Mengaku Rugi Puluhan Miliar, Seorang Lansia Gugat Indosurya Inti Finance

Jum'at, 20 November 2020 - 23:55 WIB
loading...
Mengaku Rugi Puluhan Miliar, Seorang Lansia Gugat Indosurya Inti Finance
Foto/FaorickPakpahan/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Tuty Suryani, lansia 80 tahun, mengaku tertipu puluhan miliar oleh PT Indosurya Inti Finance (IIF) . Kejadian itu berawal setelah putrinya, Tien Budiman, mengajukan pinjaman dengan tujuan untuk merenovasi usaha miliknya, Hotel Surya Baru.

Cerita bermula pada Juli 2017. Ketika itu korban memberikan jaminan atas dua sertifikat tanah miliknya terkait perjanjian kredit Tien Budiman dengan PT IIF. Total pinjaman itu disepakati sebesar Rp12,26 miliar.

Masih menurut pengakuan Tien, pinjaman yang dicairkan dan diterima korban hanya Rp8,14 miliar. PT IIF melakukan pemotongan senilai Rp4,12 miliar atau setara 33% yang ditanggung debitur. ( Baca juga:BFI Finance Berencana Terbitkan Obligasi Hingga Rp6 Triliun )

Pinjaman itu ternyata tak cukup. Meski hanya menerima Rp8,14 miliar, Tien mengaku harus menyetor tagihan tiap bulannya hampir Rp300 juta untuk membayar total pinjaman Rp12,26 miliar tersebut. Hal itu pun berimbas pada bisnis hotelnya sehingga renovasi tak selesai dan berhenti beroperasi.

“Karena sudah dipotong, dananya ya enggak cukup untuk renovasi hotel. Tapi saya juga harus tetap membayar cicilan penuh,” tutur Tien dalam pernyataan resminya di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (20/11/2020).

Tien mengaku sudah membayar cicilan sejak Februari 2018 hingga April 2019 dengan total setoran mencapai Rp4,40 miliar. Namun, pembayaran setelah itu mulai macet karena hotel tak kehilangan pendapatan lantaran tak beroperasi akibat renovasi mangkrak. Peliknya lagi, cicilan pun kian membengkak.

Tak hanya itu, surat hotel milik ibunya (Tuty Suryani) itu telah dijaminkan pihak Indosurya secara sepihak tanpa sepengetahuannya. Padahal, ia ingin melunasi sisa pinjamannya mulai November 2019. Menurut penjelasan Tien, pihak Indosurya selalu menghindar.

Ia pun sudah mencoba menghubungi pihak kreditur untuk meminta rincian namun tak ada hasil. Terlebih lagi, dirinya keberatan karena biaya agunannya itu malah dinilai lebih tinggi dari nilai aset hotel yang mencapai Rp83 miliar.

“Dalam hal ini saya merasa tertipu. Karena kalau ditotal itu nilai obyek lelang hotel sampai Rp83 miliar,” keluhnya lagi.

Tanpa sepengetahuannya, pada 5 Desember 2019, pihak kreditur telah melego atau menjual hak tagih piutang (cessie) itu kepada pihak lain bernama Ade Ernawati yang tinggal di Sukabumi, Jawa Barat.

Libertus Jehani selaku Kuasa Hukum Tuty Suryani menjelaskan, pihaknya sudah menelusuri keberadaan Ade Ernawati. Sayangnya, si pembeli cessie dikabarkan sudah sekitar dua tahun tak lagi tinggal di sana.

Persoalan masih berlanjut. Kontak yang tertera dalam surat Ade Ernawati ternyata milik orang lain yang mengaku Yali Lukman. Bahkan, Ade juga mengajukan lelang atas tanah dan bangunan hotel milik Tuty Suryani kepada KPKNL Jakarta V dengan harga sangat rendah, yakni Rp21,8 miliar.

“Jadi, ini patut diduga ada upaya terencana untuk pengambilan asek milik ibu Tuty,” ungkap Libertus dalam penjelasannya kepada wartawan.

Lantaran itu, pihaknya sudah menempuh ke meja hijau dengan mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap pihak PT IIF, Ade Ernawati, notaris, KPKNL Jakarta V, dan BPN Jakarta Pusat. Gugatan itu teregister dalam perkara No. 633/Pdt.G/2020/PN. Jkt.Pst tanggal 2 November 2020.

“Perkara ini kita sampaikan dengan pemberitahuan resmi kepada KPKNL Jakarta V dengan tujuan agar proses lelang tersebut dihentikan atau dibatalkan,” jelas Libertus. ( Baca juga:Hebat! Tanpa Diperiksa LAPAN Tahu Detail Meteor yang Jatuh di Medan )

Demi mencari keadilan, korban dan pengacaranya pun mengadukan nasibnya hingga ke DPR dan diterima anggota DPR Komisi IV Fraksi PDIP, Effendi Sianipar. Terkait cerita itu, wakil rakyat dari Dapil I Provinsi Riau itu mengaku prihatin atas masalah yang menimpa Tuty dan keluarganya.

“Kalau informasi yang saya dapat dari cerita yang bersangkutan, beliau ini jadi korban perampokan oleh lembaga keuangan non-bank. Pihak kreditur itu seperti mengulur-ulur waktu. Ini kan enggak benar, mau dibayar utangnya tapi malah dipersulit. Apalagi, hak tagihnya atau cessie sampai dijual,” kata Effendi keheranan.

Terkait masalah itu, ia pun berkomitmen segera membawa masalah itu ke Komisi III dan Komisi XI DPR. “Kasus ini saya akan laporkan ke rekan-rekan di Komisi III yang membidangi hukum dan Komisi XI yang membidangi keuangan. Jadi biar nanti bisa dipanggil lembaga-lembaga terkait seperti kepolisian, OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan lainnya,” pungkasnya.
(uka)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1871 seconds (0.1#10.140)