Kisah Sukses Winnie Harlow, Kikis Stigma Penderita Vitiligo
loading...
A
A
A
JAKARTA - SIAPA yang tak kenal dengan model cantik terkenal seantero jagad Winnie Harlow . Dengan vitiligo yang dideritanya, model asal Kanada, Amerika Serikat itu justru kini meraih sukses sebagai bintang model dunia.
Penyakit kulit yang menghiasi tubuhnya justru dipandang memiliki sisi eksotis tersendiri. Bercak putih yang menyelimuti tubuhnya itu dianggap menjadi salah satu ciri khas di dunia model internasional.
Ia memiliki rasa percaya diri yang besar di atas catwalk. Bahkan lewat percaya dirinya itu, Winnie menyabet Penghargaan Glamour untuk Editor's Special Award. Bagi dia, vitiligo bukan halangan meraih sukses namun justru sebagai asupan semangat untuk bangkit dari meraih kualitas hidup yang lebih baik.
Baca Juga: Rentan Alami Psikososial, Pasien Vitiligo Perlu Dukungan Lingkungan Terdekat
Kisah tentang menginpirasi Winnie Harlow itu dilontarkan oleh dokter spesialis kulit Reiva Farah Dwiyana di acara peringatan Hari Vitiligo Sedunia yang digelar secara virtual, Jumat (26/6). Pengurus Perdoski, dan staf pengajar di Departemen Dermatologi dan Venereologi FK UNPAD menyatakan bahwa salah satu yang bisa dipetik dari kisah itu ialah penyandang vitiligo harus tetap optimis dan percaya diri berani untuk menunjukkan penyakitnya bukan malah ditutup dengan make up atau baju.
Memang apa yang dilakukan oleh Winne cukup kontroversial karena biasanya tidak percaya diri. Tetapi dengan acceptance dan embrace Vitiligo dengan penuh ikhlas, akan menumbuhkan rasa percaya diri untuk terus berusaha, beriktiar secara medis, psikologis, dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, sehingga tumbuh rasa self-love, menerima kondisi tubuh apa adanya dan berteman dengan Vitiligo, sehingga diharapkan para pasien akan lebih produktif, sehat jasmani, dan terjadi repigmentasi spontan akibat menurunnya kadar oksidan di dalam tubuh.
"Di samping itu, keluarga dan lingkungan juga dengan besar hati harus memberikan memberikan dukungan untuk pasien Vitiligo. Intinya adalah mengajak pasien tidak malu dan menutupi lesi vitiligonya, mencari pengobatan terbaik, dan tetap berkualitas dalam mengisi kehidupan," tuturnya.
Hal senada juga dikatakan oleh Psikolog Universitas Indonesia Sali Rahadi Asih. Ia menuturkan, vitiligo dapat membawa dampak kondisi mental pasien dan juga orang-orang terdekat. Namun demikian, perlu ditingkatkan terus terkait awareness masyarakat luas, bagaimana cara merawat penyakit, serta membangun community empowerment untuk pasien sehingga membantu meningkatkan kualaitas hidupnya. "Tak dipungkiri, rasa malu, cemas, bahkan depresi tidak luput dirasakan oleh pasien vitiligo dan anggota keluarganya," kata dia.
Di acara yang sama, CEO Vitiligo Research Foundation Yan Falle menyatakan bahwa pandemi Covid-19 semakin menenggelamkan pentingnya perhatian terhadap penyandang vitiligo. Padahal menyelamatkan penderita vitiligo tak kalah penting. "Covid-19 mungkin telah mengubah banyak hal tahun ini, tapi itu tidak akan menghalangi semua apa yang telah kita capai selama ini untuk menyadarkan ketidaktahuan jutaan orang tentang vitiligo," ujarnya.
Penyakit kulit yang menghiasi tubuhnya justru dipandang memiliki sisi eksotis tersendiri. Bercak putih yang menyelimuti tubuhnya itu dianggap menjadi salah satu ciri khas di dunia model internasional.
Ia memiliki rasa percaya diri yang besar di atas catwalk. Bahkan lewat percaya dirinya itu, Winnie menyabet Penghargaan Glamour untuk Editor's Special Award. Bagi dia, vitiligo bukan halangan meraih sukses namun justru sebagai asupan semangat untuk bangkit dari meraih kualitas hidup yang lebih baik.
Baca Juga: Rentan Alami Psikososial, Pasien Vitiligo Perlu Dukungan Lingkungan Terdekat
Kisah tentang menginpirasi Winnie Harlow itu dilontarkan oleh dokter spesialis kulit Reiva Farah Dwiyana di acara peringatan Hari Vitiligo Sedunia yang digelar secara virtual, Jumat (26/6). Pengurus Perdoski, dan staf pengajar di Departemen Dermatologi dan Venereologi FK UNPAD menyatakan bahwa salah satu yang bisa dipetik dari kisah itu ialah penyandang vitiligo harus tetap optimis dan percaya diri berani untuk menunjukkan penyakitnya bukan malah ditutup dengan make up atau baju.
Memang apa yang dilakukan oleh Winne cukup kontroversial karena biasanya tidak percaya diri. Tetapi dengan acceptance dan embrace Vitiligo dengan penuh ikhlas, akan menumbuhkan rasa percaya diri untuk terus berusaha, beriktiar secara medis, psikologis, dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, sehingga tumbuh rasa self-love, menerima kondisi tubuh apa adanya dan berteman dengan Vitiligo, sehingga diharapkan para pasien akan lebih produktif, sehat jasmani, dan terjadi repigmentasi spontan akibat menurunnya kadar oksidan di dalam tubuh.
"Di samping itu, keluarga dan lingkungan juga dengan besar hati harus memberikan memberikan dukungan untuk pasien Vitiligo. Intinya adalah mengajak pasien tidak malu dan menutupi lesi vitiligonya, mencari pengobatan terbaik, dan tetap berkualitas dalam mengisi kehidupan," tuturnya.
Hal senada juga dikatakan oleh Psikolog Universitas Indonesia Sali Rahadi Asih. Ia menuturkan, vitiligo dapat membawa dampak kondisi mental pasien dan juga orang-orang terdekat. Namun demikian, perlu ditingkatkan terus terkait awareness masyarakat luas, bagaimana cara merawat penyakit, serta membangun community empowerment untuk pasien sehingga membantu meningkatkan kualaitas hidupnya. "Tak dipungkiri, rasa malu, cemas, bahkan depresi tidak luput dirasakan oleh pasien vitiligo dan anggota keluarganya," kata dia.
Di acara yang sama, CEO Vitiligo Research Foundation Yan Falle menyatakan bahwa pandemi Covid-19 semakin menenggelamkan pentingnya perhatian terhadap penyandang vitiligo. Padahal menyelamatkan penderita vitiligo tak kalah penting. "Covid-19 mungkin telah mengubah banyak hal tahun ini, tapi itu tidak akan menghalangi semua apa yang telah kita capai selama ini untuk menyadarkan ketidaktahuan jutaan orang tentang vitiligo," ujarnya.
(nng)