Perkumpulan Pabrik Rokok Kirim Surat ke Jokowi, Mohon Cukai IHT Tidak Naik

Jum'at, 13 Agustus 2021 - 22:48 WIB
loading...
Perkumpulan Pabrik Rokok Kirim Surat ke Jokowi, Mohon Cukai IHT Tidak Naik
Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) melayangkan surat permohonan kepada Presiden Jokowi, agar tarif cukai industri hasil tembakau (IHT) pada tahun 2022 tidak naik. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) melayangkan surat permohonan kepada Presiden Republik Indonesia, Ir. H. Joko Widodo ( Jokowi ), agar tarif cukai industri hasil tembakau (IHT) pada tahun 2022 tidak naik/tetap sebesar tarif IHT pada tahun 2021.

Hal itu merujuk surat resmi Perkumpulan GAPPRI tertanggal 9 Agustus 2021, dengan nomor D.0831/P.GAPPRI/VIII/2021, perihal Permohonan agar tarif cukai industri hasil tembakau (IHT) pada tahun 2022 tidak naik/tetap sebesar tarif IHT pada tahun 2021.



Menurut Ketua Umum Perkumpulan GAPPRI, Henry Najoan sebagai wadah konfederasi industri hasil tembakau jenis produk khas kretek, yang beranggotakan pabrikan golongan I (besar), golongan II (menengah), dan golongan III (kecil), GAPPRI merasa berkewajiban menyampaikan aspirasi kepada Presiden Republik Indonesia mengenai situasi penjualan produk IHT khususnya kretek yang terpuruk sejak tahun 2020 akibat 3 faktor utama.

GAPPRI memandang perlunya Pemerintah Indonesia belajar dari beberapa negara tetangga, dimana Pemerintah cukup bijak terhadap industri heritage bangsanya. Di antaranya, India, Korea Selatan (Korsel), Malaysia, Kamboja, Thailand, Bangladesh tidak menaikan tarif cukai.

Sementara pemerintah Filipina menaikan 5% sesuai kebijakan jangka panjangnya tahun 2020-2024, dan Singapura juga tidak menaikan tatif CHT.

“Kami berharap pemerintah untuk menjaga kelangsungan industri hasil tembakau nasional sebagai wujud kemandirian bangsa sebagaimana negara-negara tersebut,” kata Henry Najoan di Jakarta, Jumat (13/8/2021).

Faktor pertama adanya kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) yang sangat tinggi di tahun 2020 dengan rata-rata kenaikan 23% dan Harga Jual Eceran (HJE) 35% sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152/PMK.010/2019 tentang Perubahan Kedua atas PMK Nomor 136/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau, serta kenaikan cukai tahun 2021 dengan rata-rata kenaikan 12,5% sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 198/PMK.010/2020 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.

“Artinya, 68% dari setiap penjualan rokok legal diberikan kepada pemerintah sebagai cukai dan pajak,” bebernya.

Faktor kedua, daya beli masyarakat turun sepanjang tahun 2020 dan 2021 sebagai dampak pandemi Covid-19. Hal ini sangat memukul industri karena terjadi banyak penurunan, baik dari sisi bahan baku, produksi hingga omzet.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1142 seconds (0.1#10.140)