Ditopang Komoditas, Neraca Dagang Juli Diramal Surplus USD2,3 Miliar
loading...
A
A
A
JAKARTA - Neraca perdagangan pada bulan Juli diperkirakan mencatat surplus sebesar USD2,3 miliar, meningkat dari surplus di bulan sebelumnya sebesar USD1,32 miliar.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, peningkatan surplus pada bulan Juli disebabkan oleh penurunan impor secara bulanan, diikuti oleh kenaikan ekspor. Kenaikan ekspor didorong oleh meningkatnya harga komoditas utama ekspor Indonesia, seperti batu bara dan CPO, yang masing-masing naik sebesar 16,93% (month to month/mtm) dan 4,74% mtm.
"Kenaikan nilai ekspor terbatasi oleh melambatnya aktivitas manufaktur di beberapa negara/kawasan mitra dagang Indonesia, seperti China, Jepang, dan Eurozone. PMI Manufacturing China turun ke level 50,3, Jepang turun ke 48,8, sementara Eurozone turun ke 62,8. Secara tahunan, pertumbuhan ekspor diperkirakan mencapai 35,82% yoy," kata Josua saat dihubungi SINDONews di Jakarta, Rabu (18/8/2021).
Di sisi lain, impor Indonesia diperkirakan turun seiring dengan penurunan aktivitas manufaktur Indonesia, tercermin dari turunnya PMI Manufacturing Indonesia yang turun ke level 40,1 dari sebelumnya 53,5. Penurunan aktivitas manufaktur diakibatkan oleh diberlakukannya PPKM darurat sejak bulan Juli.
Secara tahunan, lanjut dia, pertumbuhan impor diproyeksikan masih tinggi karena adanya low-base effect di tahun 2020. Pertumbuhan impor diprediksi tercatat 55,73% yoy.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, peningkatan surplus pada bulan Juli disebabkan oleh penurunan impor secara bulanan, diikuti oleh kenaikan ekspor. Kenaikan ekspor didorong oleh meningkatnya harga komoditas utama ekspor Indonesia, seperti batu bara dan CPO, yang masing-masing naik sebesar 16,93% (month to month/mtm) dan 4,74% mtm.
Baca Juga
"Kenaikan nilai ekspor terbatasi oleh melambatnya aktivitas manufaktur di beberapa negara/kawasan mitra dagang Indonesia, seperti China, Jepang, dan Eurozone. PMI Manufacturing China turun ke level 50,3, Jepang turun ke 48,8, sementara Eurozone turun ke 62,8. Secara tahunan, pertumbuhan ekspor diperkirakan mencapai 35,82% yoy," kata Josua saat dihubungi SINDONews di Jakarta, Rabu (18/8/2021).
Di sisi lain, impor Indonesia diperkirakan turun seiring dengan penurunan aktivitas manufaktur Indonesia, tercermin dari turunnya PMI Manufacturing Indonesia yang turun ke level 40,1 dari sebelumnya 53,5. Penurunan aktivitas manufaktur diakibatkan oleh diberlakukannya PPKM darurat sejak bulan Juli.
Secara tahunan, lanjut dia, pertumbuhan impor diproyeksikan masih tinggi karena adanya low-base effect di tahun 2020. Pertumbuhan impor diprediksi tercatat 55,73% yoy.
(fai)