Cara UMKM Manfaatkan Teknologi untuk Berdayakan Komunitas di Surabaya dan Makassar
loading...
A
A
A
JAKARTA - Digitalisasi menjadi bagian penting di tengah pandemi untuk memastikan bisnis dapat terus berjalan, saat pembatasan sosial diberlakukan. Teknologi juga telah menginspirasi banyak UMKM yang berani merintis bisnis, karena tahu bahwa pembeli kini bisa dijangkau dengan lebih mudah. Tak hanya disitu, sudah ada banyak kisah sukses yang membuktikan peran teknologi dalam kemajuan bisnis UMKM di Indonesia.
Riset Penelitian Tenggara & CSIS Institute pada tahun 2020 menemukan bahwa mitra merchant GrabFood misalnya, melihat adanya peningkatan penjualan masing-masing setelah bergabung dengan Grab. Hal ini tentunya terjadi berkat teknologi platform GrabFood yang memiliki basis armada pengantaran dan pelanggan di ratusan kota di Indonesia.
Riset juga menunjukkan banyak mitra merchant GrabFood menjadikan GrabFood sebagai alasan utama memulai bisnis kuliner mereka, dan sebagian besar lain mengatakan mereka bergabung dengan platform GrabFood sejak hari pertama mereka memulai bisnis kulinernya.
Tak hanya meningkatkan penjualan berkat kehadiran platform GrabFood beberapa UMKM merasakan bisnisnya bisa tumbuh berkembang dan beradaptasi meskipun usaha yang dimilikinya berada di lokasi kurang strategis. Inilah beberapa kisah sukses mereka.
Berkembang dan Beradaptasi Meskipun di Lokasi Tak Strategis
Berbeda dengan kisah Aiola Eatery, kisah sukses UMKM lainnya yang merasakan keuntungan dari kehadiran platform GrabFood meskipun usahanya berada di lokasi kurang strategis adalah Cieny, pemilik warung dari Sego Sambal Cak Brewok. Cieny merasa lokasi warung Sego Sambal Cak memiliknya kurang strategis karena harus masuk ke Jalan Gunung Lompobattang yang lebih kecil, sehingga ia berinisiatif sampai bangunan rumah toko (ruko) nomor 28 dengan spanduk warna kuning bertuliskan “Sego Sambal Cak Brewok” ukuran besar. Akan tetapi pemilihan lokasi ternyata bukan masalah besar untuk Cieny, pemilik warung tersebut.
Cieny sudah memiliki dua cabang Sego Sambal Cak Brewok yang ia rasa lokasinya sama sama kurang strategis. Di sana tidak melayani pembelian makan di tempat; seluruhnya hanya mengandalkan penjualan online.
Konsep penjualan seperti inilah yang kemudian dikembangkan oleh Cieny dengan warung Sego Sambal Cak Brewok. Cabang keduanya dibuka di Jalan Camba Jawayya, yang letaknya juga tidak strategis; agak jauh dari keramaian jalan utama. "Cabang kedua ini juga rumah tinggal, bukan ruko. Lokasinya agak masuk ke dalam," terangnya.
Kendati selalu memilih lokasi tidak strategis dan selalu mengandalkan penjualan online, jerih payah Cieny membuahkan hasil yang besar. Warung Sego Sambal Cak Brewok laris manis, bahkan ia mengatakan sekarang berniat untuk membuka dua cabang baru di lokasi berbeda.
Sego Sambal Cak Brewok sebenarnya bukan usaha pertama Cieny. Sebelumnya pada 2012, perempuan kelahiran Makassar ini juga pernah membuka usaha kuliner yang mirip. Ayam Bakar Jenny’s, namanya. Sayangnya usaha tersebut tidak bertahan lama karena sering tutup ditinggal menjenguk anak-anaknya yang menempuh pendidikan di Surabaya.
Inspirasi untuk membuat Sego Sambal Cak Brewok datang ketika Cieny dan keluarganya sedang berada di Malang. Saat itu dia sempat mencicipi Sego Sambal Cak Uut, yang menyajikan menu super pedas. Dia pun terinspirasi untuk membuat menu sejenis. Lalu dibukalah usaha kuliner Sego Sambal Cak Brewok.
Pada bulan pertama Cieny mampu membukukan omzet besar dengan kenaikan hingga 100%. Demikian pula di bulan kedua, mendapatkan kenaikan sampai 200%, sampai kemudian pada bulan keempat sebagai Restoran Pilihan, Sego Sambal Cak Brewok mampu menghasilkan omzet 300% lebih tinggi dibanding pertama kali membuka usaha.
Seiring dengan meningkatnya omzet dan permintaan, Cieny juga menambah karyawan. Sekarang usahanya telah mempekerjakan 11 karyawan. Sebelum bergabung sebagai Restoran Pilihan, dia hanya mempekerjakan 5 orang. Dia merasa senang bisa membuka lapangan pekerjaan untuk orang lain.
Ajak Pedagang Kaki Lima Naik Kelas dengan Teknologi
Aiola Eatery salah satu bisnis yang memberanikan diri membanting setir merubah wujud dari bisnis clothing line menjadi bisnis kuliner. Aiola Eatery sebuah restaurant berdiri sejak tahun 2010 ini memiliki dua area makan yang tak pernah berubah, outdoor dan indoor.
Manager Aiola Eatery Julyanto Adrianes menceritakan, mulanya Aiola Eatery berangkat dari Aiola Clothing Line. Awalnya, Aiola bergerak di bisnis distro pada tahun 2008. Setelah berjalan hampir 2 tahun, saat itu bisnis clothing di Indonesia sedang dalam kondisi perang harga yang sangat ketat. Tentu hal ini berimbas pada bisnis Aiola yang kemudian collapse dan memutuskan untk ditutup untuk istirahat. Di sisi lain, pihaknya terus mencoba menjelajah bisnis lainnya.
“Setelah riset-riset akhirnya menemukan bisnis makanan ini. Bisnis makanan kan juga tidak akan pernah berhenti, karena makan menjadi kebutuhan pokok. Akhirnya memutuskan membuat pujasera,” ujarnya.
Aiola Clothing Line kemudian diubah menjadi bisnis kuliner Aiola Eatery. Saat itu waktunya terjadi bersamaan dengan pemerintah Kota Surabaya yang saat itu tengah gencar membersihkan jalanan kota Surabaya, sehingga pedagang kaki lima (PKL) terkena imbasnya.
“Banyak dari mereka yang akhirnya ditertibkan. Kemudian ini memberi ide kami, oh yaudah kami mulai ajak yang terdekat dengan lokasi Aiola untuk bergabung. Akhirnya seperti mie pitik dan gado-gado ini karena mereka juga kena penertiban, kami ajak mereka untuk bergabung di sini. Mereka bisa berjualan dengan tenang tanpa takut ditertibkan. Setelah itu, tenant-tenant mulai masuk satu-persatu,” tuturnya.
Aiola Eatery membujuk PKL untuk bergabung meskipun tak mudah, namun seiring berjalannya waktu, setelah merasakan sendiri nikmatnya berjualan dengan nyaman dan tetap dapat keuntungan, PKL yang ingin masuk pun membludak. Dengan konsep bagi hasil setiap porsinya, PKL cukup menyediakan makanan saja. Sedangkan alat makan, dan minuman semua dari pihak Aiola Eatery.
Di sisi lain, Adri menginginkan bisnis pujasera ini bisa terus berkembang. Sehingga para PKL yang bergabung di Aiola Eatery juga merasakan adanya peningkatan hasil dari usahanya. Adri pun mulai melirik teknologi GrabFood, aplikasi pesan dan antar makanan secara online. Menurutnya, ini sebagai upaya untuk mengakomodir masyarakat yang ingin menikmati makanan di Aiola tetapi tidak sempat untuk mampir.
“Awalnya memang kami menghindari penjualan online. Karena kami ingin melihat dampaknya bagi Aiola seperti apa. Selama ini yang ingin makan makanan di sini kan ya harus ke sini. Kami pantau, dengan adopsi teknologi GrabFood membantu menambahkan pengunjung orang atau malah switching ke online. Jujur kita bertahan cukup lama untuk tidak online, bahkan kepikiran untuk membuat jasa delivery sendiri. Tapi setelah dipikir lebih jauh lagi dan lebih matang, mulai banyak pelanggan yang menanyakan kok nggak ikut GrabFood? Dari situ, akhirnya kami bergabung dengan GrabFood di tahun 2016,” tuturnya.
Dengan bergabungnya Aiola Eatery menjadi mitra GrabFood ini, Adri berharap, ke depan Aiola masih akan terus berkembang dengan konsep yang sama. Pasalnya, selain bisa membuka lapangan pekerjaan Aiola juga ingin mengakomodir kebutuhan masyarakat yang ingin makan nikmat dengan tetap hemat. “Ingin mempertahankan itu. Meskipun harga sekarang dan dulu jelas berbeda dari segi bahannya, jadi mau tidak mau menyesuaikan,” pungkasnya.
Riset Penelitian Tenggara & CSIS Institute pada tahun 2020 menemukan bahwa mitra merchant GrabFood misalnya, melihat adanya peningkatan penjualan masing-masing setelah bergabung dengan Grab. Hal ini tentunya terjadi berkat teknologi platform GrabFood yang memiliki basis armada pengantaran dan pelanggan di ratusan kota di Indonesia.
Riset juga menunjukkan banyak mitra merchant GrabFood menjadikan GrabFood sebagai alasan utama memulai bisnis kuliner mereka, dan sebagian besar lain mengatakan mereka bergabung dengan platform GrabFood sejak hari pertama mereka memulai bisnis kulinernya.
Tak hanya meningkatkan penjualan berkat kehadiran platform GrabFood beberapa UMKM merasakan bisnisnya bisa tumbuh berkembang dan beradaptasi meskipun usaha yang dimilikinya berada di lokasi kurang strategis. Inilah beberapa kisah sukses mereka.
Berkembang dan Beradaptasi Meskipun di Lokasi Tak Strategis
Berbeda dengan kisah Aiola Eatery, kisah sukses UMKM lainnya yang merasakan keuntungan dari kehadiran platform GrabFood meskipun usahanya berada di lokasi kurang strategis adalah Cieny, pemilik warung dari Sego Sambal Cak Brewok. Cieny merasa lokasi warung Sego Sambal Cak memiliknya kurang strategis karena harus masuk ke Jalan Gunung Lompobattang yang lebih kecil, sehingga ia berinisiatif sampai bangunan rumah toko (ruko) nomor 28 dengan spanduk warna kuning bertuliskan “Sego Sambal Cak Brewok” ukuran besar. Akan tetapi pemilihan lokasi ternyata bukan masalah besar untuk Cieny, pemilik warung tersebut.
Cieny sudah memiliki dua cabang Sego Sambal Cak Brewok yang ia rasa lokasinya sama sama kurang strategis. Di sana tidak melayani pembelian makan di tempat; seluruhnya hanya mengandalkan penjualan online.
Konsep penjualan seperti inilah yang kemudian dikembangkan oleh Cieny dengan warung Sego Sambal Cak Brewok. Cabang keduanya dibuka di Jalan Camba Jawayya, yang letaknya juga tidak strategis; agak jauh dari keramaian jalan utama. "Cabang kedua ini juga rumah tinggal, bukan ruko. Lokasinya agak masuk ke dalam," terangnya.
Kendati selalu memilih lokasi tidak strategis dan selalu mengandalkan penjualan online, jerih payah Cieny membuahkan hasil yang besar. Warung Sego Sambal Cak Brewok laris manis, bahkan ia mengatakan sekarang berniat untuk membuka dua cabang baru di lokasi berbeda.
Sego Sambal Cak Brewok sebenarnya bukan usaha pertama Cieny. Sebelumnya pada 2012, perempuan kelahiran Makassar ini juga pernah membuka usaha kuliner yang mirip. Ayam Bakar Jenny’s, namanya. Sayangnya usaha tersebut tidak bertahan lama karena sering tutup ditinggal menjenguk anak-anaknya yang menempuh pendidikan di Surabaya.
Inspirasi untuk membuat Sego Sambal Cak Brewok datang ketika Cieny dan keluarganya sedang berada di Malang. Saat itu dia sempat mencicipi Sego Sambal Cak Uut, yang menyajikan menu super pedas. Dia pun terinspirasi untuk membuat menu sejenis. Lalu dibukalah usaha kuliner Sego Sambal Cak Brewok.
Pada bulan pertama Cieny mampu membukukan omzet besar dengan kenaikan hingga 100%. Demikian pula di bulan kedua, mendapatkan kenaikan sampai 200%, sampai kemudian pada bulan keempat sebagai Restoran Pilihan, Sego Sambal Cak Brewok mampu menghasilkan omzet 300% lebih tinggi dibanding pertama kali membuka usaha.
Seiring dengan meningkatnya omzet dan permintaan, Cieny juga menambah karyawan. Sekarang usahanya telah mempekerjakan 11 karyawan. Sebelum bergabung sebagai Restoran Pilihan, dia hanya mempekerjakan 5 orang. Dia merasa senang bisa membuka lapangan pekerjaan untuk orang lain.
Ajak Pedagang Kaki Lima Naik Kelas dengan Teknologi
Aiola Eatery salah satu bisnis yang memberanikan diri membanting setir merubah wujud dari bisnis clothing line menjadi bisnis kuliner. Aiola Eatery sebuah restaurant berdiri sejak tahun 2010 ini memiliki dua area makan yang tak pernah berubah, outdoor dan indoor.
Manager Aiola Eatery Julyanto Adrianes menceritakan, mulanya Aiola Eatery berangkat dari Aiola Clothing Line. Awalnya, Aiola bergerak di bisnis distro pada tahun 2008. Setelah berjalan hampir 2 tahun, saat itu bisnis clothing di Indonesia sedang dalam kondisi perang harga yang sangat ketat. Tentu hal ini berimbas pada bisnis Aiola yang kemudian collapse dan memutuskan untk ditutup untuk istirahat. Di sisi lain, pihaknya terus mencoba menjelajah bisnis lainnya.
“Setelah riset-riset akhirnya menemukan bisnis makanan ini. Bisnis makanan kan juga tidak akan pernah berhenti, karena makan menjadi kebutuhan pokok. Akhirnya memutuskan membuat pujasera,” ujarnya.
Aiola Clothing Line kemudian diubah menjadi bisnis kuliner Aiola Eatery. Saat itu waktunya terjadi bersamaan dengan pemerintah Kota Surabaya yang saat itu tengah gencar membersihkan jalanan kota Surabaya, sehingga pedagang kaki lima (PKL) terkena imbasnya.
“Banyak dari mereka yang akhirnya ditertibkan. Kemudian ini memberi ide kami, oh yaudah kami mulai ajak yang terdekat dengan lokasi Aiola untuk bergabung. Akhirnya seperti mie pitik dan gado-gado ini karena mereka juga kena penertiban, kami ajak mereka untuk bergabung di sini. Mereka bisa berjualan dengan tenang tanpa takut ditertibkan. Setelah itu, tenant-tenant mulai masuk satu-persatu,” tuturnya.
Aiola Eatery membujuk PKL untuk bergabung meskipun tak mudah, namun seiring berjalannya waktu, setelah merasakan sendiri nikmatnya berjualan dengan nyaman dan tetap dapat keuntungan, PKL yang ingin masuk pun membludak. Dengan konsep bagi hasil setiap porsinya, PKL cukup menyediakan makanan saja. Sedangkan alat makan, dan minuman semua dari pihak Aiola Eatery.
Di sisi lain, Adri menginginkan bisnis pujasera ini bisa terus berkembang. Sehingga para PKL yang bergabung di Aiola Eatery juga merasakan adanya peningkatan hasil dari usahanya. Adri pun mulai melirik teknologi GrabFood, aplikasi pesan dan antar makanan secara online. Menurutnya, ini sebagai upaya untuk mengakomodir masyarakat yang ingin menikmati makanan di Aiola tetapi tidak sempat untuk mampir.
“Awalnya memang kami menghindari penjualan online. Karena kami ingin melihat dampaknya bagi Aiola seperti apa. Selama ini yang ingin makan makanan di sini kan ya harus ke sini. Kami pantau, dengan adopsi teknologi GrabFood membantu menambahkan pengunjung orang atau malah switching ke online. Jujur kita bertahan cukup lama untuk tidak online, bahkan kepikiran untuk membuat jasa delivery sendiri. Tapi setelah dipikir lebih jauh lagi dan lebih matang, mulai banyak pelanggan yang menanyakan kok nggak ikut GrabFood? Dari situ, akhirnya kami bergabung dengan GrabFood di tahun 2016,” tuturnya.
Dengan bergabungnya Aiola Eatery menjadi mitra GrabFood ini, Adri berharap, ke depan Aiola masih akan terus berkembang dengan konsep yang sama. Pasalnya, selain bisa membuka lapangan pekerjaan Aiola juga ingin mengakomodir kebutuhan masyarakat yang ingin makan nikmat dengan tetap hemat. “Ingin mempertahankan itu. Meskipun harga sekarang dan dulu jelas berbeda dari segi bahannya, jadi mau tidak mau menyesuaikan,” pungkasnya.
(atk)