Jangan Andalkan Cukai Tembakau, Pemerintah Perlu Perluas Tax Base dan Tax Ratio

Selasa, 10 Agustus 2021 - 21:06 WIB
loading...
Jangan Andalkan Cukai Tembakau, Pemerintah Perlu Perluas Tax Base dan Tax Ratio
Karena itu, agar IHT tidak terus menerus menjadi andalan pendapatan negara dari cukai, pemerintah perlu meningkatkan tax base. Beberapa di antaranya adalah plastic, soda atau sugar tax. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Guna meningkatkan penerimaan negara dari pajak, pemerintah perlu memperluas tax base (jenis barang dan jasa yang dikenai pajak), tax ratio , dan menaikan PPN (pajak pertambahan nilai) dari semula 10% menjadi 12%. Ketiganya dimasukan dalam usulan Perubahan Kelima atas Undang-Undang Perubahan No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU Perpajakan) yang sedang dibahas bersama DPR RI.



Hal itu disampaikan peneliti ekonomi dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), Christine Chen, kepada wartawan, Selasa (10/8/2021).

“RUU Perpajakan yang baru, (dibuat) untuk mengakomodasikan perpajakan baik di dalam maupun luar negeri. Perbaikan UU Perpajakan tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga dunia internasional,” ungkap dosen dan peneliti pada Pusat Pengkajian Kebijakan Ekonomi (PPKE) Universitas Brawijaya ini.

Dia mencontohkan, kenaikan PPN yang diusulkan pemerintah sebesar 12% dari yang saat ini 10%. Usulan Kenaikan PPN bukan hanya dilakukan pemerintah Indonesia. Negara-negara lain yang tergabung dalam OECD (Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan), bahkan menaikan PPN 15%.

Selain mengusulkan kenaikan PPN, lanjut dia, pemerintah untuk azas keadilan, juga sedang mempertimbangkan pengenaan PPN 12% dan 15% atau dengan sistem multitarif. Untuk produk dan jasa tertentu, akan dikenakan PPN sebesar 12%. Sedangkan untuk jasa dan produk yang lainnya akan dikenakan PPN 15%.

“Pengenaan PPN dengan multitarif, argumentasi dari pemerintah adalah untuk meningkatkan keadilan. Menurut pemerintah akan ada tarif yang spesial misalnya beras kualitas prima dari luar negeri akan dikenakan tarif PPN yang lebih tinggi dibandingkan beras dalam negeri yang sama-sama dijual di supermarket kelas atas," tutur Christine Chen.

Lebih lanjut dikatakan, sementara penjualan beras di pasar tradisional tidak dikenakan pajak. Alasannya untuk menunjukkan keadilan. Tetapi penerapan sistem multitarif akan menimbulkan administrasi yang lebih rumit. "Apakah kita sudah siap menerapkan PPN Multi-Tarif?” tanyanya.

Christine mengaku lebih setuju dengan pengenaan PPN single tarif. Yakni, 12% untuk semua jenis objek pajak jasa maupun produk. Alasannya, karena sistem ini lebih sederhana dan mudah diterapkan oleh pemerintah maupun pihak lain.

“Multitarif akan menimbulkan in efisiensi sebab biaya administrasinya lebih tinggi. Kalau sistem perpajakan kita sudah oke… Kita bisa menerapkan multitarif. (Hanya) apakah core tax kita sudah siap atau belum (untuk menerapkan multitarif). Meski pada 2024 akan diterapkan coretax. Apakah kita sudah siap untuk menerapkan multitarif?” cetus Christine.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2288 seconds (0.1#10.140)