Oh Nehi! Perbankan India Didera Krisis Kredit Macet: Nilainya Diperkirakan Rp1.420 Triliun

Jum'at, 01 Oktober 2021 - 09:09 WIB
loading...
Oh Nehi! Perbankan India Didera Krisis Kredit Macet: Nilainya Diperkirakan Rp1.420 Triliun
Perbankan India didera kredit macet yang nilainya miliaran dolar. Foto/Ilustrasi/businesstoday
A A A
JAKARTA - Dengan lebih dari 150.000 cabang yang sarat dengan deposito senilai USD2 triliun dan melayani lebih dari satu miliar nasabah, industri perbankan India terlihat mengesankan. Sayangnya, itu cuma di atas kertas, sebab bank-bank di India sejatinya berada dalam kekacauan.

Soutik Biswas, koresponden BBC di India, melaporkan bahwa sekelompok bank ditindih puluhan miliar dolar kredit macet lantaran bertahun-tahun memberikan pinjaman untuk proyek-proyek tak berguna. Pinjaman itu pun diberikan secara tidak bijaksana.

Cilakanya, bank-bank milik negara justru menyumbang lebih dari 60% terhadap utang yang macet tersebut. Lima di antara bank milik pemerintah itu malahan pernah diselamatkan dari keruntuhan sejak 2018.

Kredit macet itu juga akibat rendahnya pemulihan, hanya sebesar sepertiga dari total pinjaman. Angkanya baru meningkat sedikit, sekitar 40% hingga 45% setelah UU Kebangkrutan 2016 yang memungkinkan adanya likuidasi aset.



Nah, sekarang pandemi yang berdampak pada sejumlah debitur akan menambah panjang gagal bayar dan bakal menumpuk utang dalam beberapa bulan mendatang.

Otoritas India sepanjang tahun 2005 dan 2009 telah menyuntikkan dana talangan lebih dari USD35 miliar untuk menyehatkan kembali bank-bank yang sakit. Sayangnya, dana talangan yang bersumber dari uang pajak itu dianggap tidak banyak membantu.

Juli tahun lalu, Fitch Ratings mengatakan bank-bank India yang sedang kesulitan akan membutuhkan dana segar antara USD15 miliar USD58 miliar pada tahun depan.

Pemerintah India sendiri berencana meluncurkan "bad bank" yang telah lama dibicarakan dan akan mencoba menjinakkan kerdit macet sebesar USD27 miliar. Jumlah itu diperkirakan masih seperempat dari total nilai kredit macet India yang mencapai USD100 miliar atau setara Rp1.420 triliun.

Tekanan yang dihasilkan dari kredit busuk tidak hanya membuat perbankan tertatih-tatih, tetapi juga merusak pertumbuhan. Investasi swasta telah menukik tajam karena bank-bank yang menghindari risiko sangat irit mengucurkan kredit.

"Bad bank" digambarkan sebagai perusahaan rekonstruksi aset, biasanya membeli kredit macet dari bank yang terkena dampak dengan harga yang disepakati. Kemudian melikuidasi atau menjual aset itu sehingga membantu bank mendapatkan kembali sebagian uang yang mereka pinjamkan kepada perusahaan.

Salah satu biang keladi membengkaknya kredit macet di perbankan India adalah sejumlah sektor industri yang bergerak di sektor besi dan baja, penerbangan, pertambangan, jalan, listrik, dan komunikasi. Setengah lusin dari sektor industri itu menyumbang 80% atas kredit macet yang ada.

Dalam jangka panjang, India perlu membersihkan industri perbankannya secara radikal. Pasalnya, rasio penyaluran kredit di Negeri Hindustan itu masih dinilai rendah, kurang dari 60% terhadap PDB yang oleh IMF tahun ini diperkirakan mencapai USD3.05 triliun. Sementara, beberapa banknya memiliki pinjaman bermasalah tertinggi di dunia.

Kredit macet di perbankan India bermula antara 2006 hingga 2008 ketika perbankan jorjoran menggelontorkan kredit saat pertumbuhan ekonomi menembus 9,1% (2006). Meski ada krisis keuangan global antara 2007-2008 dan terjadi perlambatan pertumbuhan, namun tak membuat India "terluka" sehingga antusiasme untuk berinvestasi tak surut.

"Pinjaman buruk ditaburkan di saat yang tepat," kata C. Rangarajan, mantan gubernur bank sentral India periode 1992 hingga 1997, kepada BBC, Kamis (30/9/2021).



Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, bahkan pertumbuhan kredit yang lebih tinggi, inflasi yang rendah, dan defisit fiskal yang berkurang membuat bankir terlalu pede untuk tidak melakukan penilaian untuk banyak pinjaman yang diajukan. Saat itu bank dinilai "hidup dengan harapan", memberikan pinjaman segar untuk membukukan keuntungan artifisial dengan memulihkan bunga pinjaman sebelumnya.

"Kroni kapitalis India menggunakan pinjaman bank baik sebagai utang dan ekuitas untuk membiayai proyek-proyek mereka," kata Tamal Bandyopadhyay, penulis buku Pandemonium: The Great Indian Banking Tragedy.

Para ahli mengatakan "bad bank" tidak akan menjadi peluru ajaib untuk mematikan masalah sistemik yang ada di perbankan India. Menurut mereka, semestinya bank-bank milik negara harus benar-benar mandiri dan menjadi pemberi pinjaman yang lebih efisien.

Perbaikan regulasi oleh bank sentral India juga akan membantu industri perbankan untuk . Kemudian, penjualan pinjaman membutuhkan lebih banyak transparansi.
(uka)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1182 seconds (0.1#10.140)