Kementan Serukan Penyuluh Sosialisasi Pemupukan Berimbang ke Petani

Minggu, 29 November 2020 - 03:09 WIB
loading...
Kementan Serukan Penyuluh...
Sosialisasi pemupukan berimbang harus terus dilakukan penyuluh mengacu kebutuhan tanaman dan spesifik lokasi.
A A A
JAKARTA - Sosialisasi pemupukan berimbang harus terus dilakukan penyuluh pertanian mengacu kebutuhan tanaman dan spesifik lokasi. Teknologi pemupukan berimbang berkembang pesat dan dapat dipelajari oleh penyuluh agar petani dan praktisi pertanian dapat menghasilkan dan memanfaatkan pupuk hayati (bio fertilizer).

Seruan kepada penyuluh dikemukakan Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian (Kementan) Dedi Nursyamsi di hadapan petani dan penyuluh dari BPP KostraTani seluruh Indonesia. Hadir 300 peserta virtual meeting dan 1.500 pemirsa live streaming Mentan Sapa Petani dan Penyuluh (MSPP).

(Baca juga:Pupuk Indonesia Perkuat Stok Akhir Tahun)

“Rekomendasi pemupukan harus lebih rasional dan dan berimbang berdasarkan kemampuan tanah menyediakan hara. Harap diketahui, hara adalah makanan bagi tanaman. Kalau berimbang akan membuat tanaman itu favorable. Tanaman itu nyaman tumbuhnya,” kata Dedi Nursyamsi.

Menurutnya, teknologi pemupukan berimbang berkembang pesat. Pupuk tidak hanya dimasukkan ke tanah, tapi bisa disemprotkan ke batang tanaman, atau disuntik ke tubuh tanaman untuk memenuhi kebutuhan hara, untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas tanaman. Selain pupuk kimia, ada pupuk organik, bahkan saat ini digalakkan pupuk hayati, untuk meningkatkan ketersediaan hara bagi tanah.

(Baca juga:Erick Thohir Copot Direktur Keuangan Pupuk Indonesia)

“Perkembangan tersebut, bisa dipelajari penyuluh agar petani dan praktisi pertanian mulai mengenal bahkan menjadi pelaku untuk menghasilkan pupuk hayati,” Dedi Nursyamsi, profesor riset yang menyelesaikan pendidikan S3 Program Studi Ilmu Tanah di IPB Bogor ini.

Dedi mengajak penyuluh senantiasa mengingatkan petani memaksimalkan pemakaian pupuk organik, meningkatkan kualitas tanaman dan kuantitas hasil panen. Hal itu sejalan dengan instruksi Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo yang kerap mengingatkan petani agar tidak terlalu bergantung pada pupuk buatan karena berpeluang mengikis biaya operasional bercocok tanam.

(Baca juga:30 Persen Belum Terserap, Stok Pupuk Jawa Timur Dipastikan Aman)

“Jangan terlalu bergantung pada pupuk kimia. Pupuk organik lebih bagus. Petani harus belajar dan membiasakan tidak bergantung pada subsidi pupuk, walau pemerintah selalu menyediakan anggaran besar pupuk subsidi untuk petani,” kata Mentan Syahrul dalam setiap kesempatan jumpa petani dan penyuluh.

Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir mengulas penurunan alokasi pupuk mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS). Alokasi pupuk subsidi pada 2018 mencapai 9,55 juta ton senilai Rp28,5 triliun turun menjadi 8,87 juta ton (Rp29,5 triliun) dan 7,94 juta ton pada 2020 (Rp26,52 triliun).

“Pupuk merupakan produk strategis bagi pertanian. Produksi dan distribusi harus terus berjalan untuk mendukung pembangunan pertanian. Namun jangan abai pada pemanfaatan pupuk efisien dan tepat guna melalui pemupukan berimbang,” kata Winarno Tohir.

Menurutnya, penggunaan pupuk harus sesuai karakteristik lahan seperti sawah, lahan kering, rawa pasang surut, rawa lebak. Pupuk harus spesifik komoditas. Misalnya tanaman semusim, tahunan, perkebunan dan hortikultura. “Satu jenis pupuk tidak mungkin bisa untuk semuanya, karena setiap tanaman, setiap lahan, dan setiap musim itu unik dan berbeda,” kata Winarno.
(dar)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0973 seconds (0.1#10.140)