Masih Ada Ruang Penyaluran Kredit
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kinerja perbankan memang mengalami perlambatan pertumbuhan kredit karena permintaannya jauh berkurang di masa pandemi. Namun pertumbuhan kredit yang melambat tidak membuat kondisi perbankan melemah. Pasalnya berbagai stimulus yang diluncurkan pemerintah dan otoritas moneter mampu menjaga kondisi likuiditas dan kualitas aset perbankan.
Menurut Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro, pertumbuhan DPK yang tinggi membuat kondisi likuiditas akan relatif melimpah pada tahun ini. Sementara itu rasio kredit macet (NPL) memang akan mengalami peningkatan antara 3,5–4%, tetapi peningkatan ini dapat diredam karena stimulus pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (Baca: Siapa yang Berhak Memandikan Jenazah Perempuan?)
“ Pertumbuhan kredit diperkirakan hanya mencapai 1,5% bila dibandingkan dengan tahun lalu, sementara DPK dapat tumbuh sebesar 8,3% seiring makin banyaknya penabung dengan nominal besar,” kata Andry dalam media gathering Economic Outlook Kuartal III/2020 di Jakarta kemarin.
Selanjutnya kinerja beberapa industri akan mengalami perbaikan pada kuartal III bila dibandingkan dengan kuartal II. Karena kondisi di kuartal II yang merupakan titik terendah akibat penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang cukup ketat.
“Pada kuartal III ini, khususnya bulan Juli dan Agustus, berbagai indikator telah menunjukkan perbaikan kegiatan ekonomi bila dibandingkan dengan bulan April dan Mei 2020,” ucapnya.
Diperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2020 akan terkontraksi akibat Covid-19. Sebab pertumbuhan ekonomi pada kuartal sebelumnya juga melambat. Pada kuartal I, ekonomi hanya mencapai level 2,97% setelah muncul kasus pertama Covid-19 di Indonesia. Ekonomi kian terkontraksi pada kuartal II dengan minus 5,32%.
Nah, memasuki kuartal III/2020, kondisi ekonomi sedikit membaik seiring dengan adanya relaksasi PSBB. Proyeksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal III diperkirakan masih akan berada pada teritori negatif, tetapi dengan arah membaik bila dibandingkan dengan kuartal II. (Baca juga: Zulkifkli Hasan Tunjuk Pasha Ungu Jadi Ketua DPP PAN)
Andry mengatakan, jika mengalami resesi, Indonesia tidak akan sedalam India dan Malaysia. Tak sedalam juga seperti negara-negara maju di kawasan Eropa dan Amerika. Untuk itu pertumbuhan ekonomi nasional pada sepanjang tahun ini, meski mengalami kontraksi, angkanya tak terlalu besar.
“Kami memperkirakan pertumbuhan full-year ekonomi Indonesia pada 2020 akan berada pada kisaran -1% sampai -2%,” kata Andry.
Menurut Andry, dinamika ekonomi global mengungkap banyak negara di dunia yang juga sudah memasuki resesi. Kecuali Vietnam dan China yang memang masih mencatat pertumbuhan positif.
Sementara itu perekonomian nasional akan mulai memasuki masa pemulihan pada 2021 dengan asumsi kurva infeksi Covid-19 sudah menunjukkan perlambatan disertai adanya prospek penemuan dan produksi vaksin sehingga masalah pandemi ini bisa cepat teratasi. “Kami memperkirakan ekonomi dapat tumbuh 4,4% pada 2021,” sebutnya. (Baca juga: Penting Deteksi Dini dan Kenali Gejala Pikun)
Adapun PT Bank Mandiri (Persero) Tbk berkomitmen tetap menyalurkan kredit untuk setiap pelaku usaha dan calon debitor meski ekonomi Indonesia diproyeksi masih berada dalam tren negatif pada kuartal III/2020.
Menurut Wakil Direktur Utama Bank Mandiri Hery Gunardi, proyeksi negatif pertumbuhan ekonomi Indonesia bukan menjadi penghalang perseroan menjalankan fungsi intermediasinya. Penyaluran kredit justru menjadi salah satu bentuk stimulus guna kembali menggeliatkan kembali kondisi perekonomian nasional.
“Bank Mandiri akan tetap menyalurkan kredit bagi debitor eksisting atau para calon nasabah dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian. Pembiayaan yang terukur dan prudent akan membantu menggerakkan perekonomian Indonesia untuk kembali ke tren positif,” ujar Hery.
Langkah Bank Mandiri tetap memaksimalkan penyaluran kredit karena berdasarkan analisis Office of Chief Economist Bank Mandiri, kinerja industri perbankan pada kuartal III tahun ini masih relatif kuat di tengah pandemi. Hal ini dikarenakan berbagai stimulus dari pemerintah dan otoritas moneter mampu menjaga kondisi likuiditas dan kualitas aset perbankan. (Baca juga: Mapolres Yalimo Papua Diserang, Kasat Intel Terluka Parah)
“Kondisi likuiditas Bank Mandiri tetap terjaga pada kuartal III dan ini membuat kami yakin untuk tetap menyalurkan pembiayaan bagi debitor-debitor yang memenuhi syarat. Di sisi lain Bank Mandiri juga akan terus melanjutkan proses restrukturisasi untuk nasabah-nasabah yang terdampak pandemi Covid-19,” ujar Hery.
Pengamat ekonomi Bhima Yudhistira mengatakan lebih banyaknya masyarakat yang menabung di bank daripada berutang akan berdampak pada beban biaya bunga bagi bank yang semakin besar.
“Ini akan menekan pendapatan dan laba perbankan sampai akhir tahun. Bank harus bayar bunga ke deposan 5% misalnya, sementara debitor kredit banyak yang mengajukan relaksasi pinjaman,” kata Bhima di Jakarta kemarin.
Situasi yang tidak match antara laju pertumbuhan DPK dan kredit makin membuat bank merugi. Hal ini juga berdampak pada bank yang memutuskan untuk tidak cepat-cepat menurunkan bunga kreditnya sehingga intermediasi sektor keuangan ke sektor riil terganggu. “Makin kecil penyaluran kredit semakin lambat pemulihan ekonomi,” ungkap dia.
Disisi lain, Otoritas Jasa Keuangan mencatat intermediasi industri perbankan masih stabil. Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan likuiditas dan permodalan perbankan berada pada level yang memadai. (Lihat videonya: Warga Wuhan Mulai Beraktivitas Normal Kembali)
Per 16 September 2020, rasio alat likuid/non-core deposit dan alat likuid/DPK terpantau pada level 143,16% dan 30,47%, jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50% dan 10%.
Sedangkan, risiko nilai tukar perbankan dapat dijaga pada level rendah terlihat dari rasio Posisi Devisa Neto (PDN) sebesar 1,62%, jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20%. (Rina Anggraeni/Kunthi Fahmar Sandy)
Menurut Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro, pertumbuhan DPK yang tinggi membuat kondisi likuiditas akan relatif melimpah pada tahun ini. Sementara itu rasio kredit macet (NPL) memang akan mengalami peningkatan antara 3,5–4%, tetapi peningkatan ini dapat diredam karena stimulus pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (Baca: Siapa yang Berhak Memandikan Jenazah Perempuan?)
“ Pertumbuhan kredit diperkirakan hanya mencapai 1,5% bila dibandingkan dengan tahun lalu, sementara DPK dapat tumbuh sebesar 8,3% seiring makin banyaknya penabung dengan nominal besar,” kata Andry dalam media gathering Economic Outlook Kuartal III/2020 di Jakarta kemarin.
Selanjutnya kinerja beberapa industri akan mengalami perbaikan pada kuartal III bila dibandingkan dengan kuartal II. Karena kondisi di kuartal II yang merupakan titik terendah akibat penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang cukup ketat.
“Pada kuartal III ini, khususnya bulan Juli dan Agustus, berbagai indikator telah menunjukkan perbaikan kegiatan ekonomi bila dibandingkan dengan bulan April dan Mei 2020,” ucapnya.
Diperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2020 akan terkontraksi akibat Covid-19. Sebab pertumbuhan ekonomi pada kuartal sebelumnya juga melambat. Pada kuartal I, ekonomi hanya mencapai level 2,97% setelah muncul kasus pertama Covid-19 di Indonesia. Ekonomi kian terkontraksi pada kuartal II dengan minus 5,32%.
Nah, memasuki kuartal III/2020, kondisi ekonomi sedikit membaik seiring dengan adanya relaksasi PSBB. Proyeksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal III diperkirakan masih akan berada pada teritori negatif, tetapi dengan arah membaik bila dibandingkan dengan kuartal II. (Baca juga: Zulkifkli Hasan Tunjuk Pasha Ungu Jadi Ketua DPP PAN)
Andry mengatakan, jika mengalami resesi, Indonesia tidak akan sedalam India dan Malaysia. Tak sedalam juga seperti negara-negara maju di kawasan Eropa dan Amerika. Untuk itu pertumbuhan ekonomi nasional pada sepanjang tahun ini, meski mengalami kontraksi, angkanya tak terlalu besar.
“Kami memperkirakan pertumbuhan full-year ekonomi Indonesia pada 2020 akan berada pada kisaran -1% sampai -2%,” kata Andry.
Menurut Andry, dinamika ekonomi global mengungkap banyak negara di dunia yang juga sudah memasuki resesi. Kecuali Vietnam dan China yang memang masih mencatat pertumbuhan positif.
Sementara itu perekonomian nasional akan mulai memasuki masa pemulihan pada 2021 dengan asumsi kurva infeksi Covid-19 sudah menunjukkan perlambatan disertai adanya prospek penemuan dan produksi vaksin sehingga masalah pandemi ini bisa cepat teratasi. “Kami memperkirakan ekonomi dapat tumbuh 4,4% pada 2021,” sebutnya. (Baca juga: Penting Deteksi Dini dan Kenali Gejala Pikun)
Adapun PT Bank Mandiri (Persero) Tbk berkomitmen tetap menyalurkan kredit untuk setiap pelaku usaha dan calon debitor meski ekonomi Indonesia diproyeksi masih berada dalam tren negatif pada kuartal III/2020.
Menurut Wakil Direktur Utama Bank Mandiri Hery Gunardi, proyeksi negatif pertumbuhan ekonomi Indonesia bukan menjadi penghalang perseroan menjalankan fungsi intermediasinya. Penyaluran kredit justru menjadi salah satu bentuk stimulus guna kembali menggeliatkan kembali kondisi perekonomian nasional.
“Bank Mandiri akan tetap menyalurkan kredit bagi debitor eksisting atau para calon nasabah dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian. Pembiayaan yang terukur dan prudent akan membantu menggerakkan perekonomian Indonesia untuk kembali ke tren positif,” ujar Hery.
Langkah Bank Mandiri tetap memaksimalkan penyaluran kredit karena berdasarkan analisis Office of Chief Economist Bank Mandiri, kinerja industri perbankan pada kuartal III tahun ini masih relatif kuat di tengah pandemi. Hal ini dikarenakan berbagai stimulus dari pemerintah dan otoritas moneter mampu menjaga kondisi likuiditas dan kualitas aset perbankan. (Baca juga: Mapolres Yalimo Papua Diserang, Kasat Intel Terluka Parah)
“Kondisi likuiditas Bank Mandiri tetap terjaga pada kuartal III dan ini membuat kami yakin untuk tetap menyalurkan pembiayaan bagi debitor-debitor yang memenuhi syarat. Di sisi lain Bank Mandiri juga akan terus melanjutkan proses restrukturisasi untuk nasabah-nasabah yang terdampak pandemi Covid-19,” ujar Hery.
Pengamat ekonomi Bhima Yudhistira mengatakan lebih banyaknya masyarakat yang menabung di bank daripada berutang akan berdampak pada beban biaya bunga bagi bank yang semakin besar.
“Ini akan menekan pendapatan dan laba perbankan sampai akhir tahun. Bank harus bayar bunga ke deposan 5% misalnya, sementara debitor kredit banyak yang mengajukan relaksasi pinjaman,” kata Bhima di Jakarta kemarin.
Situasi yang tidak match antara laju pertumbuhan DPK dan kredit makin membuat bank merugi. Hal ini juga berdampak pada bank yang memutuskan untuk tidak cepat-cepat menurunkan bunga kreditnya sehingga intermediasi sektor keuangan ke sektor riil terganggu. “Makin kecil penyaluran kredit semakin lambat pemulihan ekonomi,” ungkap dia.
Disisi lain, Otoritas Jasa Keuangan mencatat intermediasi industri perbankan masih stabil. Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan likuiditas dan permodalan perbankan berada pada level yang memadai. (Lihat videonya: Warga Wuhan Mulai Beraktivitas Normal Kembali)
Per 16 September 2020, rasio alat likuid/non-core deposit dan alat likuid/DPK terpantau pada level 143,16% dan 30,47%, jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50% dan 10%.
Sedangkan, risiko nilai tukar perbankan dapat dijaga pada level rendah terlihat dari rasio Posisi Devisa Neto (PDN) sebesar 1,62%, jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20%. (Rina Anggraeni/Kunthi Fahmar Sandy)
(ysw)