Dahsyat! Jokowi Disebut Bisa Wariskan Utang Rp10.000 T ke Presiden Berikutnya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J Rachbini menyampaikan keprihatinan atas utang pemerintah yang semakin besar. Dia mengatakan, warisan utang Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada presiden berikutnya bisa lebih Rp10.000 triliun.
Didik mencatat, utang yang menjadi tanggungan pemerintah bukan hanya di APBN sebesar Rp6.527 triliun, tetapi juga utang BUMN sebesar Rp2.143 triliun. Utang BUMN keuangan sebesar Rp1.053,18 triliun dan BUMN nonkeuangan sebesar Rp1.089,96 triliun.
"Jadi total utang pemerintah pada masa Presiden Joko Widodo sekarang sebesar Rp8.670 triliun," ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (24/6/2021).
Selain itu, kata Didik, BUMN juga diminta dan dibebani tugas untuk pembangunan infrastruktur. Sementara, jika gagal bayar atau bangkrut, maka harus ditanggung APBN, sehingga menjadi bagian dari utang pemerintah. "Warisan utang Presiden Jokowi kepada presiden berikutnya bisa lebih Rp10.000 triliun," cetusnya.
Didik melanjutkan, apabila utang yang berat ini dibiarkan, maka konsekuensinya APBN akan lumpuh terkena beban utang dengan pembayaran bunga dan utang pokok yang sangat besar. APBN bisa menjadi pemicu krisis ekonomi.
"Kalau 20 tahun lalu krisis 1998 dipicu oleh nilai tukar, maka sekarang bisa dipicu oleh APBN yang berat digabung dengan krisis pandemi karena penanangan yang salah kaprah sejak awal. Jadi, gabungan dari kedua faktor itu potensial memicu krisis," tuturnya.
Menurut dia, pemerintah dalam hal ini Presiden dan DPR harus dapat mengendalikan diri dan kebijakannya agar APBN terkendali, sekaligus cermat mengatasi dampak dari Covid-19. Untuk mengatasi utang, sejatinya adalah mendorong pertumbuhan ekonomi di atas moderat dalam waktu cukup lama dengan strategi ekspor, daya saing, penyesuaian struktural.
Meski begitu, strategi tersebut tidak mudah karena sekarang krisis pandemi, yang juga penanganannya tidak cekatan karena ada masalah kapasitas kepemimpinan dan problem relasi politik yang rusak. Masyarakat akan menerima konsekuensi utang yang berat di masa yang akan datang.
"Saya menyampaikan keprihatinan yang sama dengan menyampaikan logika pentingnya Presiden untuk tidak sembrono mengusulkan anggaran dan cacat dalam mengambil keputusan anggaran di DPR," tandasnya.
Didik mencatat, utang yang menjadi tanggungan pemerintah bukan hanya di APBN sebesar Rp6.527 triliun, tetapi juga utang BUMN sebesar Rp2.143 triliun. Utang BUMN keuangan sebesar Rp1.053,18 triliun dan BUMN nonkeuangan sebesar Rp1.089,96 triliun.
"Jadi total utang pemerintah pada masa Presiden Joko Widodo sekarang sebesar Rp8.670 triliun," ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (24/6/2021).
Selain itu, kata Didik, BUMN juga diminta dan dibebani tugas untuk pembangunan infrastruktur. Sementara, jika gagal bayar atau bangkrut, maka harus ditanggung APBN, sehingga menjadi bagian dari utang pemerintah. "Warisan utang Presiden Jokowi kepada presiden berikutnya bisa lebih Rp10.000 triliun," cetusnya.
Didik melanjutkan, apabila utang yang berat ini dibiarkan, maka konsekuensinya APBN akan lumpuh terkena beban utang dengan pembayaran bunga dan utang pokok yang sangat besar. APBN bisa menjadi pemicu krisis ekonomi.
"Kalau 20 tahun lalu krisis 1998 dipicu oleh nilai tukar, maka sekarang bisa dipicu oleh APBN yang berat digabung dengan krisis pandemi karena penanangan yang salah kaprah sejak awal. Jadi, gabungan dari kedua faktor itu potensial memicu krisis," tuturnya.
Menurut dia, pemerintah dalam hal ini Presiden dan DPR harus dapat mengendalikan diri dan kebijakannya agar APBN terkendali, sekaligus cermat mengatasi dampak dari Covid-19. Untuk mengatasi utang, sejatinya adalah mendorong pertumbuhan ekonomi di atas moderat dalam waktu cukup lama dengan strategi ekspor, daya saing, penyesuaian struktural.
Meski begitu, strategi tersebut tidak mudah karena sekarang krisis pandemi, yang juga penanganannya tidak cekatan karena ada masalah kapasitas kepemimpinan dan problem relasi politik yang rusak. Masyarakat akan menerima konsekuensi utang yang berat di masa yang akan datang.
"Saya menyampaikan keprihatinan yang sama dengan menyampaikan logika pentingnya Presiden untuk tidak sembrono mengusulkan anggaran dan cacat dalam mengambil keputusan anggaran di DPR," tandasnya.
(fai)