MNC Bank dan MNC Media Ajak Generasi Milenial Tekuni Dunia Wirausaha

Jum'at, 23 Oktober 2020 - 18:45 WIB
loading...
MNC Bank dan MNC Media...
MNC Bank menyasar segmen usaha produktif generasi milenial dengan produk pinjaman modal kerja dan investasi. Foto/SINDOnews/Hafid Fuad
A A A
JAKARTA - PT MNC Bank Tbk optimistis dapat mendorong pertumbuhan kredit segmen produktif setidaknya mencapai 10% tahun ini. Meskipun masih berhati-hati, perseroan meyakini saat ini perekonomian sudah kembali bergerak dan sejumlah bisnis cukup potensial.

Adapun beberapa bisnis yang dinilai menjanjikan antara lain sektor perdagangan, kimia, alat kesehatan, makanan, dan sejumlah bisnis jasa.

"Sekarang semakin terlihat bisnis seperti apa yang menjanjikan. Meskipun kami masih berhati-hati tapi harapannya tetap ada pertumbuhan kredit kisaran 5-10% dibandingkan tahun lalu," ujar Commercial Business Group Head MNC Bank, Guritno, di MNC Financial Center, Jakarta, Kamis (22/10/2020).

( )

Dia melanjutkan, perseroan menyasar segmen usaha produktif generasi milenial dengan produk pinjaman modal kerja dan investasi. Plafon yang disiapkan bisa hingga Rp50 miliar. "Pengusaha milenial juga dapat menggunakan kartu kredit ataupun pinjaman multiguna untuk memulai bisnisnya," ucapnya.

Dia mengingatkan pelaku usaha milenial sudah saatnya memahami harapan perbankan dan investor lain. Hal ini khususnya bila usaha yang dibangun semakin bertumbuh dan membutuhkan suntikan modal.

"Misalnya di MNC Bank kami punya syarat bisnis yang minimal dua tahun berjalan dan mencatatkan profit. Ini penting supaya mudah dievaluasi sebelum diberikan pinjaman," ujarnya.

Lebih lanjut dia menjelaskan, perseroan ingin terus mengedukasi kalangan milenial yang semakin akrab dengan kegiatan bisnis ataupun membangun startup. Salah satu yang sedang tren adalah bisnis kopi.

( )

Oleh karena itu, yang harus dipahami adalah pentingnya menjaga karakter yang positif. Lebih khusus dia menyontohkan ada beberapa hal yang harus dihindari misalnya komitmen membayar cicilan berapapun besarnya.

"Sekarang ada SLIK check, jadi jangan sampai pinjaman kecil diremehkan. Lantaran berpengaruh pada penilaian karakternya. Jadi harus berhati-hati agar tidak menghambat karir profesional atau yang mau jadi entrepreneur. Selain track record juga diperiksa latar belakangnya lewat teman sesama pengusaha," ujarnya.

Dalam edukasi dia menjelaskan pada tahap awal biasanya tidak mungkin pengusaha ke perbankan sehingga biasanya menggunakan modal sendiri atau keluarga. Misalnya, untuk mulai membangun usaha rumahan. Berikutnya, bila sudah berkembang, bisa mencari investor.

"Membangun usaha itu tidak mudah, atau mudah diucapkan tapi sulit dilakukan. Sangat menantang. Karena itu awalnya bisnis harus mulai dari kegiatan yang disukai," ujarnya.

Menurut dia, membangun usaha butuh latihan seperti pebalap motor atau atlet MMA. Setelah usaha berkembang lalu masuk kategori feasible atau menjanjikan berkembang. Tahap selanjutnya adalah bagaimana caranya menjadi bankable.

"Karena bank akan melihat kondisi saat ini dan ke depannya seperti memilih jodoh. Harapannya bisnis yang bagus secara historikal naik. Kemudian diberikan pinjaman lalu mendorong penjualan dan untung bertambah dan bisnisnya berkembang. Begitu harapan perbankan," ujarnya.

Dia mengatakan bank akan membiayai 70-80% dari modal demi adanya moral obligation atau supaya ada komitmen dari para debitur. Berikutnya, bank juga melihat tren industri. Seperti saat ini bank cenderung menghindari sektor pariwisata di tengah pandemi. "Jadi bank akan mencari usaha yang mengandalkan penjualan dari sosmed dan online seperti makanan," ujarnya.

Guritno menambahkan, perseroan juga akan mengedukasi terkait cara pengusaha milenial bersikap agar bisa diterima investor dan perbankan. Pasalnya, dalam menjalankan usahanya mereka tetap akan butuh dukungan bank.

Pada kesempatan yang sama, Art Director MNCTV Baskoro Aji memberikan saran kepada pelaku usaha milenial bagaimana membuat produk yang menarik. Langkah awal menurutnya dengan melihat kompetitor penjual produk yang sama dan waktu yang sama.

Dia menyebutkan beberapa tips praktis sebelum melakukan inovasi skala besar untuk mengembangkan bisnisnya. "Misalnya inovasi produk yang sama seperti munculnya ayam geprek. Dari sekedar jualan ayam tapi akhirnya banyak juga restoran yang ikut menjual ayam geprek. Ini artinya meskipun produk sama tapi sampaikan dengan kemasan yang baik karena akan ada respon yang berbeda dari konsumen," tuturnya.

( )

Menurut dia, konsumen rela mengeluarkan uang lebih besar demi pengalaman baru dibandingkan yang biasanya. Seperti ayam goreng tepung pinggir jalan dengan bungkus kertas biasa. Otomatis harganya murah dibandingkan brand besar.

"Namun harga lebih mahal bisa tetap laris karena ada pengalaman beda. Jadi, bagaimana mengemas produk. Ini lebih praktis sebelum melakukan inovasi berat lainnya," ujarnya.
(ind)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1338 seconds (0.1#10.140)