usaha dalam product development," ujar Ikhsan di Jakarta, kemarin.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani juga mendukung industri nasional berbasiskan teknologi. Sebab, menurut Shinta, di masa mendatang industri harus memiliki nilai tambah yang baik agar bisa bertahan di pasaran. “Nilai tambah terbesar ada pada industri berbasis riset, inovasi, dan teknologi yang dikomersialkan sesuai kebutuhan pasar,” katanya. (Baca juga: Paket Isolasi Mandiri Covid-19, Bisnis Legit beresiko Tinggi)
Karena itu, kata Shinta, jika Indonesia ingin menjadi negara maju dalam 20 tahun ke depan, mendorong realisasi investasi di industri berbasis riset dan teknologi sangat penting dimulai dari sekarang. Meski demikian, ada banyak kendala yang perlu diselesaikan untuk mengembangkan industri berbasis riset dan teknologi (ristek) di Indonesia.
Mulai dari kendala SDM, keterbatasan modal, dan tidak adanya industrial environment yang cukup kondusif untuk pengembangan industri berbasis ristek. Itu sebabnya, Shinta mengatakan, prioritas utama yang harus dikerjakan pemerintah adalah membenahi ekosistem industri agar perusahaan-perusahaan berbasis riset dan teknologi bisa mulai tumbuh di Indonesia.
Menurut Shinta, hal Ini berjalan beriringan dengan perbaikan kualitas SDM dan infrastruktur pendukung lainnya. Selain itu, insentif untuk investasi di bidang ristek yang saat ini ada masih belum cukup menarik bagi investor. (Baca juga: Partai Komunis China Nyatakan Siap erang dengan Negara ASEAN dan AS)
Sebagai contoh, UMKM yang mengembangkan produk berbasis teknologi adalah industri produk tembakau alternatif. Sekretaris Umum Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Garindra Kartasasmita mengatakan, pihaknya getol dalam mengembangkan teknologi untuk industri ini. Akan tetapi, ekosistem aturan yang ada belum optimal dalam mendukung perkembangan produk tembakau alternatif dalam negeri.
Garindra mengungkapkan, saat ini ribuan pengusaha rokok elektrik yang menjadi anggotanya saat ini masih termasuk dalam skala UMKM mulai menjajaki teknologi ekstraksi nikotin dari sumber daya lokal. Sayangnya, teknologi tersebut masih diadopsi dari penelitian luar negeri karena Indonesia masih minim kajian ilmiah terkait hal ini. (Baca juga: Studi: Virus Corona Baru Mampu Menyerang Otak)