Hippindo Dukung Penerapan Safeguard Garmen Impor, Tapi...
loading...
A
A
A
JAKARTA - Rencana pemerintah untuk menerapkan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) atau safeguard untuk produk garmen impor direspon oleh Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) .
Sekretaris Jenderal Hippindo, Haryanto Pratantara menilai aturan safeguard harus dilakukan secara tepat sasaran. Hal ini untuk menghindari kerugian yang justru bisa dialami Indonesia jika aturan tersebut diterapkan secara tergesa-gesa.
“Kami sangat mendukung aturan safeguard dari pemerintah bila itu ditujukan untuk garmen atau pakaian jadi yang diimpor secara ilegal dan tidak membayar pajak yang seharusnya,” ujarnya di Jakarta, Selasa (8/6/2021).
Menurut Haryanto, hal ini penting untuk melindungi produk lokal secara sehat. Tetapi aturan tersebut menjadi tidak tepat jika diterapkan untuk produk garmen atau pakaian jadi yang merupakan merek ritel global/internasional.
Dia menjelaskan, garmen atau pakaian jadi yang merupakan merek ritel global memiliki nilai dan target pasar tersendiri. Sehingga, hal tersebut tidak bisa membuat konsumen otomatis beralih dari produk lokal. “Yang terjadi nantinya adalah harga (pakaian) global retail brands ini menjadi lebih mahal dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara,” lanjutnya.
Haryanto khawatir jika aturan tersebut dilakukan tidak tepat sasaran akan berdampak pada daya saing Indonesia di kawasan ASEAN, khususnya dalam hal retail tourism. Turis sebagai konsumen yang biasa datang ke Indonesia akan lebih memilih untuk mengejar brand-brand tersebut ke luar negeri.
Ekosistem ritel sendiri merupakan aspek penting dari daya tarik suatu negara bagi para wisatawan. Berdasarkan data Nielsen tahun 2018, jumlah pengeluaran turis paling besar dihabiskan untuk berbelanja, baru diikuti oleh akomodasi dan makan.
“Sehingga ini dapat mengurangi daya tarik pariwisata yang salah satunya adalah wisata belanja. Turis tidak akan menjadikan Indonesia sebagai tujuan wisata belanja,” tukasnya.
Sekretaris Jenderal Hippindo, Haryanto Pratantara menilai aturan safeguard harus dilakukan secara tepat sasaran. Hal ini untuk menghindari kerugian yang justru bisa dialami Indonesia jika aturan tersebut diterapkan secara tergesa-gesa.
“Kami sangat mendukung aturan safeguard dari pemerintah bila itu ditujukan untuk garmen atau pakaian jadi yang diimpor secara ilegal dan tidak membayar pajak yang seharusnya,” ujarnya di Jakarta, Selasa (8/6/2021).
Menurut Haryanto, hal ini penting untuk melindungi produk lokal secara sehat. Tetapi aturan tersebut menjadi tidak tepat jika diterapkan untuk produk garmen atau pakaian jadi yang merupakan merek ritel global/internasional.
Dia menjelaskan, garmen atau pakaian jadi yang merupakan merek ritel global memiliki nilai dan target pasar tersendiri. Sehingga, hal tersebut tidak bisa membuat konsumen otomatis beralih dari produk lokal. “Yang terjadi nantinya adalah harga (pakaian) global retail brands ini menjadi lebih mahal dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara,” lanjutnya.
Haryanto khawatir jika aturan tersebut dilakukan tidak tepat sasaran akan berdampak pada daya saing Indonesia di kawasan ASEAN, khususnya dalam hal retail tourism. Turis sebagai konsumen yang biasa datang ke Indonesia akan lebih memilih untuk mengejar brand-brand tersebut ke luar negeri.
Ekosistem ritel sendiri merupakan aspek penting dari daya tarik suatu negara bagi para wisatawan. Berdasarkan data Nielsen tahun 2018, jumlah pengeluaran turis paling besar dihabiskan untuk berbelanja, baru diikuti oleh akomodasi dan makan.
“Sehingga ini dapat mengurangi daya tarik pariwisata yang salah satunya adalah wisata belanja. Turis tidak akan menjadikan Indonesia sebagai tujuan wisata belanja,” tukasnya.