Perkuat UMKM, ADB Beri Pinjaman Rp7 Triliun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Untuk memperkuat akses keuangan bagi pelaku UMKM, Asian Development Bank (ADB) memberikan pinjaman ke Pemerintah Indonesia sebesar USD500 juta atau setara Rp7 triliun (Rp14.000 per dolar AS).
ADB telah menyetujui pinjaman berbasis kebijakan senilai USD500 juta untuk menunjang upaya Pemerintah Indonesia dalam memperluas akses keuangan bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta kelompok marjinal seperti perempuan dan kaum muda. (Baca: Ramalan Pertumbuhan Ekonomi Asia Direvisi ADB)
Program Promosi Inklusi Keuangan Inovatif akan membantu pemerintah menyasar dan memantau inklusi keuangan secara lebih baik, meningkatkan infrastruktur pembayaran, serta memperkuat kerangka regulasi bagi layanan keuangan digital, privasi data, perlindungan konsumen, dan literasi keuangan.
Program ini akan membantu membangun sektor layanan keuangan yang lebih inklusif, yang akan mengurangi kemiskinan dan ketimpangan serta menunjang pembangunan berkelanjutan jangka panjang Indonesia.
“Dukungan reformasi dari program ini memungkinkan kebijakan dan teknologi yang mendorong inovasi dan menambah inklusi keuangan dengan membuka akses ke produk dan layanan keuangan formal, meningkatkan kualitas layanan tersebut, serta menjangkau populasi yang lebih luas dan belum sepenuhnya terlayani,” kata Spesialis Sektor Keuangan ADB untuk Asia Tenggara Poornima Jayawardanadi, Jakarta, kemarin. (Baca juga: Mau Suntik Vaksin Covid-19, Lihat Dulu Daftar Harganya!)
Inklusi keuangan akan berperan penting dalam pemulihan Indonesia dari pandemi penyakit virus korona (Covid-19). Akses yang lebih setara dan efisien ke produk dan layanan keuangan dapat memitigasi dampak ekonomi dan sosial dari pandemi, membangun kembali penghidupan, dan bersiap menghadapi guncangan ekonomi di masa mendatang.
Survei Nasional Inklusi Keuangan yang diadakan Dewan Nasional Keuangan Inklusif menunjukkan bahwa persentase orang dewasa di Indonesia yang memiliki rekening bank meningkat dari 35% pada 2016, menjadi 56% pada 2018. Meskipun mengalami kemajuan, Indonesia masih tertinggal jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand.
Penyediaan layanan keuangan bagi seluruh penduduk Indonesia merupakan tantangan bagi negara yang memiliki keragaman geografis dan budaya demikian besar. Selain itu, masih ada perbedaan yang signifikan untuk akses ke produk-produk keuangan antardaerah dan antarkelompok penduduk. (Baca juga: Canggih, India Gunakan Robot untuk Rawat Pasien)
Pandemi Covid-19 juga memperburuk situasi finansial, karena masyarakat yang tidak memiliki akses ke layanan keuangan biasanya tidak memiliki tabungan atau akses ke pinjaman untuk bertahan di tengah kemerosotan ekonomi.
Program ADB mendukung sasaran pemerintah untuk meningkatkan jumlah penduduk Indonesia yang menggunakan produk atau layanan keuangan dari lembaga keuangan formal, dari 76% pada 2019 menjadi 90% pada 2022.
ADB telah mendukung inklusi keuangan di Indonesia melalui berbagai program sejak 2002. Saat itu, ADB mulai membantu mengembangkan sektor pembiayaan mikro guna meningkatkan akses ke pembiayaan bagi UMKM.
Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah menilai sebenarnya Indonesia tidak memerlukan pinjaman luar negeri untuk mengembangkan UMKM khususnya UMKM yang orientasi pasarnya dalam negeri. “Apalagi, sesungguhnya program pengembangan usaha mikro kecil, kita sudah sangat banyak dan tidak tertata, tetapi bahkan cenderung overlapping,” ujarnya. (Lihat videonya: HRS Beri Pernyataan Detik-detik Penembakan Laskar FPI)
Menurut dia, Indonesia sudah punya kredit usaha rakyat (KUR), dana bergulir kementerian, dan ada juga bantuan dari BUMN yang disebut Program Kemitraan. “Kita juga punya program ULaMM dan Mekar-nya PNM. Belum lagi kita punya ribuan BPR dan lembaga keuangan mikro,” ucapnya.
Saat ini, yang dibutuhkan justru sebenarnya menata agar semua program bantuan kepada UMKM ini agar benar-benar bersinergi, saling melengkapi, dan bisa menjangkau seluruh UMKM. “Bila itu terjadi inklusi keuangan, otomatis akan berhasil,” tandasnya. (Kunthi Fahmar Sandy)
ADB telah menyetujui pinjaman berbasis kebijakan senilai USD500 juta untuk menunjang upaya Pemerintah Indonesia dalam memperluas akses keuangan bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta kelompok marjinal seperti perempuan dan kaum muda. (Baca: Ramalan Pertumbuhan Ekonomi Asia Direvisi ADB)
Program Promosi Inklusi Keuangan Inovatif akan membantu pemerintah menyasar dan memantau inklusi keuangan secara lebih baik, meningkatkan infrastruktur pembayaran, serta memperkuat kerangka regulasi bagi layanan keuangan digital, privasi data, perlindungan konsumen, dan literasi keuangan.
Program ini akan membantu membangun sektor layanan keuangan yang lebih inklusif, yang akan mengurangi kemiskinan dan ketimpangan serta menunjang pembangunan berkelanjutan jangka panjang Indonesia.
“Dukungan reformasi dari program ini memungkinkan kebijakan dan teknologi yang mendorong inovasi dan menambah inklusi keuangan dengan membuka akses ke produk dan layanan keuangan formal, meningkatkan kualitas layanan tersebut, serta menjangkau populasi yang lebih luas dan belum sepenuhnya terlayani,” kata Spesialis Sektor Keuangan ADB untuk Asia Tenggara Poornima Jayawardanadi, Jakarta, kemarin. (Baca juga: Mau Suntik Vaksin Covid-19, Lihat Dulu Daftar Harganya!)
Inklusi keuangan akan berperan penting dalam pemulihan Indonesia dari pandemi penyakit virus korona (Covid-19). Akses yang lebih setara dan efisien ke produk dan layanan keuangan dapat memitigasi dampak ekonomi dan sosial dari pandemi, membangun kembali penghidupan, dan bersiap menghadapi guncangan ekonomi di masa mendatang.
Survei Nasional Inklusi Keuangan yang diadakan Dewan Nasional Keuangan Inklusif menunjukkan bahwa persentase orang dewasa di Indonesia yang memiliki rekening bank meningkat dari 35% pada 2016, menjadi 56% pada 2018. Meskipun mengalami kemajuan, Indonesia masih tertinggal jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand.
Penyediaan layanan keuangan bagi seluruh penduduk Indonesia merupakan tantangan bagi negara yang memiliki keragaman geografis dan budaya demikian besar. Selain itu, masih ada perbedaan yang signifikan untuk akses ke produk-produk keuangan antardaerah dan antarkelompok penduduk. (Baca juga: Canggih, India Gunakan Robot untuk Rawat Pasien)
Pandemi Covid-19 juga memperburuk situasi finansial, karena masyarakat yang tidak memiliki akses ke layanan keuangan biasanya tidak memiliki tabungan atau akses ke pinjaman untuk bertahan di tengah kemerosotan ekonomi.
Program ADB mendukung sasaran pemerintah untuk meningkatkan jumlah penduduk Indonesia yang menggunakan produk atau layanan keuangan dari lembaga keuangan formal, dari 76% pada 2019 menjadi 90% pada 2022.
ADB telah mendukung inklusi keuangan di Indonesia melalui berbagai program sejak 2002. Saat itu, ADB mulai membantu mengembangkan sektor pembiayaan mikro guna meningkatkan akses ke pembiayaan bagi UMKM.
Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah menilai sebenarnya Indonesia tidak memerlukan pinjaman luar negeri untuk mengembangkan UMKM khususnya UMKM yang orientasi pasarnya dalam negeri. “Apalagi, sesungguhnya program pengembangan usaha mikro kecil, kita sudah sangat banyak dan tidak tertata, tetapi bahkan cenderung overlapping,” ujarnya. (Lihat videonya: HRS Beri Pernyataan Detik-detik Penembakan Laskar FPI)
Menurut dia, Indonesia sudah punya kredit usaha rakyat (KUR), dana bergulir kementerian, dan ada juga bantuan dari BUMN yang disebut Program Kemitraan. “Kita juga punya program ULaMM dan Mekar-nya PNM. Belum lagi kita punya ribuan BPR dan lembaga keuangan mikro,” ucapnya.
Saat ini, yang dibutuhkan justru sebenarnya menata agar semua program bantuan kepada UMKM ini agar benar-benar bersinergi, saling melengkapi, dan bisa menjangkau seluruh UMKM. “Bila itu terjadi inklusi keuangan, otomatis akan berhasil,” tandasnya. (Kunthi Fahmar Sandy)
(ysw)