Hitung-hitungan Anggaran Vaksin Covid-19 Setelah Digratiskan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah telah memutuskan untuk menggratiskan vaksin Covid-19 untuk seluruh masyarakat Indonesia. Sebelumnya, vaksin akan diberikan dengan dua kelompok yakni berbayar dan gratis dengan syarat tertentu.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menyebut langkah yang diambil pemerintah bukan kebijakan populis, tetapi sangat realistis. Sebab, banyak negara yang berkomitmen untuk vaksinasi gratis. Bahkan India yang jumlah penduduknya lebih banyak dari Indonesia dan sama-sama negara berkembang berani untuk memberikan vaksin gratis.
"Secara kasar estimasi biaya vaksin untuk minimum 70 persen penduduk Indonesia adalah Rp75 triliun. Angka 70 persen dari total penduduk untuk mencapai kekebalan kelompok atau herd immunity," ujar Bhima saat dihubungi MNC Portal, Sabtu (19/12/2020).
( )
Bhima menambahkan, untuk pengadaan anggaran vaksinasi gratis bisa dilakukan dengan cara realokasi dari belanja lain, seperti belanja infrastruktur misalnya, sebab di situasi saat ini adalah fokus untuk penanganan pandemi dalam jangka pendek-menengah dan ini bisa dilakukan melalui jalan APBN perubahan pada awal tahun 2021.
"Idealnya vaksin itu gratis apalagi dalam konteks bencana nasional. Jika vaksin berbayar dikhawatirkan menciptakan ketimpangan, di mana kelas menengah ke atas bisa mengakses vaksin yang komersil, sementara kelas bawah menunggu bantuan vaksin pemerintah. Tentu jika vaksin komersil, aksesnya jauh lebih mudah dan prosedur tidak lama seperti vaksin pemerintah," kata dia.
Untuk perubahan APBN tahun 2021 bisa dilakukan dengan beberapa cara, misalnya alokasi anggaran infrastruktur sebesar Rp413 triliun, sementara stimulus untuk kesehatan berkurang menjadi Rp25,4 triliun. Artinya, ruang fiskal untuk menggratiskan vaksin terbuka lebar.
"Masalahnya secara politik anggaran mau apa tidak? Jika bicara soal prioritas anggaran harusnya sampai 2021 masih fokus pada penanganan kesehatan," ucapnya.
( )
Selain itu, Bhima juga menyebut perlu adanya pengawasan vaksin dan diharapkan tidak terjadi monopoli distributor dan pentingnya peran KPPU sebagai pengawas yang harus melakukan deteksi dini. "Kemudian soal fokus pada kelompok rentan diutamakan seperti masyarakat lansia dan memiliki penyakit bawaan," tuturnya.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menyebut langkah yang diambil pemerintah bukan kebijakan populis, tetapi sangat realistis. Sebab, banyak negara yang berkomitmen untuk vaksinasi gratis. Bahkan India yang jumlah penduduknya lebih banyak dari Indonesia dan sama-sama negara berkembang berani untuk memberikan vaksin gratis.
"Secara kasar estimasi biaya vaksin untuk minimum 70 persen penduduk Indonesia adalah Rp75 triliun. Angka 70 persen dari total penduduk untuk mencapai kekebalan kelompok atau herd immunity," ujar Bhima saat dihubungi MNC Portal, Sabtu (19/12/2020).
( )
Bhima menambahkan, untuk pengadaan anggaran vaksinasi gratis bisa dilakukan dengan cara realokasi dari belanja lain, seperti belanja infrastruktur misalnya, sebab di situasi saat ini adalah fokus untuk penanganan pandemi dalam jangka pendek-menengah dan ini bisa dilakukan melalui jalan APBN perubahan pada awal tahun 2021.
"Idealnya vaksin itu gratis apalagi dalam konteks bencana nasional. Jika vaksin berbayar dikhawatirkan menciptakan ketimpangan, di mana kelas menengah ke atas bisa mengakses vaksin yang komersil, sementara kelas bawah menunggu bantuan vaksin pemerintah. Tentu jika vaksin komersil, aksesnya jauh lebih mudah dan prosedur tidak lama seperti vaksin pemerintah," kata dia.
Untuk perubahan APBN tahun 2021 bisa dilakukan dengan beberapa cara, misalnya alokasi anggaran infrastruktur sebesar Rp413 triliun, sementara stimulus untuk kesehatan berkurang menjadi Rp25,4 triliun. Artinya, ruang fiskal untuk menggratiskan vaksin terbuka lebar.
"Masalahnya secara politik anggaran mau apa tidak? Jika bicara soal prioritas anggaran harusnya sampai 2021 masih fokus pada penanganan kesehatan," ucapnya.
( )
Selain itu, Bhima juga menyebut perlu adanya pengawasan vaksin dan diharapkan tidak terjadi monopoli distributor dan pentingnya peran KPPU sebagai pengawas yang harus melakukan deteksi dini. "Kemudian soal fokus pada kelompok rentan diutamakan seperti masyarakat lansia dan memiliki penyakit bawaan," tuturnya.
(ind)