Menunggu Kejelasan Nasib Nasabah Jiwasraya

Kamis, 15 Oktober 2020 - 09:01 WIB
loading...
Menunggu Kejelasan Nasib...
Hingga saat ini belum ada kejelasan, bagaimana pemerintah selaku pemilik Jiwasraya memberikan solusi agar dana atau klaim nasabah bisa terbayar. Foto/dok
A A A
JAKARTA - Sungguh tragis nasib Mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya Hendrisman Rahim. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis Hendrisman dengan hukuman penjara seumur hidup pada Senin (12/10/2020).

Tidak hanya Hendrisman saja yang divonis hukuman seumur hidup tiga terdakwa lainnya yakni mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo, Mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya, Syahmirwan, dan Direktur PT Maxima Integra, Joko Hartono Tirto juga mengalami nasib serupa. Keempatnya diputuskan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.



Lalu bagaimana nasib nasabah Jiwasraya setelah para terdakwa yang divonis seumur hidup? Hingga saat ini belum ada kejelasan, bagaimana pemerintah selaku pemilik Jiwasraya memberikan solusi agar dana atau klaim nasabah bisa terbayar. (Baca: 7 Amalan Setelah Berwudhu dan Keutamaannya)

Salah satu nasabah Jiwasraya yang tidak mau disebutkan namanya mengaku dirinya mengapresiasi keputusan hakim, tetapi dia masih belum puas terhadap hasil vonis tersebut. Pasalnya, hingga kini tetap tak ada kejelasan dari pengembalian dana yang ada di dalam asuransi tersebut.

Menunggu Kejelasan Nasib Nasabah Jiwasraya


"Sorry, saya enggak puas kalau mereka di penjara. Saya puas kalau dana saya kembali dan puas sekali kalau berikut bunga selama ini dibayarkan," katanya.

Menurut dia, janji pemerintah dan perusahaan pelat merah itu dalam mengembalikan dana nasabah sudah terlalu lama. "Karena sudah lewat 2 tahun dan janjinya mundur terus. Berita terakhir Skema akan diumumkan 1 November. Namun sepertinya akan mundur lagi," bebernya.

Dia mengaku sudah amat menderita akibat perbuatan korupsi di Jiwasraya. "Kami sudah sangat menderita dalam penantian kepastian uang kami kembali dan sudah dalam level tidak percaya apapun produk investasi negara dengan semakin lamanya proses pengembalian hak kami," ungkapnya. (Baca juga: Prioritas Pemberian Vaksin kepada Tenaga Pendidik Diapresiasi)

Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu, penyelesaian ideal kasus Jiwasraya harusnya dengan membayar seluruh klaim nasabah. "Kalau idealnya dibayar seluruh klaim. Pemerintah sebagai pemilik Jiwasraya dan berdasarkan UU, pihak pemilik yang bayar," ujar Togar merespon keputusan hukuman seumur hidup bagi mantan direksi Jiwasraya.

Namun dia juga mengingatkan agar manajemen Jiwasraya agar tetap berhati-hati, sehingga tidak kembali terjerembab dalam kasus lainnya. Menurutnya dana suntikan berupa Penyertaan Modal Negara (PMN) dari pemerintah tidak akan cukup untuk memuaskan seluruh nasabah.

"Dana PMN tergantung direksi yang menjalankan, yang mestinya mengikuti arahan dari pemilik. Tinggal bagaimana kepiawaian Direksi dalam mengembangkan dana PMN tersebut. Agar seluruh klaim yang tertunda bisa dibayarkan," jelasnya.

Lebih lanjut dia mengatakan pemerintah sebaiknya memberikan arahan yang jelas kepada direksi Jiwasraya untuk pengelolaan dana PMN. Pemerintah harus melampirkan kewajibannya dan target dari Direksi sebagai pengelola. "Bagaimanapun bila dibandingkan, terlihat kewajibannya lebih besar dari anggaran PMN. Nah ini tantangan bagi direksi. Karena ujung-ujungnya harus masuk ke instrumen investasi juga," ujarnya. (Baca juga: Diare Juga Bisa Jadi Gejala Awal terjangkit Covid-19)

Pengamat asuransi Irvan Rahardjo mengatakan, pilihan menyelamatkan nasabah Jiwasraya melalui program restrukturisasi dengan dukungan dana PMN dari pemerintah dinilai paling ideal.

“Opsi restrukturisasi dengan bantuan PMN ini yang paling ideal dan konkret. Dengan syarat, harus betul-betul ada pembayaran untuk pemegang polis yang sudah menunggu lama, bukan restrukturisasi untuk mengulur waktu lagi sekian lama," ujar Irvan.

Menurut Irvan, dibandingkan dengan dengan opsi-opsi lain yang sudah lama dibahas seperti opsi aset recovery dari proses hukum atau B to B dengan mengundang investor."Ini opsi paling realistis asalkan kepada nasabah individu polis saving plan yang sudah 2 tahun menunggu segera dibayar dan tidak dilakukan restrukturisasi atau reschedule," tutur Irvan.

Sementara itu, menurut pengamat asuransi Diding S Anwar, para pihak yang berkompeten dan bertanggung jawab harus ada keberpihakan atau keterpanggilan agar pro pada masyarakat pemegang polis. Demi memberikan kepastian pembayaran klaim sebagaimana mestinya. (Baca juga: Marc Marquez Tetap Abesn di MotoGP Aragon)

"Perhatikan Ketentuan Perlindungan Konsumen dan jaga Marwah Regulator maupun Industri asuransi. Jangan sampai kepercayaan luntur, akan mencoreng citra Indonesia," papar Diding.

Sebelumanya, Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko mencatat kerugian Jiwasraya mencapai Rp16,8 triliun. Kerugian ini diperoleh dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Menurut Hexana, kerugian itu belum mencakup seluruh kerugian yang diderita perseroan pelat merah tersebut. Jika ditotal, seluruh kerugian Jiwasraya mencapai Rp37 triliun. "Informasi lain adalah bahwa BPK sudah mengaudit dan investigasi atas kerugian negara terkait investasi jiwasraya. Berdasarkan laporan BPK yang sudah dirangkum untuk melakukan penuntutan kerugian negara terkait investasi adalah Rp16,8 triliun. Nilai tersebut belum meliputi seluruh kerugiaan Jiwasraya, belum final," ujar Hexana. (Baca juga: bebas Bayar Royalty, Omnibus Law Bikin Pengusaha Batuara Happy)

Hexana menambahkan bahwa persoalan fundamental Jiwasraya sudah terjadi sejak 10 tahun lalu. Meski begitu, para manajemen perusahaan saat itu tidak mengambil langkah penyelamatan atau perbaikan secara fundamental bagi kinerja perseroan.

"Persoalan likuiditas Jiwasraya sudah terjadi sejak lama, kurang lebih 10 tahun lalu, dan tidak diselesaikan secara fundamental dan atau tidak diselesaikan secara tepat," kata dia.

Dia pun merinci faktor lain yang menyebabkan terjadinya tekanan likuiditas BUMN asuransi tersebut. Di antaranya, pengelolaan dan penerbitan produk perusahan tidak sesuai dengan standar pasar yang. Akibatnya perusahaan mengalami kerugian dalam waktu yang panjang. Faktor lain adalah tata kelola investasi, dalam aspek ini perseroan dinilai tidak menerapkan prinsip kehati-hatian atau menerapkan good corporate governance. (Lihat videonya: Sejumlah Aktivis dan Petinggi Kami Diperiksa Polisi)

"Saya akan sampaikan poin penting dalam proses menyelesaikan permasalahan Jiwasraya . Saya hanya sekedar mengingatkan bahwa Jiwasraya saat ini mengalami kondisi keuangan yang tertekan sehingga membuat perusahaan tidak mampu memenuhi kewajibannya secara penuh kepada para pemegang polis," pungkasnya. (Hafid Fuad/Fadel Prayoga/Suparjo Ramalan/Rakhmat Baihaqi)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1617 seconds (0.1#10.140)