Skenario Terburuk Covid-19, Pengangguran Tambah Jadi 9,35 Juta di Triwulan II
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pandemi Covid-19 yang saat ini terus mengalami eskalasi di Indonesia tidak hanya berpotensi mengakibatkan kontraksi pertumbuhan ekonomi, tetapi juga peningkatan jumlah pengangguran dalam skala besar. Dalam beberapa pekan terakhir, gelombang Penghentian Hubungan Kerja (PHK) semakin merebak di sejumlah sektor, mulai dari sektor manufaktur hingga sektor jasa seperti pariwisata, transportasi, perdagangan, konstruksi, dan lain-lain.
Ada pula sebagian perusahaan yang saat ini hanya mampu membayar separuh dari gaji karyawannya. Centre of Economic Reform (CORE) menilai jika pandemi ini berlangsung lebih lama, akan potensi lonjakan jumlah pengangguran yang sangat tinggi dalam tahun ini.
Ekonom Core Akhmad Akbar Susamto mengatakan pada triwulan II 2020 diperkirakan mencapai 8,2% dengan skenario ringan, 9,79% dengan skenario sedang dan 11,47% dengan skenario berat. Adapun potensi tambahan jumlah pengangguran terbuka secara nasional mencapai 4,25 juta orang dengan skenario ringan, 6,68 juta orang dengan skenario sedang, dan bahkan hingga 9,35 juta orang dengan skenario berat.
"Penambahan jumlah pengangguran terbuka terjadi terutama di pulau Jawa, yaitu mencapai 3,4 juta orang dengan skenario ringan, 5,06 juta orang dengan skenario sedang dan 6,94 juta orang dengan skenario berat. Tingkat pengangguran terbuka secara nasional," ujar Akbar di Jakarta, Selasa (5/5/2020).
Lebih lanjut Ia menerangkan, penambahan jumlah pengangguran terbuka yang signifikan bukan hanya disebabkan oleh perlambatan laju pertumbuhan ekonomi (yang menurut proyeksi CORE Indonesia akan berkisar -2,00% hingga 2,00% pada tahun 2020). Melainkan juga disebabkan oleh perubahan perilaku masyarakat terkait pandemi Covid-19 dan kebijakan pembatasan sosial, baik dalam skala kecil maupun skala besar.
"Terlebih lagi jumlah pekerja di sektor informal di Indonesia lebih besar dibanding pekerja sektor formal," katanya
Dia juga menambahkan perhitungan peningkatan jumlah pengangguran terbuka tersebut didasarkan pada sejumlah asumsi. Di antaranya: Pertama, situasi pandemi Covid-19 akan lebih buruk pada bulan Mei 2020 dibandingkan bulan April 2020.
Kedua, dampak pandemi Covid-19 akan berbeda untuk lapangan usaha yang berbeda, status pekerjaan yang berbeda, dan wilayah yang berbeda, baik dilihat dari lokasi provinsi maupun lokasi kota dan desa.
"Dalam hal ini, lapangan usaha yang diasumsikan mengalami dampak paling parah adalah penyediaan akomodasi dan makan minum, transportasi dan pergudangan dan erdagangan, baik perdagangan besar maupun eceran. Sebaliknya, lapangan usaha yang diasumsikan mengalami dampak paling ringah adalah jasa kesehatan dan kegiatan sosial dan jasa administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib," paparnya.
Menurutnya, status pekerjaan yang diasumsikan akan mengalami dampak paling parah adalah pekerja bebas atau pekerja lepas, berusaha sendiri (yang pada umumnya berskala mikro), berusaha sendiri dengan dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar, dan pekerja keluarga/tak dibayar. Dilihat dari sisi wilayah, diasumsikan bahwa DKI Jakarta akan mengalami dampak paling parah, diikuti Jawa Barat dan provinsi-provinsi lain di pulau Jawa.
"Dampak pandemi Covid-19 diasumsikan akan lebih besar di perkotaan daripada di perdesaan," katanya.
Saat ini skenario ringan dibangun dengan asumsi bahwa penyebaran Covid-19 akan semakin luas pada bulan Mei 2020, tetapi tidak sampai memburuk sehingga kebijakan PSBB hanya diterapkan di wilayah tertentu di pulau Jawa dan satu dua kota di luar pulau Jawa.
Skenario sedang dibangun dengan asumsi bahwa penyebaran Covid-19 lebih luas lagi dan kebijakan PSBB diberlakukan lebih luas di banyak wilayah di pulau Jawa dan beberapa kota di luar pulau Jawa. Skenario berat dibangun dengan asumsi bahwa penyebaran Covid-19 tak terbendung lagi dan kebijakan PSBB diberlakukan secara luas baik di pulau Jawa maupun luar Jawa, dengan standar yang sangat ketat.
Ada pula sebagian perusahaan yang saat ini hanya mampu membayar separuh dari gaji karyawannya. Centre of Economic Reform (CORE) menilai jika pandemi ini berlangsung lebih lama, akan potensi lonjakan jumlah pengangguran yang sangat tinggi dalam tahun ini.
Ekonom Core Akhmad Akbar Susamto mengatakan pada triwulan II 2020 diperkirakan mencapai 8,2% dengan skenario ringan, 9,79% dengan skenario sedang dan 11,47% dengan skenario berat. Adapun potensi tambahan jumlah pengangguran terbuka secara nasional mencapai 4,25 juta orang dengan skenario ringan, 6,68 juta orang dengan skenario sedang, dan bahkan hingga 9,35 juta orang dengan skenario berat.
"Penambahan jumlah pengangguran terbuka terjadi terutama di pulau Jawa, yaitu mencapai 3,4 juta orang dengan skenario ringan, 5,06 juta orang dengan skenario sedang dan 6,94 juta orang dengan skenario berat. Tingkat pengangguran terbuka secara nasional," ujar Akbar di Jakarta, Selasa (5/5/2020).
Lebih lanjut Ia menerangkan, penambahan jumlah pengangguran terbuka yang signifikan bukan hanya disebabkan oleh perlambatan laju pertumbuhan ekonomi (yang menurut proyeksi CORE Indonesia akan berkisar -2,00% hingga 2,00% pada tahun 2020). Melainkan juga disebabkan oleh perubahan perilaku masyarakat terkait pandemi Covid-19 dan kebijakan pembatasan sosial, baik dalam skala kecil maupun skala besar.
"Terlebih lagi jumlah pekerja di sektor informal di Indonesia lebih besar dibanding pekerja sektor formal," katanya
Dia juga menambahkan perhitungan peningkatan jumlah pengangguran terbuka tersebut didasarkan pada sejumlah asumsi. Di antaranya: Pertama, situasi pandemi Covid-19 akan lebih buruk pada bulan Mei 2020 dibandingkan bulan April 2020.
Kedua, dampak pandemi Covid-19 akan berbeda untuk lapangan usaha yang berbeda, status pekerjaan yang berbeda, dan wilayah yang berbeda, baik dilihat dari lokasi provinsi maupun lokasi kota dan desa.
"Dalam hal ini, lapangan usaha yang diasumsikan mengalami dampak paling parah adalah penyediaan akomodasi dan makan minum, transportasi dan pergudangan dan erdagangan, baik perdagangan besar maupun eceran. Sebaliknya, lapangan usaha yang diasumsikan mengalami dampak paling ringah adalah jasa kesehatan dan kegiatan sosial dan jasa administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib," paparnya.
Menurutnya, status pekerjaan yang diasumsikan akan mengalami dampak paling parah adalah pekerja bebas atau pekerja lepas, berusaha sendiri (yang pada umumnya berskala mikro), berusaha sendiri dengan dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar, dan pekerja keluarga/tak dibayar. Dilihat dari sisi wilayah, diasumsikan bahwa DKI Jakarta akan mengalami dampak paling parah, diikuti Jawa Barat dan provinsi-provinsi lain di pulau Jawa.
"Dampak pandemi Covid-19 diasumsikan akan lebih besar di perkotaan daripada di perdesaan," katanya.
Saat ini skenario ringan dibangun dengan asumsi bahwa penyebaran Covid-19 akan semakin luas pada bulan Mei 2020, tetapi tidak sampai memburuk sehingga kebijakan PSBB hanya diterapkan di wilayah tertentu di pulau Jawa dan satu dua kota di luar pulau Jawa.
Skenario sedang dibangun dengan asumsi bahwa penyebaran Covid-19 lebih luas lagi dan kebijakan PSBB diberlakukan lebih luas di banyak wilayah di pulau Jawa dan beberapa kota di luar pulau Jawa. Skenario berat dibangun dengan asumsi bahwa penyebaran Covid-19 tak terbendung lagi dan kebijakan PSBB diberlakukan secara luas baik di pulau Jawa maupun luar Jawa, dengan standar yang sangat ketat.
(akr)