ESDM Kerjasama dengan 3 BUMN untuk Penerapan Manajemen Energi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian ESDM melalui Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) bekerja sama dengan United Nations Development Programme (UNDP) mendukung penerapan sistem manajemen energi guna menuju ISO 50001 pada tiga Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Ketiga BUMN itu yakni PT Pertamina Refinery Unit (RU) IV Cilacap, Jawa Tengah, PT Angkasa Pura I - Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali dan PT Angkasa Pura II - Bandara Soekarno Hatta, Terminal 3, Cengkareng, Tangerang.
Kerja sama Ditjen EBTKE dan UNDP tersebut merupakan bagian Proyek Market Transformation for Renewable Energy and Energy Efficiency through Design and Implementation of Appropriate Mitigation Actions in Energy Sector (MTRE3).
( )
Proyek MTRE3 berjalan selama lima tahun mulai dari 2017 hingga 2021 dengan empat wilayah kerja untuk proyek percontohan Energi Baru Terbarukan (EBT), yaitu provinsi Riau, Jambi, Sulawesi Barat, dan Nusa Tenggara Timur, dan wilayah kerja proyek percontohan Konservasi Energi (KE) di beberapa kota besar; Jakarta, Bali, Makasar, Semarang, dll.
Direktur Konservasi Energi, Luh Nyoman Puspa mengatakan program penerapan sistem manajemen energi di tiga perusahaan induk BUMN ini berlangsung mulai Januari 2021 hingga Juli 2021, dimana target registrasi sertifikasi ISO 50001 untuk tiga perusahaan induk terpilih ditargetkan maksimal di Juli 2021. Kick Off Meeting bersama PT. Angkasa Pura II akan dilaksanakan pada 11 Februari 2021 dan tanggal 18 Februari 2021 bersama PT. Angkasa Pura I.
"Salah satu target dari Ditjen EBTKE adalah peningkatan penerapan ISO 50001 pada berbagai sektor, salah satunya diwujudkan melalui proyek kerja sama MTRE3," ujar Direktur Konservasi Energi, Luh Nyoman Puspa Dewi di Jakarta, Selasa (9/2/2021).
( )
Merujuk data tren konsumsi energi final nasional, sektor industri merupakan konsumen energi terbesar kedua setelah transportasi yaitu 33% atau sebesar 291 juta SBM (ESDM, 2018).
Dari konsumsi energi di sektor industri ini, potensi penghematan energi yang dapat diraih sebesar 10-30%, berdasar hasil survei dan audit energi. Potensi ini dapat dicapai melalui implementasi Audit Energi dan Penerapan Sistem Manajemen Energi melalui ISO 50001.
Salah satu agenda utama dalam menghadapi perubahan iklim global adalah mengurangi konsumsi energi dan meningkatkan efisiensi penggunaan energi, sesuai Paris Agreement yang diratifikasi Indonesia di tahun 2016. ISO 50001 sebagai standar internasional untuk sistem manajemen energi diharapkan dapat membantu meningkatkan performa energi, sehingga dapat membantu menghadapi perubahan iklim global dan mencapai target penghematan energi.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 70 tahun 2009 tentang Konservasi Energi, pengguna energi minimal 6.000 TOE wajib melakukan manajemen energi, yaitu menunjuk manajer energi, menyusun program konservasi energi, melaksanakan audit energi secara berkala, melaksanakan rekomendasi hasil audit energi, dan melaporkan pelaksanaan manajemen energi setiap tahun pada Pemerintah. Maka, penerapan SNI ISO 50001 sangat tepat sebagai pelaksanaan peraturan pemerintah ini.
Standar internasional ISO 50001 menetapkan sistem manajemen energi suatu organisasi, yang bertujuan agar setiap organisasi mampu membangun sistem dan proses yang diperlukan untuk meningkatkan performa energinya. Performa energi yang dimaksud meliputi efisiensi, penggunaan dan konsumsi energi.
( )
Menurut data Direktorat Konservasi Energi, Direktorat Jenderal EBTKE, baru ada sebanyak 62 perusahaan sektor industri, 42 perusahaan sektor ESDM, dan 2 sektor bangunan Gedung yang bersertifikat ISO 50001: EnMS (Energy Management System).
Dukungan yang diberikan yaitu memberi stimulus kepada tiga perusahaan BUMN tersebut dalam bentuk insentif pemerintah dalam kerjasama dengan proyek MTRE3-UNDP (dengan hibah Global Environment Facility/GEF), dengan menyediakan pendampingan teknis, pengawalan dan persiapan Sistem Manajemen Energi atau EnMS (oleh konsultan pemenang tender UNDP - EnerCoss) menuju ISO 50001 (sertifikasi taraf internasional) di tahun pertama, dimana Surveillance Energi di tahun kedua dan ketiga menjadi tanggungan perusahaan induk terpilih.
Ketiga BUMN itu yakni PT Pertamina Refinery Unit (RU) IV Cilacap, Jawa Tengah, PT Angkasa Pura I - Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali dan PT Angkasa Pura II - Bandara Soekarno Hatta, Terminal 3, Cengkareng, Tangerang.
Kerja sama Ditjen EBTKE dan UNDP tersebut merupakan bagian Proyek Market Transformation for Renewable Energy and Energy Efficiency through Design and Implementation of Appropriate Mitigation Actions in Energy Sector (MTRE3).
( )
Proyek MTRE3 berjalan selama lima tahun mulai dari 2017 hingga 2021 dengan empat wilayah kerja untuk proyek percontohan Energi Baru Terbarukan (EBT), yaitu provinsi Riau, Jambi, Sulawesi Barat, dan Nusa Tenggara Timur, dan wilayah kerja proyek percontohan Konservasi Energi (KE) di beberapa kota besar; Jakarta, Bali, Makasar, Semarang, dll.
Direktur Konservasi Energi, Luh Nyoman Puspa mengatakan program penerapan sistem manajemen energi di tiga perusahaan induk BUMN ini berlangsung mulai Januari 2021 hingga Juli 2021, dimana target registrasi sertifikasi ISO 50001 untuk tiga perusahaan induk terpilih ditargetkan maksimal di Juli 2021. Kick Off Meeting bersama PT. Angkasa Pura II akan dilaksanakan pada 11 Februari 2021 dan tanggal 18 Februari 2021 bersama PT. Angkasa Pura I.
"Salah satu target dari Ditjen EBTKE adalah peningkatan penerapan ISO 50001 pada berbagai sektor, salah satunya diwujudkan melalui proyek kerja sama MTRE3," ujar Direktur Konservasi Energi, Luh Nyoman Puspa Dewi di Jakarta, Selasa (9/2/2021).
( )
Merujuk data tren konsumsi energi final nasional, sektor industri merupakan konsumen energi terbesar kedua setelah transportasi yaitu 33% atau sebesar 291 juta SBM (ESDM, 2018).
Dari konsumsi energi di sektor industri ini, potensi penghematan energi yang dapat diraih sebesar 10-30%, berdasar hasil survei dan audit energi. Potensi ini dapat dicapai melalui implementasi Audit Energi dan Penerapan Sistem Manajemen Energi melalui ISO 50001.
Salah satu agenda utama dalam menghadapi perubahan iklim global adalah mengurangi konsumsi energi dan meningkatkan efisiensi penggunaan energi, sesuai Paris Agreement yang diratifikasi Indonesia di tahun 2016. ISO 50001 sebagai standar internasional untuk sistem manajemen energi diharapkan dapat membantu meningkatkan performa energi, sehingga dapat membantu menghadapi perubahan iklim global dan mencapai target penghematan energi.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 70 tahun 2009 tentang Konservasi Energi, pengguna energi minimal 6.000 TOE wajib melakukan manajemen energi, yaitu menunjuk manajer energi, menyusun program konservasi energi, melaksanakan audit energi secara berkala, melaksanakan rekomendasi hasil audit energi, dan melaporkan pelaksanaan manajemen energi setiap tahun pada Pemerintah. Maka, penerapan SNI ISO 50001 sangat tepat sebagai pelaksanaan peraturan pemerintah ini.
Standar internasional ISO 50001 menetapkan sistem manajemen energi suatu organisasi, yang bertujuan agar setiap organisasi mampu membangun sistem dan proses yang diperlukan untuk meningkatkan performa energinya. Performa energi yang dimaksud meliputi efisiensi, penggunaan dan konsumsi energi.
( )
Menurut data Direktorat Konservasi Energi, Direktorat Jenderal EBTKE, baru ada sebanyak 62 perusahaan sektor industri, 42 perusahaan sektor ESDM, dan 2 sektor bangunan Gedung yang bersertifikat ISO 50001: EnMS (Energy Management System).
Dukungan yang diberikan yaitu memberi stimulus kepada tiga perusahaan BUMN tersebut dalam bentuk insentif pemerintah dalam kerjasama dengan proyek MTRE3-UNDP (dengan hibah Global Environment Facility/GEF), dengan menyediakan pendampingan teknis, pengawalan dan persiapan Sistem Manajemen Energi atau EnMS (oleh konsultan pemenang tender UNDP - EnerCoss) menuju ISO 50001 (sertifikasi taraf internasional) di tahun pertama, dimana Surveillance Energi di tahun kedua dan ketiga menjadi tanggungan perusahaan induk terpilih.
(ind)