Ramai-Ramai Berteriak Soal Kenaikan Tarif Tol di Saat Pandemi

Senin, 28 Desember 2020 - 00:00 WIB
loading...
Ramai-Ramai Berteriak Soal Kenaikan Tarif Tol di Saat Pandemi
Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi tegas mengatakan sudah seharusnya pemerintah menolak permohonan kenaikan tarif tol oleh operator. Menurutnya, kenaikan tersebut tidak sensitif terhadap situasi kondisi perekonomian saat ini yang sedang terpuruk.

"Apalagi kenaikan pada tarif JORR pasti akan berdampak terhadap logistik yang ujungnya tentu mengerek kenaikan harga produk di lapisan masyarakat bawah," ujar Tulus hari ini (27/12).

Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rizal E Halim memberikan beberapa penilaian terhadap rencana kenaikan beberapa tarif tol. Menurutnya yang utama sekali sudah seharusnya penyesuaian tarif tol juga diikuti dengan perbaikan layanan jalan tol.

"Khususnya dalam pengelolaan debit kendaraan. Ini agar tidak merugikan konsumen," ujar Rizal saat dihubungi di Jakarta di hari yang sama.

Berikutnya dia mengkritisi pengelolaan jalan tol juga perlu dilakukan secara terbuka. Ini mengingat sudah banyak ruas jalan tol yang semestinya dikembalikan ke negara setelah masa konsesinya habis. ( Baca juga:Tragis, Bocah 10 Tahun Meregang Nyawa, Kepalanya Tertembak Senapan Angin Tetangga )

Kemudian terakhir yang harus diperhatikan saat ini kondisi perekonomian nasional di tengah pandemi covid19. "Penyesuaian tarif tol perlu mempertimbangkan situasi ekonomi dan tekanan daya beli masyarakat saat ini," tambahnya.

Anggota Ombudsman RI Alvin Lie juga mengingatkan perlu ada pertimbangan dalam kenaikan tarif tol. Yang harus diingat adalah jalan tol tidak hanya dibangun sekali kemudian dibiarkan saja lalu cuma mengumpulkan uangnya. Jalan tol harus terus diperbaiki permukaan dan ditinggikan.
Berikutnya dalam unsur keselamatan juga harus ditingkatkan seperti pelayanan derek dan penanganan kecelakaan. Kenaikan tarif juga harus diiringi pelayanan dalam informasi untuk kondisi macet, banjir, dan kerusakan lainnya yang pasti dibutuhkan pengguna jalan.

"Jadi jangan dijadikan otomatis setiap dua tahun naik tarifnya. Kenaikan wajar misalnya seperti untuk tol layang Jakarta-Cikampek. Wajar tarifnya naik karena ada penambahan investasi pembangunan di sana," ujar Alvin.

Pengamat ekonomi dari INDEF Nailul Huda menilai beberapa kebijakan pemerintah saat ini tidak sesuai dengan data dan kondisi masyarakat. Salah satunya rencana kenaikan tarif jalan tol. Di saat pendapatan masyarakat yang tengah lemah, justru pemerintah mengeluarkan kebijakan yang dapat mengerek harga-harga secara umum (inflasi). ( Baca juga:Inilah Rahasia Kecantikan Perempuan yang Jarang Diketahui )

"Pemerintah tampaknya tidak paham dengan konsep inflasi dapat mengerek pertumbuhan. Dalam kasus inflasi dapat mengerek pertumbuhan, dibutuhkan inflasi yang demand side atau ada kenaikan permintaan. Sedangkan kebijakan ini bukan dari demand side melainkan supply side. Alhasil yang terjadi adalah inflasi yang mengerek harga secara umum dan jatuhnya akan semakin melemahkan daya beli masyarakat di tengah pandemi," ketus Huda.

Menurut dia justru seharusnya pemerintah menahan kenaikan harga yang diatur pemerintah demi menjaga daya beli masyarakat. "Jadi saya kira kebijakan kenaikan tarif tol saat ini kurang elok dan kurang bijak di tengah pandemi dan resesi," ujarnya.

Sementara akademisi yang juga Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Djoko Setijowarno menilai tarif tol harus naik karena selain sesuai amanat UU, juga penting untuk menarik investor. Sehingga minat investasi di jalan tol tetap terjaga.

"Jadi solusinya bisa dengan melakukan kenaikan bertahap atau menunda kenaikan untuk angkutan umum," ujar Djoko mengingatkan.
(uka)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1745 seconds (0.1#10.140)