PLN: Kami Tidak Mampu Beri Insentif bagi Industri
loading...
A
A
A
JAKARTA - PT PLN (Persero) menegaskan butuh dukungan pemerintah apabila harus memberikan keringanan tagihan listrik bagi pelanggan industri, bisnis dan perhotelan. BUMN di sektor ketenagalistrikan itu secara finansial menyatakan tidak mampu apabila harus menanggung beban tersebut sendirian.
"Jujur saja kami tidak mampu apabila harus melaksanakan itu, karena balance sheet kami tidak mampu untuk itu. Sebab itu, kami sampaikan kepada pemerintah, mohon dukung kami jika harus memberikan insentif untuk industri dan bisnis," ungkap Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini, di Jakarta, Jumat (17/4/2020).
Menurut dia, dampak pandemi Covid-19 tidak hanya di sektor industri dan bisnis. Namun demikian dampaknya juga sangat terasa bagi kinerja PLN khususnya terkait pembiayaan pembangunan infrastruktur. Apalagi di satu sisi, beban PLN untuk membayar utang dalam bentuk valas semakin besar seiring melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akibat pandemi Covid-19. Hal itu disebabkan karena mayoritas atau sebesar 70% utang perusahaan berasal dari luar negeri.
"Sudah barang tentu, begitu rupiah melemah maka jumlah utang kami dari sisi rupiah meningkat. Dan kami sudah hitung setiap Rp1.000 pelemahan rupiah terhadap dolar AS maka biaya PLN meningkat Rp9 triliun," jelasnya.
Dia membeberkan, besarnya pinjaman dari luar negeri tersebut karena pinjaman di dalam negeri terbatas. Berdasarkan aturan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) pinjaman di dalam negeri dibatasi sampai Rp140 triliun. Sedangkan PLN membutuhkan biaya besar untuk membangun infrastruktur ketenagalistrikan.
"Kebutuhan PLN itu jauh lebih besar dari itu. Jadi kami harus meminjam dari bank di luar domestik," kata dia.
Sebagai antisipasi, imbuhnha, PLN telah berupaya meminimalisir dampak pelemahan rupiah terhadap dolar AS. Salah satunya melalui mekanisme hedging dari bank domestik. "Secara operasional kami terus melakukan upaya mitigasi risiko melalui hedging guna memaksimalkan yang ada dari bank domestik," kata Zulkifli.
"Jujur saja kami tidak mampu apabila harus melaksanakan itu, karena balance sheet kami tidak mampu untuk itu. Sebab itu, kami sampaikan kepada pemerintah, mohon dukung kami jika harus memberikan insentif untuk industri dan bisnis," ungkap Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini, di Jakarta, Jumat (17/4/2020).
Menurut dia, dampak pandemi Covid-19 tidak hanya di sektor industri dan bisnis. Namun demikian dampaknya juga sangat terasa bagi kinerja PLN khususnya terkait pembiayaan pembangunan infrastruktur. Apalagi di satu sisi, beban PLN untuk membayar utang dalam bentuk valas semakin besar seiring melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akibat pandemi Covid-19. Hal itu disebabkan karena mayoritas atau sebesar 70% utang perusahaan berasal dari luar negeri.
"Sudah barang tentu, begitu rupiah melemah maka jumlah utang kami dari sisi rupiah meningkat. Dan kami sudah hitung setiap Rp1.000 pelemahan rupiah terhadap dolar AS maka biaya PLN meningkat Rp9 triliun," jelasnya.
Dia membeberkan, besarnya pinjaman dari luar negeri tersebut karena pinjaman di dalam negeri terbatas. Berdasarkan aturan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) pinjaman di dalam negeri dibatasi sampai Rp140 triliun. Sedangkan PLN membutuhkan biaya besar untuk membangun infrastruktur ketenagalistrikan.
"Kebutuhan PLN itu jauh lebih besar dari itu. Jadi kami harus meminjam dari bank di luar domestik," kata dia.
Sebagai antisipasi, imbuhnha, PLN telah berupaya meminimalisir dampak pelemahan rupiah terhadap dolar AS. Salah satunya melalui mekanisme hedging dari bank domestik. "Secara operasional kami terus melakukan upaya mitigasi risiko melalui hedging guna memaksimalkan yang ada dari bank domestik," kata Zulkifli.
(fai)