Realisasi Komitmen Investasi Masih Rendah

Jum'at, 11 Desember 2020 - 12:15 WIB
loading...
Realisasi Komitmen Investasi Masih Rendah
Sejak awal tahun 2020, komitmen investasi terus mengalir ke Indonesia. Meski begitu menjelang akhir tahun, realisasinya tidak berbanding lurus dengan komitmen yang masuk. Foto/dok
A A A
JAKARTA - Sejak awal tahun 2020, komitmen investasi terus mengalir ke Indonesia. Meski begitu menjelang akhir tahun, realisasinya tidak berbanding lurus dengan komitmen yang masuk.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan, rencana investasi asing ke Indonesia sebetulnya cukup tinggi. Sayangnya, realisasi komitmen investasi masih rendah. (Baca: Faktor yang Wajib Diketahui Sebelum Investasi Tanah)

Penyebabnya, investor kerap menemui berbagai hambatan untuk merealisasikan rencananya. Selain soal perizinan, lahan, dan tenaga kerja, hambatan investasi juga dipicu kurang ketatnya koordinasi antara kementerian dan lembaga sertai permasalahan hubungan pemerintah pusat dan daerah.

Menurutnya, hal lain yang menjadi pertimbangan investor dalam merealisasikan investasi adalah insentif pajak. Maklum, di tengah kompetisi antar negara dalam memperebutkan investasi, insentif pajak akan menjadi pemanis untuk menambah daya tarik suatu negara. Apalagi, negara-negara jiran tergolong royal dalam menggelontorkan insentif fiskal demi menarik investasi.

Menurut Yusuf, tarif pajak di Vietnam memang lebih rendah dibandingkan Indonesia. Meski begitu, insentif pajak di Indonesia sebetulnya tak kalah menarik. Pemerintah, misalnya, beberapa kali melakukan revisi atas ketentuan tax holiday dengan menambah sektor industri yang berhak memperoleh insentif maupun memperpanjang waktu libur pajak. (Baca juga: Lulus Kuliah Dapat Pekerjaan yang Diimpikan, Ini Kuncinya)

“Sayang, tidak banyak yang memanfaatkan berbagai insentif pajak yang ditawarkan pemerintah sehingga realisai investasi juga tidak naik tinggi,” kata Yusuf, di Jakarta, kemarin.

Menurut Yusuf, insentif pajak yang tidak terlalu berdampak signifikan terhadap realisasi investasi bisa jadi disebabkan karena insentif pajak memang bukan pertimbangan utama bagi investor dalam merealisasikan investasinya. Namun, bisa juga karena insentif pajak tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan investor.

Itu sebabnya, Yusuf bilang, perlu juga mempertimbangkan pemberian insentif berdasarkan kebutuhan industri yang akan dibidik oleh investor. Tentu, ini membutuhkan usaha yang lebih besar untuk menghitung kebutuhan insentif tiap sektor dan berapa lama imbal hasil masing-masing sektor.

“Ini mungkin saja dilakukan dalam rangka menarik investasi untuk mendorong masing-masing industri,” jelas Yusuf. (Baca juga: Ampuh Tingkatkan Imunitas, Bagaimana Vaksin Bekerja?)

Pemberian insentif dalam rangka menarik investasi tidak bisa dipukul rata. Karena jika ditilik lebih dalam, investor yang berkomitmen untuk berinvestasi datang dari berbagai jenis industri mulai industri manufaktur, barang konsumen hingga produk inovasi seperti mobil listrik. Hal ini menunjukkan bahwa investor membutuhkan jenis insentif yang berbeda.

Sebelumnya, Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal (BKPM) Ikmal Lukman mengatakan, meski di tengah tantangan akibat pandemi Covid-19, daya tarik investasi di Indonesia tetap menjanjikan. “Ada (perusahaan global) yang ingin segera masuk ke Indonesia, ada juga yang sudah masuk dan ingin melakukan peningkatan produksi dan perluasan pabrik. Kita akan dengar apa harapan-harapan mereka. Tentu ini bisa menjadi sentimen positif bagi investasi di tengah pandemi ini,” ujar Ikmal Lukman saat mengikuti kunjungan BKPM ke Belanda beberapa waktu lalu. (Lihat videonya: Habib Rizieq Tersangka Kasus Pelanggaran Protokol Kesehatan)

Akan tetapi, di tengah kondisi resesi seperti ini, tampaknya urgensi realisasi investasi sangat diharapkan untuk dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi dalam negeri. (Rakhmat Baihaqi)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1545 seconds (0.1#10.140)