Bisnis Kuliner Jangan Seperti Ban Bocor Halus di Mobil yang Bagus

Sabtu, 16 Oktober 2021 - 08:30 WIB
loading...
Bisnis Kuliner Jangan...
Masalah kemasan makanan harus diperhatikan dalam bisnis makanan dan minuman. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Food and Beverages (F&B) Business Collaborator Hartono Moe mengatakan bahwa bisnis F&B atau makanan dan minuman ( mamin ) harus berkelanjutan. Bisnis berkelanjutan bukan hanya soal profit, tapi juga memikirkan keberlangsungan lingkungan .

Berdasarkan laporan riset Grab Next 2021, bisnis ternyata makin oke dengan go green. Pasalanya kesadaran konsumen terhadap lingkungan mulai meningkat.



"Konsumen saat ini lebih peduli terhadap lingkungan dan ingin memainkan peran mereka untuk membantu mengurangi pemborosan kemasan dalam pengiriman makanan," ujar Hartono dalam Webinar DamoGO 'Create Taste, Not Waste: Incorporating Sustainability into Your F&B Business' di Jakarta, Jumat (15/10/2021).

Dari riset yang sama, satu dari dua konsumen ingin mengurangi limbah, terutama kantong plastik, tisu, atau kemasan saus. Bahkan, dua dari lima orang bersedia membayar ekstra hingga Rp4.500 untuk kemasan ramah lingkungan.

Supaya bisnis F&B bisa berkelanjutan, sambung dia, pertama memang bisnisnya harus profit, ada peningkatan dari tahun ke tahun. Kedua, yang tidak kalah penting adalah tim yang bekerja di bisnis itu.

Yang ketiga adalah planet. Bisnis F&B tidak boleh melupakan lingkungan di bumi yang kita tinggali.

"Profitnya tinggi, timnya bagus, eh tapi waste-nya banyak sekali. Ini tidak bagus. Jadi tiga faktor ini menjadi dasar sebuah bisnis itu dikatakan sustainable," tambah Hartono.

Jadi, cara pertama agar bisnis F&B berkelanjutan adalah mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. Banyak supplier plastik yang juga sudah menggunakan material plastik yang lebih mudah terurai, seperti plastik berbahan dasar ubi atau singkong.

"Kedua, menggunakan bahan ramah lingkungan. Bukan hanya plastik, tapi sedotan, takeaway box yang memakai bahan yang ramah lingkungan. Misal, banyak yang sudah kembali menggunakan daun pisang sebagai bungkus makanan," katanya.



Yang ketiga, yang paling penting, adalah mengurangi food waste. Food waste itu, menurut Hartono, ibarat ban bocor halus di belakang mobil yang bagus.

"Kita bisa punya bisnis yang oke banget, standarnya bagus, tapi food wastenya tinggi, dapurnya boncos. Misal penggunaan untuk satu porsi berlebihan, atau perencanaan penggunaan bahan-bahan di dapur tidak sesuai," pungkasnya.
(uka)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3104 seconds (0.1#10.140)