Tingkat Risiko Investasi Migas Tinggi Jadi Tantangan, Ini Jurus Menteri Arifin

Minggu, 27 September 2020 - 19:06 WIB
loading...
Tingkat Risiko Investasi...
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif meyakini, migas di Indonesia masih menjadi barang penting dalam beberapa tahun ke depan. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Tingkat risiko investasi minyak dan gas bumi (migas) yang tinggi menjadi tantangan tersendiri di tengah pola perubahan konsumsi energi yang lebih mengedepankan energi bersih . Apalagi Pemerintah punya visi dalam mewujudkan kemandirian energi.

(Baca Juga: Investasi ESDM Ditargetkan Capai Rp2.768 Trilun Hingga 2024 )

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif meyakini, migas di Indonesia masih menjadi barang penting dalam beberapa tahun ke depan. Namun, hal ini semestinya diimbangi dengan kemampuan memproduksi bila ingin menekan impor bahan bakar fosil tersebut.

"Memang kalau dilihat dari sejarahnya, tahun 70-an bisa menghasilkan 1 juta barel per hari (bph) dan kita menjadi anggota OPEC, tapi tahun 2000-an sumber kita sudah decaline sampai sekarang hanya bisa memproduksi di atas 700 ribu bph. Ini menjadi tantangan kita mengingat demand terus meningkat. BBM dan LPG sebagai subtitusi minyak tanah kita impor," jelas Arifin di Jakarta, Minggu (27/9/2020).

Guna mengatasi hal tersebut, jelas Arifin, pemerintah mendorong kegiatan eksplorasi migas nasional mengingat masih banyaknya potensi yang belum digarap. Dengan begitu akan terjadi peningkatan cadangan sekaligus menjadi sumber pasokan utama kebutuhan energi nasional.

"Kita punya 128 cekungan (migas) yang masih ada 68 cekungan lagi belum dieksplorasi untuk mengurangi ketergantungan impor kita ke depan," ungkap Arifin.

(Baca Juga: Dorong Eksplorasi, Investor Migas Butuh Kepastian Regulasi )

Selain itu, optimalisasi kilang juga menjadi jalan lain dalam mengatasi keterbatasan pengelolaan migas. Kementerian ESDM menargetkan proyek pengembangan kilang atau Refinery Development Masterplan Program (RDMP) di Dumai, Balikpapan, Balongan dan Cilacap dan kilang baru atau Grass Root Refenery (GRR) di Bontang dan Tuban akan tuntas pada tahun 2027. "Mudah-mudahan ini bisa merespons (kebutuhan)," tegas Arifin.

Menurut Arifin, program pemanfaatan energi baru terbarukan, hilirisasi batubara, dan jaringan gas bisa menjadi salah satu strategi pemerintah dalam menekan angka impor BBM. "Kita punya potensi gas cukup besar. Kalau tidak ada eksplorasi baru masih ada (cadangan) waktu 20 tahun lagi. Makanya, kita harus masif memasang jaringan gas ke masyarakat," katanya.
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1688 seconds (0.1#10.140)