Benarkah Radikalisme Merasuki Perusahaan Pelat Merah? Ini Kata Pakar BUMN

Selasa, 27 April 2021 - 15:30 WIB
loading...
Benarkah Radikalisme...
Isu berkembangnya radikalisme di BUMN menjadi perhatian publik terkait dua peristiwa terkini di Pelni dan PT PAL. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Isu radikalisme di badan usaha milik negara (BUMN) belakangan ini menyeruak. Hal itu dipicu dua peristiwa yang muncul di internal BUMN yang dikait-kaitkan dengan paham radikal.

Kejadian pertama adalah kabar pencopotan dua pejabat PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) atau Pelni karena menggelar pengajian Ramadhan tanpa izin dan pemberitahuan kepada dewan direksi.



Persoalan itu mengemuka ke publik setelah Komisaris Independen Pelni Kristia Budiyarto alias Kang Dede menyebut, ada pejabat Pelni yang diberi sanksi agar menjadi peringatan bagi seluruh insan BUMN agar tak terlibat radikalisme.

"Ini pelajaran sekaligus warning kepada seluruh BUMN, jangan segan-segan mencopot ataupun memecat pegawainya yang terlibat radikalisme. Jangan beri ruang sedikit pun, berangus!" tulisnya melalui akun sosial medianya beberapa waktu lalu.

Belakangan, kabar ini diluruskan Kepala Kesekretariatan Perusahaan Pelni, Opik Taufik, yang menyebutkan bahwa tidak ada pemecatan yang dilakukan direksi perseroan terhadap pejabat terkait.

Tak lama berselang, publik kembali dikejutkan dengan pengunduran diri Kuntjoro Pinardi yang baru lima hari menjabat sebagai Direktur Pemeliharaan dan Perbaikan PT PAL Indonesia (Persero). Keputusan itu diambil setelah dirinya dikaitkan dengan isu pendukung gerakan radikalisme dan pemulangan eks-ISIS ke Indonesia.



Kuntjoro tegas menepis dirinya merupakan pendukung Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Namun, dia mengaku, pernah menjadi calon anggota legislatif (caleg) dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) saat pesta demokrasi pada 2014 lalu.

Dua kejadian tersebut lantas memicu pertanyaan publik, apakah hal itu bisa disimpulkan bahwa paham radikalisme memang telah berkembang di BUMN sehingga tindakan tegas kerap diambil?

Menurut Direktur Eksekutif BUMN Institute Achmad Yunus, dua peristiwa tersebut tidak serta merta menyimpulkan adanya paham radikal di perusahaan pelat merah. Namun, dia tidak menafikan bahwa potensi itu bisa saja terjadi.

"Isu radikalisme di BUMN itu tidak betul. Kalaupun ada oknum karyawan yang terpapar pastinya hanya sedikit dan bisa diatasi oleh masing-masing perusahaan," kata Achmad saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Selasa (27/4/2021).

Salah satu poin dari konsep radikalisme adalah tidak mengakui pemerintahan yang sah. Sementara BUMN adalah perusahan milik negara. Achmad meyakini, kalau pun ada insan BUMN yang terpapar ideologi terlarang, maka mereka tidak akan bertahan lama.



Namun, jika itu terjadi, maka Kementerian BUMN selaku pemegang saham mayoritas menurutnya harus bertanggung jawab. Sebab, pengangkatan para pejabat BUMN berasal dari pemerintah.

"Kalau betul ada simpatisan ISIS, maka kementerian BUMN yang harus tanggung jawab, bagaimana bisa menunjuk direksi dengan kualifikasi dan rekam jejak yang demikian?" tuturnya.

Terlepas dari itu, Achmad memberikan catatan agar paham radikalisme tak menjalar di BUMN. Pertama, menumbuhkan kesadaran ideologis. Dalam tahap itu, direksi perlu melibatkan organisasi keagamaan, termasuk serikat pekerja, untuk membuat program-program pencegahan.

Kedua adalah maksimalisasi program peningkatan SDM di BUMN. Tidak hanya difokuskan pada hard skill sesuai kebutuhan bisnis perusahaan, namun juga penguatan ideologi Pancasila. "Bahkan, masalah ideologi bisa saja menjadi KPI bagi direksi BUMN," tegasnya.
(fai)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1992 seconds (0.1#10.140)