Kembangkan Blok East Natuna, Ini Rekomendasi dari IATMI

Jum'at, 13 Agustus 2021 - 19:43 WIB
loading...
Kembangkan Blok East Natuna, Ini Rekomendasi dari IATMI
FGD bertajuk Towards a Comprehensive Strategy for the East Natuna Development: Geopolitics–Subsurface–Surface Facility–Economics yang digelar IATMI. Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) menilai pengembangan Blok East Natuna bisa mendukung pencapaian target produksi minyak 1 juta barel per hari (bph) dan gas 12 miliar standar kaki kubik per hari pada 2030. Namun, dengan tantangan kandungan CO2 sangat tinggi, IATMI menyarankan pengembangan dilakukan secara bertahap.

Dari Focus Group Discussion (FGD) bertajuk "Towards a Comprehensive Strategy for the East Natuna Development: Geopolitics–Subsurface–Surface Facility–Economics" yang digelar IATMI, disepakati perlu solusi agar pemanfaatan blok migas kaya CO2 ini tetap dapat mendukung program penurunan emisi karbon serta dapat menghasilkan proyek yang ekonomis yang bisa mendukung pertumbuhan ekonomi.



Pengembangan diyakini dapat dimulai dengan memproduksikan lingkaran minyak di struktur AP, mengingat minyak lebih mudah dikomersialisasi. Kemudian, dilanjutkan dengan pengembangan gas di struktur AL.

Vice President Technical Excellence & Coordination PT Pertamina Hulu Energi Henricus Herwin mengatakan, pengembangan lapangan minyak bisa dilakukan sambil meneruskan studi pengembangan gas di struktur AL yang dapat dibagi menjadi beberapa modul. Modul-modul ini, imbuh dia, dapat disesuaikan dengan kemampuan industri penunjang dalam menyerap CO2 dan juga pasar gas yang tersedia.

"Gas CO2 yang tidak terserap oleh industri dapat diinjeksikan kembali ke bawah tanah dengan teknologi CCUS (Carbon Capture, Utilization and Storage) dan CCS (Carbon Caputre and Storage)," kata Henricus, Jumat (13/8/2021).

Sementara, Sekretaris Jenderal IATMI Hadi Ismoyo mengatakan, pengembangan lapangan migas raksasa kaya CO2 itu perlu dikaitkan dengan kemampuan industri untuk menyerap CO2. Kawasan industri menurutnya bisa dibangun di Pulau Natuna dan difokuskan pada industri yang bisa menyerap dan menggunakan CO2 seperti Pabrik GTL (Gas-To-Liquid) yang menghasilkan naptha, kerosine dan diesel serta pabrik DME (Dimethly Ether).

"Pengembangan industri ini bisa dilakukan secara bertahap yang tentunya akan diikuti dengan pengembangan lapangan gas yang juga dilakukan secara bertahap," kata Hadi.

Blok East Natuna diketahui memiliki kandungan gas yang sangat besar, 222 triliun kaki kubik (TCF), yang membuatnya menjadi lapangan gas yang belum dikembangkan terbesar di Asia Tenggara. Namun, blok itu juga memiliki tantangan besar, dimana kandungan CO2-nya sangat tinggi, lebih dari 70%, yang merupakan akumulasi tunggal CO2 terbesar di dunia.

Dengan kondisi tersebut, Blok East Natuna diperkirakan memiliki sumber daya kontingen sebesar 46 TCF. Jumlah itu hampir sama dengan total cadangan gas Indonesia yang sebesar 55 TCF (2P di awal 2020). Namun, selain kandungan CO2-nya yang tinggi, tantangan lain pengembangan blok itu adalah lokasinya yang terpencil. Jarak Blok East Natuna ke Pulau Natuna mencapai 225 km dan ke Pulau Sumatera mencapai 1.000 km.

Ketua FGD Pengembangan Blok East Natuna Ngurah Beni Setiawan mengatakan, pemisahan CO2 beserta pemanfaatannya adalah tantangan terbesar untuk mengembangkan Blok East Natuna. Untuk menjawab tantangan itu, kata dia, dua teknologi bisa diterapkan, yaitu pemanfaatan supercritical gas expansion dan air laut sebagai pre-cooling untuk meningkatkan efisiensi pemisahan CO2, dan penggunaan wellhead turbo expander untuk menurunkan beban pendinginan selama proses pemisahan CO2.



"Di samping CO2 reinjection, beberapa alternatif pemanfaatan CO2 yang bertujuan untuk meningkatkan keekonomian juga didiskusikan secara komprehensif selama sesi FGD, di antaranya adalah penggunaan supercritical CO2 sebagai working fluid pada pembangkit tenaga listrik, serta pemanfaatan CO2 untuk EOR pada lapangan-lapangan minyak di Sumatera," paparnya.

Selain penerapan teknologi, sambungnya, dukungan pemerintah juga sangat diperlukan untuk mendukung keekonomian proyek raksasa tersebut. Untuk hal ini, SKK Migas telah menyampaikan dukungannya dan keterbukaannya untuk berdiskusi mengenai kondisi fiskal dan insentif terkait pengembangan Blok East Natuna.

Hadi Ismoyo mengatakan, dengan kebutuhan energi yang terus meningkat dan di saat yang bersamaan Indonesia juga harus menghadapi tantangan untuk dapat menurunkan emisi karbon, maka pengembangan Blok East Natuna yang memiliki kandungan CO2 sangat besar perlu dicarikan solusi agar pemanfaatannya tetap dapat mendukung program penurunan emisi karbon serta dapat menghasilkan proyek ekonomis yang bisa mendukung pertumbuhan ekonomi.
(fai)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1924 seconds (0.1#10.140)