Belajar dari Tragedi Sipadan Ligitan, Milenial Harus Cinta Rupiah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Rosmaya Hadi mengingatkan pentingnya transaksi menggunakan Rupiah khususnya bagi kalangan milenial. Dirinya menyinggung bahaya penggunaan mata uang asing sehingga lepasnya Sipadan dan Ligitan dari NKRI.
"Sipadan Ligitan lepas karena minimnya transaksi menggunakan Rupiah oleh masyarakatnya. Karena itu generasi milenial harus bangga menggunakan Rupiah karena ini pilar keuangan negara yang harus ditegakkan," ujar Rosmaya dalam talkshow Bangga Rupiah yang dilakukan Bank Indonesia di Jakarta, Senin (22/3/2021).
Tidak hanya itu saja, lanjut dia, tapi juga ada bahaya Dolarisasi di negara-negara Afrika dan Amerika Selatan. Dolarisasi berarti menggunakan dolar sebagai mata uang dan satuan hitung suatu negara selain Amerika Serikat. "Ini bisa terjadi bila penggunaan mata uang asing tidak terkontrol. Maka dampaknya ke stabilitas ekonomi. Jangan sampai terjadi di sini," katanya.
Lebih lanjut Rosmaya mengatakan, acara Bangga Rupiah tersebut merupakan bagian dari rangkaian Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia atau FEKDI. Tujuannya untuk meningkatkan pemahaman, kolaborasi antar stakeholder dan masyarakat Indonesia demi mendukung sistem pembayaran di Indonesia.
"Sangat besar peran penting ekonomi keuangan digital untuk pemulihan ekonomi nasional. Karena ini adalah inovasi untuk memacu produktivitas kerja masyarakat," katanya.
Saat ini menurut dia transaksi digital dan uang kartal masih bersifat komplementer karena Indonesia masih kategori dominan yang tunai atau cash- based society society. Masyarakat masih memegang tunai Rupiah untuk belanja. "Sehingga ketersediaan uang kartal dibutuhkan untuk menjaga kebanggaan untuk Rupiah," imbuhnya.
"Sipadan Ligitan lepas karena minimnya transaksi menggunakan Rupiah oleh masyarakatnya. Karena itu generasi milenial harus bangga menggunakan Rupiah karena ini pilar keuangan negara yang harus ditegakkan," ujar Rosmaya dalam talkshow Bangga Rupiah yang dilakukan Bank Indonesia di Jakarta, Senin (22/3/2021).
Tidak hanya itu saja, lanjut dia, tapi juga ada bahaya Dolarisasi di negara-negara Afrika dan Amerika Selatan. Dolarisasi berarti menggunakan dolar sebagai mata uang dan satuan hitung suatu negara selain Amerika Serikat. "Ini bisa terjadi bila penggunaan mata uang asing tidak terkontrol. Maka dampaknya ke stabilitas ekonomi. Jangan sampai terjadi di sini," katanya.
Lebih lanjut Rosmaya mengatakan, acara Bangga Rupiah tersebut merupakan bagian dari rangkaian Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia atau FEKDI. Tujuannya untuk meningkatkan pemahaman, kolaborasi antar stakeholder dan masyarakat Indonesia demi mendukung sistem pembayaran di Indonesia.
"Sangat besar peran penting ekonomi keuangan digital untuk pemulihan ekonomi nasional. Karena ini adalah inovasi untuk memacu produktivitas kerja masyarakat," katanya.
Saat ini menurut dia transaksi digital dan uang kartal masih bersifat komplementer karena Indonesia masih kategori dominan yang tunai atau cash- based society society. Masyarakat masih memegang tunai Rupiah untuk belanja. "Sehingga ketersediaan uang kartal dibutuhkan untuk menjaga kebanggaan untuk Rupiah," imbuhnya.
(ind)