Flexible Office Jadi Tren Perkantoran Selama Pandemi

Rabu, 07 Oktober 2020 - 13:15 WIB
loading...
Flexible Office Jadi Tren Perkantoran Selama Pandemi
Foto/dok
A A A
JAKARTA - Dampak pandemi Covid-19 berimbas pada industri properti. Secara umum, sektor perhotelan dan pusat perbelanjaan terhantam paling keras karena aktivitas dan perjalanan dibatasi.

Hal ini menyusul pemberlakuan tahap kedua dari pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Jakarta dan penerapan jam malam di kota-kota penyangga Jakarta. Sementara untuk sektor perkantoran, para pengembang dan pengelola terus mengupayakan negosiasi dengan penyewa eksisting dengan tawaran harga sewa kompetitif dan diskon untuk mempertahankan tingkat hunian dan menutup biaya operasional. Namun, di balik krisis kesehatan, sebagaimana halnya krisis-krisis lain yang terjadi sebelumnya, selalu ada terobosan, peluang, kebutuhan, dan tren baru yang dimanfaatkan pengembang. (Baca: Menghormati dan Memuliakan Tetangga)

Menurut Director Research Consultancy Savills Indonesia Anton Sitorus, tren ke depan untuk sektor perkantoran lebih mengarah ke flexible office untuk mengakomodasi kebutuhan perusahaan yang menerapkan sistem kerja dari rumah atau work from home (WFH).

Namun begitu, tidak semua perusahaan memiliki kemampuan menyediakan infrastruktur demi mendukung kelancaran WFH ?bagi karyawannya. Oleh karena itu, opsi berkantor di coworking space akan dipertimbangkan.

Tren ruang kerja bersama ini bakal mengalami akselerasi. Seiring dengan pemanfaatan teknologi informasi dan digitalisasi, terutama untuk perusahaan yang berbasis jasa.

"Kebutuhan flexibel office dan coworking space meningkat. Para operator dan pengembang ruang kerja bersama ini akan melakukan penyesuaian terhadap tren baru," kata Anton. (Baca juga: Bentengi Tubuh dari Covid-19 dengan Olahraga)

Penyesuaian ini dilakukan agar ruang-ruang yang ditawarkan lebih nyaman, aman, dan higienis, sesuai dengan kebutuhan akan kesehatan selama ataupun pasca pandemi Covid-19. Dalam catatan Savills Indonesia, hingga semester I/2020, terdapat 200 operator coworking space. Sebanyak 90% atau 180 di antaranya berada di Jakarta.

Berdasarkan lokasi, sebagian besar atau 64% ruang kerja bersama berada di area Central Business District(CBD). Sementara di area non-CBD, Jakarta Selatan, memiliki pasokan ruang kerja dengan porsi terbesar, yakni 18% dan diikuti oleh Jakarta Pusat sebanyak 7%.

Kemudian Jakarta Utara dengan persentase sebanyak 6% serta Jakarta Barat sebanyak 5%. Pasokan di Jakarta Timur paling sedikit dibandingkan dengan lokasi lain.

Sementara pada semester I/2020, pasar coworking space Jakarta hanya mengalami sedikit penambahan ruang baru, yakni sebanyak 15.000 meter persegi. Beberapa operator yang melakukan ekspansi pada tahun ini adalah CoHive, Connext, GoWork, Kedasi, Ko+labora, UnionSpace, danWellspaces.com. (Baca juga: UU Ciptaker Membuat Dunia Pendidikan Semakin Komersial)

Capaian tersebut lebih sedikit dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya. Pada saat itu, penambahan ruang kerja bersama tercatat seluas 40.000 meter persegi.

Dengan ekspansi baru, total pasokan ruang kerja bersama saat ini sekitar 200.000 meter persegi. Dengan kata lain, ruang seluas 200.000 meter persegi di Jakarta itu diperebutkan oleh 180 operator.

WeWork, perusahaan global yang mengendalikan sejumlah coworking space terbesar dunia, termasuk di Indonesia, justru mulai meredup. Menurut Anton, mereka tidak akan melakukan ekspansi secara agresif karena mengalami banyak kendala.

"Mulai dari salah melakukan perhitungan (kalkulasi) bisnis hingga kondisi bisnis secara umum yang sedikit banyak memengaruhi ekspansi mereka," ungkap Anton. (Lihat videonya: Pasal Kontroversial UU Ciptaker Dianggap Merugikan Buruh)

Sementara pemain lainnya yang terdeteksi menutup usahanya adalah operator-operator lokal skala kecil. Secara umum, nasib sektor perkantoran ke depan akan mengalami tekanan. Di CBD Jakarta, hingga akhir 2020, tingkat penyerapan ruang kantor masih akan minim, hingga 30 sampai 35.

Akibatnya, potensi ruang kosong perkantoran pun meningkat menjadi sekitar 27% dari sebelumnya 25% pada semester I/2020. Harga sewa pun akan tertekan, tetap di angka Rp180.000–230.000 per meter persegi per bulan. (Aprilia S Andyna)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3727 seconds (0.1#10.140)