Pelaku Usaha Menjerit, DPR Pertanyakan Kebijakan Lembaga Pemerintah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sarmuji mengatakan, penaikan suku bunga di saat pandemi Covid-19 tidak seharusnya terjadi dengan alasan apapun. Apalagi oleh lembaga keuangan yang dimiliki oleh negara atau pemerintah.
"Menjadi tidak masuk akal, apabila pemerintah mengimbau lembaga keuangan BUMN dan swasta untuk melakukan relaksasi, tetapi ada lembaga di bawah Kementerian Keuangan justru menaikkan suku bunga," kata Sarmuji dalam keterangan tertulisnya, Senin (20/4/2020).
Badan yang dimaksud oleh politikus Golkar itu adalah Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)-Indonesia Eximbank (IEB).
Para kalangan pengusaha mengeluh karena LPEI disebut telah menaikkan suku bunga 2%, yakni dari 6% menjadi 8% terhadap sejumlah nasabahnya. Kondisi ini makin sulit di tengah pandemi Covid-19 atau virus corona.
"Tentu saja banyak para nasabah LPEI mempertanyakan kebijakan ini, apalagi Bank Indonesia saja sudah menurunkan suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 4,5%," ujarnya.
Sarmudji mengatakan bahwa Komisi XI DPR sudah memanggil LPEI terkait hal tersebut. "Kita sudah panggil dalam forum rapat komisi, tapi berkenaan dengan materi pembahasan, karena rapat tertutup, tidak bisa disampaikan kepada publik," kata Sarmuji.
Sementara itu, para pengusaha yang menjadi nasabah LPEI kini menjadi resah dengan kebijakan ini. "Saya baru diberi surat kenaikan bunga pada 23 Maret 2020," ujar salah satu pengusaha yang enggan namanya disebut.
Pria yang perusahaannya mempekerjakan 4.000 karyawan tersebut, mengaku keberatan dengan kenaikan tersebut. Menurutnya, saat ini para pengusaha ekspor termasuk dirinya sedang dalam masa yang berat.
Ada banyak masalah dalam bisnis akibat pandemi Covid-19. "Barang sudah selesai, ternyata pihak yang memesan tidak bisa mengambil barangnya. Alasannya, pabriknya sedang tutup. Akibatnya saya tidak dibayar. Ya mau bagaimana lagi, kondisinya sedang seperti ini," ujarnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa dengan kenaikan suku bunga menjadi 8%, maka terjadi lonjakan pembayaran bunga bagi keuangan perusahaannya sebesar 25%.
"Bayangkan, bisnis sedang tersendat, pemerintah meminta kita tidak mem-PHK karyawan, tapi kini bunga pinjaman justru dinaikkan. Kebijakan ini sama sekali tidak mendukung pengusaha," ujarnya.
"Saat ini saya sudah kirim surat penolakan terkait kenaikan suku bunga, dan saya tetap membayar kredit dengan suku bunga yang lama," ujarnya ketika dihubungi.
Apabila surat penolakannya tidak ditanggapi, pengusaha tersebut akan meminta restrukturisasi kepada LPEI. Kebijakan ini tentunya akan berdampak terhadap kemampuan perusahaan menggaji karyawannya.
"Langkah yang dilakukan oleh LPEI (menaikkan suku bunga) bisa menyebabkan perusahaan penghasil devisa mati dan terpaksa mem-PHK pegawainya," katanya.
Sementara itu, Corporate Secretary LPEI Yadi Jaya Ruchandi mengatakan, pihaknya akan memberikan kebijakan yang sejalan dengan aturan yang berlaku dari pemerintah Republik Indonesia.
"Sebagai Special Mission Vehicle di bawah Kementerian Keuangan yang memiliki tugas mendorong ekspor nasional, ditengah pandemi Covid-19, LPEI tetap berusaha menjalankan tugas utamanya, meski tidak dipungkiri bisnis LPEI turut terdampak pandemi ini," ujarnya dalam keterangan, Sabtu
(18/4/2020).
Yadi menegaskan, kebijakan penyesuaian suku bunga yang LPEI terapkan hanya diperuntukkan bagi debitur-debitur tertentu. Artinya, relaksasi diberikan kepada debitur terdampak Covid-19.
"Oleh karena itu, manajemen LPEI telah memetakan debitur yang kemungkinan kinerjanya akan terpengaruh," ucapnya.
Selain itu, Yadi juga menambahkan, pihaknya akan melakukan penyesuaian suku bunga pembiayaan secara selektif untuk debitur dengan kriteria khusus. Data akan ditinjau secara berkala sesuai dengan kondisi pasar dan perekonomian terkini.
"Prioritas LPEI saat ini memastikan nasabah kami dapat bertahan di masa-masa sulit ini," pungkasnya.
"Menjadi tidak masuk akal, apabila pemerintah mengimbau lembaga keuangan BUMN dan swasta untuk melakukan relaksasi, tetapi ada lembaga di bawah Kementerian Keuangan justru menaikkan suku bunga," kata Sarmuji dalam keterangan tertulisnya, Senin (20/4/2020).
Badan yang dimaksud oleh politikus Golkar itu adalah Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)-Indonesia Eximbank (IEB).
Para kalangan pengusaha mengeluh karena LPEI disebut telah menaikkan suku bunga 2%, yakni dari 6% menjadi 8% terhadap sejumlah nasabahnya. Kondisi ini makin sulit di tengah pandemi Covid-19 atau virus corona.
"Tentu saja banyak para nasabah LPEI mempertanyakan kebijakan ini, apalagi Bank Indonesia saja sudah menurunkan suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 4,5%," ujarnya.
Sarmudji mengatakan bahwa Komisi XI DPR sudah memanggil LPEI terkait hal tersebut. "Kita sudah panggil dalam forum rapat komisi, tapi berkenaan dengan materi pembahasan, karena rapat tertutup, tidak bisa disampaikan kepada publik," kata Sarmuji.
Sementara itu, para pengusaha yang menjadi nasabah LPEI kini menjadi resah dengan kebijakan ini. "Saya baru diberi surat kenaikan bunga pada 23 Maret 2020," ujar salah satu pengusaha yang enggan namanya disebut.
Pria yang perusahaannya mempekerjakan 4.000 karyawan tersebut, mengaku keberatan dengan kenaikan tersebut. Menurutnya, saat ini para pengusaha ekspor termasuk dirinya sedang dalam masa yang berat.
Ada banyak masalah dalam bisnis akibat pandemi Covid-19. "Barang sudah selesai, ternyata pihak yang memesan tidak bisa mengambil barangnya. Alasannya, pabriknya sedang tutup. Akibatnya saya tidak dibayar. Ya mau bagaimana lagi, kondisinya sedang seperti ini," ujarnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa dengan kenaikan suku bunga menjadi 8%, maka terjadi lonjakan pembayaran bunga bagi keuangan perusahaannya sebesar 25%.
"Bayangkan, bisnis sedang tersendat, pemerintah meminta kita tidak mem-PHK karyawan, tapi kini bunga pinjaman justru dinaikkan. Kebijakan ini sama sekali tidak mendukung pengusaha," ujarnya.
"Saat ini saya sudah kirim surat penolakan terkait kenaikan suku bunga, dan saya tetap membayar kredit dengan suku bunga yang lama," ujarnya ketika dihubungi.
Apabila surat penolakannya tidak ditanggapi, pengusaha tersebut akan meminta restrukturisasi kepada LPEI. Kebijakan ini tentunya akan berdampak terhadap kemampuan perusahaan menggaji karyawannya.
"Langkah yang dilakukan oleh LPEI (menaikkan suku bunga) bisa menyebabkan perusahaan penghasil devisa mati dan terpaksa mem-PHK pegawainya," katanya.
Sementara itu, Corporate Secretary LPEI Yadi Jaya Ruchandi mengatakan, pihaknya akan memberikan kebijakan yang sejalan dengan aturan yang berlaku dari pemerintah Republik Indonesia.
"Sebagai Special Mission Vehicle di bawah Kementerian Keuangan yang memiliki tugas mendorong ekspor nasional, ditengah pandemi Covid-19, LPEI tetap berusaha menjalankan tugas utamanya, meski tidak dipungkiri bisnis LPEI turut terdampak pandemi ini," ujarnya dalam keterangan, Sabtu
(18/4/2020).
Yadi menegaskan, kebijakan penyesuaian suku bunga yang LPEI terapkan hanya diperuntukkan bagi debitur-debitur tertentu. Artinya, relaksasi diberikan kepada debitur terdampak Covid-19.
"Oleh karena itu, manajemen LPEI telah memetakan debitur yang kemungkinan kinerjanya akan terpengaruh," ucapnya.
Selain itu, Yadi juga menambahkan, pihaknya akan melakukan penyesuaian suku bunga pembiayaan secara selektif untuk debitur dengan kriteria khusus. Data akan ditinjau secara berkala sesuai dengan kondisi pasar dan perekonomian terkini.
"Prioritas LPEI saat ini memastikan nasabah kami dapat bertahan di masa-masa sulit ini," pungkasnya.
(bon)