Buntut Kudeta Militer, AS Jatuhkan Sanksi Kepada 2 BUMN Myanmar
loading...
A
A
A
JAKARTA - Otoritas Amerika Serikat (AS) memberlakukan sanksi baru terhadap Myanmar. Sanksi itu ditujukan kepada dua perusahaan (BUMN) milik Myanmar, setelah aksi kudeta militer yang menewaskan banyak pengunjuk rasa.
Mengutip CNA, Departemen Keuangan AS mencatat, sanksi diberikan kepada dua perusahaan negara diantaranya Myanma Timber Enterprise dan Myanmar Pearl Enterprise. Kedua perusahaan ini bergerak di sektor mutiara dan kayu dan merupakan sumber ekonomi bagi militer Myanmar.
"Sanksi saat ini menunjukkan komitmen Amerika Serikat untuk menargetkan saluran pendanaan khusus bagi militer atau mereka yang bertanggung jawab atas kudeta dan kekerasan yang sedang berlangsung," ujar Andrea Gacki, direktur Kantor Pengawasan Aset Luar Negeri Departemen Keuangan, dikutip Kamis (22/4/2021).
Pihak AS mencatat, negara di Asia Tenggara itu berada dalam kondisi krisis sejak kudeta militer yang terjadi pada Februari lalu. Saat itu, militer Myanmar merebut kekuasaan dari pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi. Akibatnya, muncul protes di hampir semua wilayah dan menewaskan ratusan orang atau warga sipil.
Assistance Association for Political Prisoners (AAPP), organisasi atau kelompok aktivis, mencatat terdapat 738 orang yang dibunuh oleh pasukan keamanan Myanmar sejak kudeta. Sedangkan 3.300 orang ditahan. Dan 20 orang lainnya telah dijatuhi hukuman mati.
Washington juga menanggapi dengan membidik sumber pendapatan militer Myanmar melalui sejumlah sanksi. Misalnya, membekukan aset bisnis AS dan umumnya melarang orang Amerika berurusan dengan perusahaan yang menurut Departemen Keuangan bertanggung jawab atas ekspor kayu dan mutiara dari Myanmar.
Badan Investigasi Lingkungan, sebuah organisasi nirlaba juga mendokumentasikan pelanggaran industri kayu di Myanmar dan di tempat lain. Dalam catatannya, sepanjang April militer Myanmar mendapat untung dari ekspor kayu jati melalui Myanma Timber Enterprise.
Mengutip CNA, Departemen Keuangan AS mencatat, sanksi diberikan kepada dua perusahaan negara diantaranya Myanma Timber Enterprise dan Myanmar Pearl Enterprise. Kedua perusahaan ini bergerak di sektor mutiara dan kayu dan merupakan sumber ekonomi bagi militer Myanmar.
"Sanksi saat ini menunjukkan komitmen Amerika Serikat untuk menargetkan saluran pendanaan khusus bagi militer atau mereka yang bertanggung jawab atas kudeta dan kekerasan yang sedang berlangsung," ujar Andrea Gacki, direktur Kantor Pengawasan Aset Luar Negeri Departemen Keuangan, dikutip Kamis (22/4/2021).
Pihak AS mencatat, negara di Asia Tenggara itu berada dalam kondisi krisis sejak kudeta militer yang terjadi pada Februari lalu. Saat itu, militer Myanmar merebut kekuasaan dari pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi. Akibatnya, muncul protes di hampir semua wilayah dan menewaskan ratusan orang atau warga sipil.
Assistance Association for Political Prisoners (AAPP), organisasi atau kelompok aktivis, mencatat terdapat 738 orang yang dibunuh oleh pasukan keamanan Myanmar sejak kudeta. Sedangkan 3.300 orang ditahan. Dan 20 orang lainnya telah dijatuhi hukuman mati.
Washington juga menanggapi dengan membidik sumber pendapatan militer Myanmar melalui sejumlah sanksi. Misalnya, membekukan aset bisnis AS dan umumnya melarang orang Amerika berurusan dengan perusahaan yang menurut Departemen Keuangan bertanggung jawab atas ekspor kayu dan mutiara dari Myanmar.
Badan Investigasi Lingkungan, sebuah organisasi nirlaba juga mendokumentasikan pelanggaran industri kayu di Myanmar dan di tempat lain. Dalam catatannya, sepanjang April militer Myanmar mendapat untung dari ekspor kayu jati melalui Myanma Timber Enterprise.
(ind)