Saran Pengusaha, Jokowi Bentuk 4 Nomenklatur Kementerian Baru

Sabtu, 17 April 2021 - 23:00 WIB
loading...
Saran Pengusaha, Jokowi...
Ilustrasi. FOTO/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Sepanjang 2014-2021 Presiden Joko Widodo telah 4 kali merombak kabinet , masing-masing Agustus 2015, Juli 2016, Januari 2018, Agustus 2018. Reshuffle berikutnya diprediksi sudah dekat menyusul hasil Rapat Paripurna DPR RI ke-16, tentang penggabungan Kemristek dengan Kemdikbud dan Kementerian Investasi.

Ketua Umum ASPRINDO (Asosiasi Pengusaha Bumiputera Nusantara Indonesia), Jose Rizal, mengatakan kementrian baru bisa jadi langkah awal yang baik mencapai tujuan Kabinet Indonesia Maju yang ingin membangun dasar-dasar yang kuat untuk transisi Indonesia memasuki fase negara maju. "Sejak awal era reformasi komposisi dan nomenklatur kabinet tidak pernah dievaluasi secara menyeluruh. Apa masih sesuai dengan dinamika dan tantangan pembangunan atau tidak. Setiap presiden hanya disibukkan dengan calon figur anggota kabinet," ujar Rizal di Jakarta (17/4/2021).



Harmonisasi komposisi kabinet, menurut Jose jadi hal paling mendasar di periode kedua Presiden Jokowi. Kebijakan harmonisasi komposisi kabinet harus dilakukan secara menyeluruh dan tidak sebagian seperti ketetapan Sidang Paripurna DPR RI."Jangan sampai ada kesan pengajuan merger dari kementrian baru tidak by design namun sekedar by accident," lanjutnya.

Karena itu Jose menyebut perlu reorientasi dan restrukturisasi Kabinet secara menyeluruh. Dia mencontohkan nomenklatur kementerian yang baru, seperti Kementrian Koordinator Produksi dan Distribusi, Kementrian Industri dan Perdagangan Internasional, Kementrian Pendidikan, Budaya dan Perluasan Lapangan Kerja, Kementrian Ketahanan Pangan dan Kesejahteraan Petani.

Menurutnya ada 3 hal pokok dalam 4 dekade terakhir yang mempengaruhi kinerja kabinet yakni; masalah link and match, koordinasi dan kebijakan satu pintu, serta harmonisasi komposisi kabinet. "Persoalan fundamental link and match akibat tingginya pengangguran terdidik karena irelevansi antara muatan akademis dan kebutuhan dunia kerja. Ini akibat tidak terintegrasinya kementrian yang menangani pendidikan dan kementrian yang menangani perluasan lapangan kerja," paparnya.

Karena itu, menurutnya, Kemendikbud justru harusnya digabung dengan Kemnaker. Merger antara Kemdikbud dan Kemristek menurutnya tetap meninggalkan masalah irelevansi pendidikan dengan kebutuhan kerja. "Karena perkembangan dan dinamika kompetensi kerja seiring dengan kecepatan kemajuan teknologi harus diintegrasikan ke dalam kurikulum, bukan ke Kementerian Investasi," lanjutnya.



Terkait masalah krusial koordinasi, setiap implementasi keputusan pemerintah berjalan lambat karena benturan birokrasi. Sebagai contoh, sektor kepemudaan yang ditangani Kemenpora programnya tersebar di lebih dari 20 K/L, sektor UMKM yang ditangani oleh Kemenkop UMKM program kerja tersebar di 17 Kementerian, Sektor Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang ditangani Kemenparekraf programnya tersebar di 17 K/L dan sama sekali sulit untuk disatukan di bawah satu atap kebijakan. "Hal ini jelas menciptakan inefisiensi APBN dan tumpang tindih," jelasnya.
(nng)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1829 seconds (0.1#10.140)