DPR Ingatkan Agar Likuiditas Perbankan Perlu Dipantau

Selasa, 05 Mei 2020 - 08:29 WIB
loading...
DPR Ingatkan Agar Likuiditas...
Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Anggota DPR meminta pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Bank Indonesia (BI) agar intensif memantau likuiditas perbankan, khususnya setelah bank memberikan relaksasi bagi cicilan para nasabahnya. Pasalnya, jika likuiditas bank terganggu maka bisa memengaruhi sistem perekonomian nasional.

Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar Puteri Anetta Komarudin menilai, pelaksanaan kebijakan ini harus dilakukan secara hati-hati dengan memastikan ketersediaan arus likuiditas yang memadai. Apabila dengan penundaan angsuran menyebabkan bank mengalami masalah likuiditas, pemerintah harus mampu memastikan mekanisme seperti bantuan interbank ataupun cadangan bantuan likuiditas bisa dipastikan dapat terlaksana dengan baik.

"Upaya ini harus dilakukan agar menjaga kepercayaan nasabah terhadap perbankan. Khususnya bagi bank skala kecil yang paling bersentuhan dengan masyarakat untuk mendukung kelangsungan usaha mereka,” ujar Puteri di Jakarta kemarin.

Sebelumnya Presiden Joko Widodo mengumumkan lima skema stimulus ekonomi bagi usaha mikro kecil-menengah (UMKM) yang terdampak pandemi Covid-19, di antaranya berupa restrukturisasi dan relaksasi kredit bagi UMKM. Stimulus tersebut meliputi penundaan angsuran dan subsidi bunga kredit bagi penerima KUR, UMi, PNM Mekaar, LPDB, dan penerima bantuan permodalan dari beberapa kementerian. Stimulus tersebut sejalan dengan kebijakan restrukturisasi kredit yang diterbitkan oleh OJK sebagaimana diatur dalam POJK Nomor 11/POJK.03/2020.

Menurut dia, ketentuan subsidi bunga kredit dapat memberikan ruang likuiditas bagi perbankan berskala kecil seperti BPR/S maupun BPD. Kebijakan restrukturisasi kredit bagi UMKM terdampak Covid-19 memang di satu sisi memberikan waktu tambahan bagi pelaku usaha untuk menyelamatkan kelangsungan usahanya.

Namun, kebijakan ini menjadi tantangan tersendiri bagi bank-bank kecil karena dapat menekan likuiditas perbankan. Hal tersebut terjadi seiring berkurangnya cash inflow dari angsuran kredit nasabah, yang dihadapkan bersamaan dengan pemenuhan kewajiban dana pihak ketiga serta penarikan dana nasabah yang dipicu pandemi. "Dengan hadirnya bantuan subsidi bunga kredit, setidaknya dapat mengurangi beban perbankan dengan menambah ruang likuiditas dan menjadi penyeimbang dalam memberikan keringanan kredit bagi debiturnya,” ujar Puteri.

Seperti diketahui, pemerintah telah menyiapkan mekanisme penundaan angsuran dan subsidi bunga kredit bagi debitur UMKM selama enam bulan. Debitur ultramikro dengan kredit di bawah Rp10 juta seperti UMi, PNM Mekaar, dan Pegadaian akan memperoleh penundaan angsuran dan subsidi bunga 6% selama enam bulan.

Sementara untuk debitur KUR dan pelaku usaha dengan nilai kredit hingga Rp500 juta, mereka akan mendapatkan penundaan cicilan pokok dan subsidi bunga 6% selama tiga bulan dan 3% selama tiga bulan berikutnya. Selain itu, pemerintah juga memberikan relaksasi secara bertahap bagi debitur dengan kredit di atas Rp500 juta-10 miliar berupa subsidi bunga 3% selama tiga bulan dan 2% selama tiga bulan berikutnya.

Lebih jauh, dia juga mengimbau pemerintah bersama OJK untuk segera merampungkan dan menerbitkan peraturan pelaksana kebijakan stimulus bagi UMKM. Peraturan pelaksana diperlukan sebagai bentuk kepastian hukum atas pelaksanaan kebijakan oleh institusi terkait.

Selain itu, peraturan pelaksana juga dapat menjadi dasar kebijakan bagi OJK untuk segera menindaklanjuti dengan membentuk peraturan terkait sebagai pedoman atau petunjuk teknis bagi masing-masing industri jasa keuangan yang terlibat. “Sejak awal rapat bersama dengan mitra Komisi XI, seperti Kementerian Keuangan, OJK, dan BI, saya selalu menekankan pentingnya peraturan pelaksana dan petunjuk teknis yang komprehensif. Mengingat kompleksitas stakeholders yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan ini, peraturan pelaksana yang tegas dan jelas sehingga mutlak diperlukan. Ke depannya, kami akan terus kawal penyusunan dan pelaksanaannya," tambah Puteri.

Kebutuhan Ramadhan

Sementara itu, untuk menjaga likuiditas selama Ramadhan dan Lebaran tahun ini, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) telah menyiapkan uang tunai Rp37,2 triliun.

Direktur Jaringan dan Layanan BRI A Solichin Lutfiyanto mengatakan, uang tunai yang disiapkan oleh BRI tahun ini lebih kecil dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp48,2 triliun. “Setiap tahun memang tren kebutuhan uang kas menjelang lebaran semakin menurun karena masyarakat sudah mulai beralih ke transaksi digital. Tapi untuk tahun ini, faktor lain yang memengaruhi penurunan tersebut adanya pandemi yang terjadi,” ujar Solichin.

Selain uang tunai, pihaknya juga memastikan kesiapan jaringan kantor dan e-channel. Sebanyak 236 kantor BRI di seluruh Indonesia telah disiagakan untuk memberikan layanan terbatas bagi masyarakat serta penebusan setoran BBM/non-BBM dari Pertamina dan Bulog. Selain itu, 17 kantor BRI melayani pick up services ASDP dan 62 kantor BRI melayani pick up services Garuda Indonesia.

Khusus untuk e-channel, BRI telah menyiapkan 18.667 mesin ATM dan 3.809 mesin CRM yang tersebar di seluruh Indonesia. “Kami telah menyiapkan tim khusus yang nantinya akan melakukan patroli dan pengecekan secara berkala terhadap mesin-mesin tersebut, sehingga nantinya apabila terjadi suatu kendala bisa segera diatasi secara cepat,” tuturnya. (Hafid Fuad)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1052 seconds (0.1#10.140)